Welcome To My Class

2.1K 232 21
                                    

!!!
Demi kenyamanan membaca yang lebih baik, dimohon untuk klik bintangnya dulu sebelum membaca
!!!








"SELAMAT PAGI KAWAN-KAWAN!" Suara nyaring gue menyapa penghuni kelas dengan riang.

Seluruh penghuni kelas menatap gue sekilas. "Pagi," jawab mereka kompak dengan suara yang pelan. Lalu kembali fokus pada buku.

Gue menghela napas memperhatikan seisi kelas yang tenang. Lalu berjalan menuju tempat duduk. Fyi, di sekolah ini bangku kelasnya dibikin satu-satu dan kita duduk sendiri-sendiri. Jadi, gak punya yang namanya teman sebangku. Gue sendiri duduk di barisan ketiga dari depan dan ada di bagian tengah-tengah.

Setelah mendudukan diri, gue menengokkan kepala ke kanan dan ke kiri sembari mengusap leher. Sejauh mata memandang semuanya sama, hanya satu yang terlihat, yaitu anak murid yang sedang fokus belajar. Ada yang milih belajar sendirian dan ada juga yang memilih belajar dengan cara berkelompok.

Oke, selamat datang di kelas gue, kelas sebelas IPA. 1. Inilah keadaan anak-anak di kelas setiap ada ulangan. Mereka akan menggunakan waktu kosong yang ada untuk belajar. Jadi, gak usah heran waktu lihat mereka yang punya dunia masing-masing bersama dengan otak mereka yang sudah ngebul di pagi hari yang segar ini.

Tapi saat nengok ke belakang, gue menemukan pemandangan yang beda, sebuah tanda-tanda kehidupan yang sangat kontras. Di pojok kanan kelas, gue lihat Julian, Lintang dan Zikra yang lagi mabar, terus di pojok kiri ada Zarina sama Naura yang lagi nobar drakor sembari cekikikan gak jelas. Tepat di belakang gue, ada Ian yang lagi tidur di meja dengan earphone di telinga. Mereka--Ambis? Masa Bodo--benar-benar beda dari yang lain.

Tapi gue iri sama Ian, dia sering tidur di kelas gini juga nilainya tetep stabil, hebat, kan? Gue juga mau kayak gitu, gak perlu segala insomnia kalo gini caranya. Gue berinisiatif bertanya tipsnya pada Ian supaya nilai tetap stabil, tapi usahanya gak terlalu nyusahin. Jadi, gue bangunin deh tuh anak.

"Ian," panggil gue sembari menoel-noel pundaknya dan gak lama dia mendangakkan menatap gue heran.

"Kasih tahu gue rahasia lo bisa dapet nilai yang stabil," kata gue to the poin.

Ian natap gue heran, seolah barusan ngomong kalau gue baru dinikahin sama Shawn Mendes.

"Belajarlah, pe'a!" jawab Ian datar.

Kening gue mengernyit merasa gak puas. "Tapi lo gak belajar, malah tidur gini dan nilai lo stabil."

"Sontoloyo. Gue lagi belajar ini." Ian nunjukin ponselnya pada gue, ternyata dia lagi belajar daring.

"Setiap orang cara belajarnya tuh beda-beda, Gi. Gue lebih suka belajar daring sambil pake earphone biar yang diomongin tutornya langsung masuk ke otak. Gue butuh konsentrasi makanya gue tutup mata gue dan sekalian aja tiduran di meja biar gue nyaman belajarnya."

Gue natap Ian gak percaya. "Serius lo?"

"Seriuslah, sana belajar lo! Ganggu konsentrasi gue aja!" katanya kemudian lanjut tidur. Eh, belajar sambil tiduran maksudnya.

Oke Ian--Ambis, Tapi Diam-Diam--ternyata, unik juga. Gue pun kembali menghadap depan. Mau ikutan belajar juga, tapi kepala sudah mumet duluan dengan suasana kelas. Duh, padahal ulangan kimianya itu dilaksanakkan setelah jam istirahat lho.

Bel masuk berbunyi dan gak lama kemudian Bu Dira--guru matematika--masuk kelas. Semua murid langsung memasukkan buku Kimia ke dalam tas dan menggantinya dengan buku matematika. Belajar pun dimulai, semua anak-anak fokus memperhatikan Bu Dira yang menjelaskan materi. Hingga waktu pun berlalu dan jam pelajaran berganti dengan jam istirahat.

The Ambition [End]Where stories live. Discover now