Kado Ulang Tahun

748 129 2
                                    

!!!
Dimohon klik bintang sebelum membaca. Author butuh dukungan dari kalian.
!!!
























"Ga, gue gak mau jadi cinderella," ucap gue ke Rangga saat bertemu di perpustakaan.

Rangga nataoa gue malas. "Lo pikir gue mau jadi pangeran?" balas Rangga sarkas.

Gue menjetikan jari dengan wajah sumringah. "Nah, kan, gimana kalo kita protes bareng-bereng ke Haris."

"Kita? Bareng-bareng? Elo sama gue? Ogah! Kalau mau protes, ya, sendiri-sendiri aja." Rangga melengos pergi gitu aja.

Gue langsung menghela napas menahan emosi, lupa kalau Rangga memang gak bisa diajak kerjasama. Tiba-tiba seseorang merangkul pundak gue sok akrab. Saat menoleh ke samping, ada Arra di sebelah gue.

"Kantin yuk," ajaknya yang langsung gue angguki.

Kami berjalan beriringan ke kantin. Bergandengan tangan riang macam anak TK. Kantin di saat jam istirahat penuhnya gak kira-kira. Mau beli makanan harus antri dulu. Duh, padahal lapernya sudah gak ketahan. Untung Arra bawa bekal. Jadi, gue bisa nyicip makanan Arra buat ganjel. Meja kantin semua penuh, hanya ada satu meja yang hanya diduduki satu orang, sedangkan di sana masih ada tiga bangku kosong.

"Ra, liat pojok situ deh. Itu Anna, kan? Kok dia sendirian? Gak ngumpul sama gengnya?" Gue berbisik ke Arra agar langsung terdengar ke kuping anak itu karena kantin terlalu bising.

"Lah, iya, duduk di sana aja yuk, Gi. Kosong tuh," saran Arra dan gue mengangguk.

Kami berjalan menghampiri Anna. Gue duduk di sebelah Anna dan Arra duduk di depan gue. "Anna, kok sendirian?" Anna sedikit terkejut mendengar Arra bertanya padanya karena sebelumnya gadis itu sedang melamun.

"Gak makan?" Gue ikut bertanya saat melihat tak ada makanan di meja, hanya ada susu kotak rasa coklat di sana.

Anna diam, mungkin memang tak ingin menjawab pertanyaan kami. Ya, kami memang gak deket sama Anna. Sulit untuk akrab sama Anna karena dia anaknya dingin dan jutek banget.

"Na, gue punya roti nih, mau gak?" Arra menawarkan bekalnya pada Anna.

Anna menatap kami datar. "Kalian ngapain sih? Gue pengin sendiri, jangan ganggu."

Gue saling pandang dengan Arra, lalu seolah telepati kami mengangguk. Padahal, gak tahu yang dianggukkin apa. Lalu pandangan gue kembali terfokus pada Anna. "Kita gak boleh duduk di sini?"

"Bu-bukan gitu, boleh kok, lo boleh duduk sini. Tapi-"

"Nah," seru gue bersamaan dengan Arra, sengaja motong perkataan Anna.

Dari awal masuk, Anna nih memang sudah jadi anak yang misterius. Dia anak yang pendiam di kelas, gak suka membaur dengan anak-anak lain. Awalnya gue pikir dia sombong, tapi saat gue mencoba untuk berteman sama Anna, di saat itulah gue paham dengan sikap Anna dan gue jadi tahu kalau Anna adalah anak yang sangat tertutup. Bukannya sombong, tapi dia memang sulit untuk bersosialisasi. Dia dekat sama Rangga dan Delvin itu karena Rangga sepupunya dan Delvin sahabat dekat Rangga.

"Kantin masih rame, Na, ganjel aja dulu perut lo sama roti. Nih ada selai coklatnya, lo suka coklat kan?" Arra menyodorkan sehelai roti kepada Anna.

Anna memandang kosong susu kotaknya. "Gue gak laper."

Intuisi gue mengatakan ada yang salah sama sikap Anna. "Lo lagi ada masalah? Lo lagi berantem, ya, sama Rangga? Sudah, si Rangga gak usah terlalu dipikirin, emang anaknya nyebelin. Gak usah takut lo gak punya teman kalau gak ada Rangga, lo punya banyak teman kok selain Rangga. Kayak kita dan anak-anak sekelas contohnya, mereka semua teman lo, Na," tangan gue terulur untuk mengusap pundak Anna.

The Ambition [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang