15. Found

831 80 9
                                    

Happy reading

Jiwa jiwa bucin bergejolak😋

Ruang ini lumayan berdebu untuk ukuran sebuah ruangan yang jarang dimasuki. Benar saja jika kamar ini jarang dikunjungi manusia, sama sekali tidak terlihat bekas-bekas jejak eksistensi manusia disini bahkan makhluk bernapas lainnya.

Ruangannya pun cukup aneh dan gelap meskipun masih ada beberapa lampu redup yang menyinari didalamnya.

"Sebenarnya bekas kamar apa ini." Celetuk ku heran seraya melangkahkan kaki ku pelan.

Diruangan ini ternyata kosong melompong tidak ada benda satu pun kecuali piano tua yang tengah bertengger disalah satu sudut ruangan sana.

"Cihhh ige mwoya?!! Tidak seperti dugaan ku. Ternyata kamar ini tidak ada satu pun yang aneh. Lalu kenapa kamar ini sangat dirahasiakan oleh oppa." Ujar ku sembari mendengus kasar.

Tapi entah kenapa aku sangat tertarik dengan piano tua disudut ruangan itu. Aku pun mulai mendekati benda yang berhasil memikat rasa penasaran ku ini.

Piano ini memang cukup tua, tetapi ketika ku coba menekan satu demi satu tutsnya, ternyata piano ini masih berfungsi dengan baik. Bunyinya terdengar begitu indah dan klasik.

Tuts demi tuts ku tekan. Mengeluarkan suara-suara instrumen yang indah ditelinga.
Namun terdengar sumbang karena aku yang buta nada ini menekannya secara absurd.

Saking asyiknya aku bermain dengan kebersumbangan nada ini, aku tak yakin bahwa aku tak sengaja telah menekan sebuah tut rahasia yang menampilkan sebuah pintu rahasia pula.

Betul sekali, salah satu tut rahasia diantara puluhan tut disitu ternyata adalah kunci pembuka pintu rahasia ini.

Pintunya tepat dibawah piano tua yang ku mainkan tadi. Pintu yang tidak terlalu besar namun masih muat untuk orang dewasa memasukinya.

Masuknya pun tidak dengan cara yang normal, untuk dapat masuk kesana aku harus merangkak layaknya seorang balita berumur satu tahun.

Tapi apa daya, demi menjawab jiwa-jiwa ingin tahu darah muda yang tengah meronta-ronta ini aku terpaksa melakukan serangkaian kegiatan gila ini.

Karena pintu ini memang sangat kecil oleh karena itu diletakkan dibawah piano tua ini. Entah kenapa aku juga tidak tahu maknanya.

Setapak demi setapak ku lalui dengan merangkak pelan. Ini benar-benar gelap. Bersyukur aku masih membawa benda persegi tipis penyelamat ku ini.

Aku pun menyalakan lampu LED belakang ponsel ku. Hingga akhirnya aku menemukan ujung dari lorong tikus ini. Ku buka pintu persegi itu. Nihil pintunya terkunci lagi. Bodohnya aku kenapa kawat penyelamat ku tadi harus ku tinggal.

Tidak mungkin aku putar balik lagi. Untuk bergerak kekiri dan kekanan saja rasanya sulit sekali karena lorong ini teramat sempit apalagi harus putar balik semudah putar balik dipertigaan.

Itu suatu hal yang mustahil untuk ku lakukan sekarang. Tak ada cara lain selain menggunakan bakat terpendam ku. Yakni bakat menghancurkan sesuatu.

Ku tendang dengan keras pintu pembatas ruang rahasia itu. Sekali percobaan gagal. Dua kali masih dalam keadaan diam tak bereaksi.

EpiphaniaWhere stories live. Discover now