Firasat

528 113 1
                                    

!!!
Itu di klik bintangnya jangan dicuekin gituh ah. Gak suka aku tuh, karena dicuekin tuh gak enak.
!!!
























Sore hari ini hujan deras, membuat gue yang tadinya ingin pulang jadi urung karena hujan. Alhasil gue jadi lebih lama ada di rumah Anna. Sekarang, gue berada di ruang tamu rumah Anna sejak lima belas menit yang lalu bersama Rangga dan Delvin, sedangkan Anna sendiri telah tertidur di kamarnya. Keadaan saat ini hanya di isi oleh suara hujan di luar, baik gue, Rangga, atau Delvin gak ada yang mau buka suara memecah keheningan.

Duh, mana gue laper, ini dua makhluk depan gue cuek banget sih. Sejak kedatangan gue kemari gak ada satu pun dari mereka yang nyuguhin makan atau minum, ditawarin aja enggak. Mata gue melihat setoples permen di atas meja yang gak tahu disuguhin buat gue atau buat pajangan. Tiba-tiba terbesit sebuah ide di kepala, gue menjetikkan jari menarik perhatian kedua makhluk depan gue.

"Lo kenapa?" tanya Delvin

"Gue mau bikin kata-kata penyemangat pake permen itu boleh gak?" gue menunjuk ke permen di atas meja.

"Kata-kata penyemangat buat siapa?"

Gue memutar bola mata saat mendengar pertanyaan dari Rangga. "Buat Annalah, masa buat lo," jawab gue ketus.

"Caranya?" gue lihat Delvin dan Rangga tertarik dengan ide gue, membuat senyum gue mengembang.

"Lo punya sticky notes? Gue boleh minta?"

"Punya, bentar gue ambil," kata Delvin.

"Ah sama pulpen."

Tak menunggu lama, Delvin datang membawa benda yang gue minta. Gue duduk bersila di lantai, mengambil satu lembar sticky notes mini lalu menuliskan kata-kata penyemangat. Setelah selesai menuliskannya gue mengambil satu buah permen dan menempelkan sticky notes itu di permennya.

"Kayak gini. Mau bantu gue bikin gak?" kata gue sembari menunjukan hasil dari ide gue.

"Boleh," ucap Rangga dan Delvin bersamaan.

Gue semakin bersemangat ketika Rangga dan Delvin ikut antusias membantu. Kami sama-sama menuliskan kata-kata penyemangat yang berbeda di setiap permen. Saat lagi serius menuliskan kata-kata penyemangat, tak sengaja melihat Rangga yang memakan permennya sembari sibuk menulis. Tangan gue spontan melempar tutup pulpen ke Rangga, membuat cowok itu terkejut dan menatap gue dengan kening berkerut.

"Kok malah lo makanin permennya, nanti abis."

"Yaelah, masih banyak itu. Lagian juga kasian Anna kalo makan permen kebanyakan nanti bisa sakit gigi."

"Yeu dasar," gue mencibir.

Kami bekerja dalam diam, yang gue tahu mereka emang gak suka basa-basi, kalo ngomong, ya, seperlunya. Jadi, mereka gak bakalan membuka topik pembicaraan. Makanya ngebosenin banget kalo ngumpul sama mereka, orangnya gak friendly.

Beberapa menit kemudian, kami telah selesai menempeli semua permen dengan sticky notes yang berisi kata-kata penyemangat. Lalu gue meminta Delvin untuk meletakan setoples permen ini di kamar Anna. Gue tersenyum, dalam hati berharap semoga ini gak sia-sia.

Hujan di luar masih belum reda juga, membuat gue mendesah kesal. Gue melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan dan jam telah menunjukan pukul empat sore. Itu artinya gue sudah hampir lima jam ada di sini. Yaudahlah gue mau pulang aja, lama nunggu hujan berhenti. Mending gue hujan-hujanan dari pada kelaperan di sini.

Lagipula keadaannya ambigu gini. Gue di rumah orang yang sepi, hujan-hujan dan tanpa orang dewasa. Kalo dilihat tetangga bisa timbul fitnah. Gue menyibukkan diri dengan ponsel. Memesan ojek daring yang gue harap mau nerima orderan gue hujan-hujan begini. Gue bernapas lega saat orderan gue diterima driver dan langsung berucap syukur dalam hati.

The Ambition [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang