Prolog

3.8K 391 7
                                    

!!!Sebelum membaca dimohon dengan sangat, untuk meninggalkan jejak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

!!!
Sebelum membaca dimohon dengan sangat, untuk meninggalkan jejak.
Demi kenyamanan membaca yang lebih baik, klik bintang dipojok kiri yaa.
!!!


Gue menarik rambut frustasi, jam telah menunjukan pukul tiga pagi dan insomnia ini kumat lagi. Memang insomnia ini sudah sering terjadi dan selalu datang saat gue sedang banyak pikiran. Seperti sekarang ini, gue gak bisa lepas dari buku-buku pelajaran sejak semalam karena pagi ini ada ulangan kimia dan inilah yang jadi beban pikiran. Biasanya, belajar bisa mendatangkan kantuk, tapi kali ini malah bikin mata terus melek.

Rasanya belum bisa puas sama apa yang dari tadi dipelajarin, sampai diri ini masih terus berkutat di meja belajar. Beginilah gue setiap mau ada ulangan pasti strees duluan dan akhirnya insomnia. Gimana gak strees, gue dituntut untuk selalu mendapatkan nilai yang sempurna dan jujur itu sangat membebankan.

Kringg!! Kriingg!!

Hampir aja gue terjungkal kaget dengar suara alarm ini. Ah, gak kerasa sudah jam lima, gue benar-benar begadang. Sudah waktunya siap-siap ke sekolah. Setelah merapikan meja belajar dan memasukkan buku-buku yang tadi dipelajari ke dalam tas, gue pergi mandi. Setelah itu merapikan diri di depan cermin, merapikan baju seragam lalu menyisir rambut dan mencepolnya dengan rapih.

Oiya, kenalin, gue Anggia Fairuz Adelano anak sulung dari Bapak Brata Wijaya Adelano dan Ibu Melati Wicaksono. Kakak dari adik laki-laki Gentala Arkan Adelano. Gue sekolah di SMA Nusantara dan duduk di kelas sebelas IPA. 1 semester akhir.



Orang-orang bilang, kelas gue adalah kumpulan dari anak-anak jenius.



Haha.



Di sini, gue sebagai anak murid dari kelas XI. IPA. 1, mau konfirmasi kalau sebenernya mereka bukan anak jenius melainkan anak-anak yang penuh dengan ambisi. Ada berbagai macam anak-anak ambis di kelas gue, yaitu:


Ambis Egois.

Ini anak-anak pintar yang ambisnya luar biasa plus pelit ilmu. Kalau punya ilmu gak mau bagi-bagi. Mereka egois karena selalu ingin menjadi yang paling sempurna. Menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya tanpa memikirkan dampaknya pada orang-orang di sekitarnya. Yang seperti ini biasanya gak pernah turun dari peringkat lima besar.

Saat anak-anak kelas-termasuk gue, masih bingung dengan sebuah materi dan tiba-tiba materi itu keluar di ulangan. Kita pasrah dan ngerjain soal sebisanya. Jelas sebagian besar anak kelas pada remedial. Tapi anak-anak ambisius egois doang yang gak remed. Mereka mendapatkan nilai yang tinggi di kelas. Kaget gak? Gue sih kaget.


Ambis, Tapi Diem-Diem.

Kalau yang ini adalah anak-anak yang gak terlalu menonjol di kelas,karena kebanyakan dari mereka adalah anak-anak yang pendiam, sesuai judulnya. Menurut gue, mereka anak-anak baik yang selalu menghindari masalah. Anak-anak ini sering masuk peringkat sepuluh besar. Sebenernya mereka ngambis banget, tapi gak ditunjukin dan bersikap biasa aja. Kalau anak-anak lagi belajar, mereka ikut belajar. Kalau anak-anak lagi main, ya, ikut gabung main. Mereka bisa nyesuain diri dengan baik dan gue suka sih sama anak-anak model gini, gak ribet.


Ambis Yang Plin-Plan.

Gue paling bingung sama anak-anak yang masuk ke golongan ini. Mereka bisa tiba-tiba jadi anak yang rajin banget, tapi bisa juga jadi yang anak paling males di kelas. Moody banget kalau soal belajar, juga random anaknya. Tapi gue suka anak-anak yang masuk ke golongan ini, karena mereka unik. Mereka bisa masuk peringkat sepuluh besar ,tapi juga bisa ada di peringkat lima belas besar.


Ambis? Masa Bodo.

Nah, kalau anak-anak ini bener-bener beda dari yang lain. Mereka bener-bener let it flow dan bersikap biasa saja sama anak-anak lain yang berlomba-lomba dapet nilai bagus, bahkan mereka terkesan gak peduli. Mereka gak ngikutin arus, tapi malah bikin arus sendiri. Anak-anak ini biasa berada di peringkat akhir. Di bidang akademik mereka memang lemah, tapi mereka luar biasa di bidang non akademik. Meskipun begitu mereka tetap bisa ngimbangi diri sama lingkungan anak IPA yang hetic ini.

Gue tegasin di sini, mereka bukan anak-anak bodoh. Mereka bisa ngelakuin apa yang gak kita bisa, begitu pula sebaliknya. Tolong jangan dipandang rendah dan hargai mereka sebagaimana kita ingin dihargai. Mereka yang bikin gue sadar kalau setiap manusia memiliki kekukarangan dan kelebihannya masing-masing.


Di sini gue gak tau masuk ke golongan yang mana, gue ngerasa gak seperti mereka. Karena bukan gue yang ambis di sini, tapi Papah yang ambis dan terobsesi dengan nilai bagus. Papah mau gue masuk universitas bergensi jurusan kedokteran, klise banget macam orang tua di film-film kan? Iya, Papah kayak gitu, makanya Papah nuntut putrinya ini untuk mendapatkan nilai sempurna.

Hal ini ngebuat gue ngerasa kalau hidup ini hanya untuk mewujudkan ambisinya Papah, tanpa tahu apa yang sebenarnya gue impikan karena gak pernah dikasih kesempatan untuk bisa menggali pontensi dan bakat yang ada di dalam diri. Yang lebih buruknya lagi,bgak dikasih kesempatan untuk menentukan jalan hidup sendiri.





Papah ingin semua berjalan sesuai dengan kehendak Papah, termasuk hidup gue.

The Ambition [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang