Hangout

688 120 0
                                    

!!!
Gimana masih mau lanjut baca kan? Nah bisa dong di klik dulu bintangnya.
!!!





















Tatapan gue terpaku pada Anna yang sedang melamun di pinggir lapangan. Anna bersikeras untuk ikut olahraga meskipun gue telah ngelarang dia dan meminta dia untuk istirahat di UKS saja. Semenjak melihat luka goresan-goresan di tangan kiri Anna, ada banyak sekali pertanyaan yang ingin gue tanyakan ke Anna setelah dia sadar dari pingsannya dan pertanyaan itu benar-benar mengganggu pikiran gue.

Tapi rasanya situasi dan kondisi gak mendukung. Jadi, gue urungkan niat untuk bertanya. Melihat Anna seperti ini, membuat gue teringat pada Arletta. Ada sebersit perasaan yang membuat gue ingin sekali memeluk Anna dan mengatakan, "Lo gak sendiri, gue di sini, Na."

"Anggi, awas."

Dukkk!

Gue memekik kesakitan saat merasakan sebuah bola menghantam punggung. Buat gue mengalihkan pandangan dari Anna. "Anggi, jangan bengong, tangkap bolanya!" teriak Zarina nyaring.

Gue mendengus dengan tangan yang terulur untuk mengambil bola voli itu, lalu melemparnya ke Zarina. "Gue gak ikut main deh, capek."

Kaki gue melangkah menjauhi lapangan, berjalan menghampiri Anna yang berada di pinggir lapangan dan duduk di sampingnya. Anna masih belum sadar akan keberadaan gue karena dia masih melamun. Sampai gue menepuk pundaknya, membuat fokus Anna kembali.

"Kenapa? Kok ke sini? Gak ikut olahraga?" tanya Anna sedikit kaku.

"Capek, Na, gue mau di sini aja." Anna diam terlihat tak peduli, tapi gue mengabaikan itu. "Lo beneran udah baikan?"

Anna tersenyum skeptis dan mengangguk pelan. "Iya, gak usah khawatir, gue baik-baik aja kok."

"Oiya, nanti pulang sekolah kita pada mau main, sekalian bikin naskah buat drama, lo ikut, ya?"

Anna menggeleng. "Gak bisa, gue ada les," jawab Anna cuek

Tangan gue mendorong Anna pelan sembari berdecak. "Yaelah, sekali-kali gak usah les, Na. Lagipula emangnya lo gak bosen terus berhadapan sama buku dan rumus-rumus? Flat banget tahu gak sih masa SMA lo karena cuman dihabiskan dengan belajar."

"Lo juga gak jauh beda dari gue," balas Anna cuek.

Gue menipiskan bibir. "Iya juga sih. Tapi karena gue sadar hidup gue flat, makanya gue mau ubah hidup gue menjadi pelangi."

"Pelangi?" Anna menatap gue dengan kening berkerut.

Gue mengangguk, tersenyum tipis. "Iya, pelangi kan berwarna, nah gue pengin hidup gue berwarna kayak pelangi."

Anna hanya ber-oh ria, selanjutnya gadis itu terdiam, terlihat ragu dan bimbang. Jelas Anna bimbang, karena ia tak terbiasa menerima ajakan orang seperti ini, apa lagi gue gak dekat sama Anna. Gadis itu pasti akan berpikir dua kali untuk menerima ajakan gue, sekalipun dia ingin menerima ajakan tersebut.

"Ayolah, Na, kan lo sendiri yang bilang kalo sekolah cuman ajang pencarian nilai doang dan lo juga bilang yang bisa mengakhiri hal membosankan itu cuman diri sendiri." Gue berusaha membujuk Anna.

Gue rasa Anna harus keluar dari zona amannya, agar dia bisa tahu ada banyak hal menyenangkan yang ada di luar sana.

"Gak apa-apa gue ikut gabung sama kalian?"

Gue tersenyum, tapi saat gue membuka mulut untuk menjawab pertanyaan Anna, seseorang menyela gue. "Boleh, ikut aja. Gak ada yang ngelarang kok."

Kepala gue tertoleh ke depan. Mendapatkan Naura berdiri di depan gue dengan senyum manis tersunging di bibir tipisnya dan menatap hangat pada Anna. Lalu pandangan Naura beralih ke gue.

The Ambition [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang