Perubahan

581 115 3
                                    

!!!
Hayok yang belom vote padahal udah baca sampai sini tuh kenapa sih? Coba sini ngobrol biar aku bisa paham.
!!!
































Makin ke sini, gue ngerasa anak-anak kelas makin parah ambisnya. Banyak anak kelas yang dulunya santuy banget tiba-tiba jadi anak super sibuk yang setiap pulang sekolah harus les. Apalagi anak-anak yang lintas jurusan, harus pintar-pintar bagi waktu untuk belajar materi IPS dari awal. Mereka semua sudah menentukan akan ke mana setelah lulus sekolah. Mempersiapakan sematang mungkin bekal untuk UN, SBMPTN dan ujian-ujian lainnya. Iya sih anak kelas tiga emang sudah gak bisa bebas dan santai lagi. Banyak yang harus dipikirin dan dilakuin.

"Gi, lo udah ada rencana mau ambil jurusan apa?" tanya Haris yang duduk di depan gue.

"Kesehatan masyarakat atau ilmu gizi, lo sendiri?" jawab gue sembari menyalin catetan.

"Gue mau ambil D3 dokter gigi."

"PTN mana?"

"Ya kalo ditanya PTN mah pasti maunya UI." Haris terkekeh.

Gue hanya manggut-manggut, lalu kembali fokus nulis.

"Delvin sama Rangga lagi bersaing ketat tuh. Gue liat, persaingan mereka lebih serem daripada persaingan lo sama Rangga dulu. Gila, ya, mereka saling lawan gitu padahal dulunya kawan."

Gue berhenti nulis, melirik Rangga yang lagi ngobrol sama Anna. "Emang mereka tuh ada masalah apa sih?"

"Gak tahu gue, tanya Zeline noh, dia kan lambe turah."

Kemarin Arra juga sempat bilang kalau keadaan kelas jadi suram semenjak delvin sama Rangga jadi rival. Mereka yang ada masalah satu kelas kena imbas. Seperti kemarin waktu jam kosong, kita dikasih tugas. Anak-anak yang rada-rada kayak gue dan anak-anak ambius plin-plan pasti gak bakal ngerjain tugasnya. Kita santai aja bercanda ria, tapi mereka berdua sibuk ngerjain tugas. Terus tanpa ngomong apa pun mereka langsung ngumpulin tungasnya di kantor.

Pagi-paginya guru nanya, "Kok yang ngumpulin tugas cuman Rangga sama Delvin, yang lain mana?"

Lah, kita mana tahu tugasnya dikumpulin. Pernah juga waktu ada PR dan gurunya lupa kalau beliau ngasih PR, dengan nyebelinnya Delvin ngingetin gurunya. Ya, kita yang belum ngerjain PR jadi kelabakan dong. Yang paling gue takutin adalah sekelompok sama salah satu dari mereka pas presentasi, bisa habis kelompok gue dicecer pertanyaan, pastivmereka gak ada yang mau ngalah. Kalau sudah begini kan yang repot satu kelompok. Jelas banget kalau mereka berebut jadi yang nomor satu.

Dari sekian perubahan yang ada di kelas, mereka yang paling menonjol. Tapi meskipun begitu, hubungan mereka dengan Anna masih baik. Gue masih sering lihat Anna diskusi tentang soal sama Rangga atau Delvin. Oiya, tentang Anna, sekarang dia mulai bisa membaur dengan anak-anak lain. Anna yang dulu sering menyendiri dan lengket banget sama Rangga kini bisa ditemui sedang berkumpul akrab dengan anak kelas yang lain. Syukurlah, gue ikut senang lihat Anna sudah pulih. Tapi miris sih lihat pertemanan mereka, yang dulunya barengan trus dari kelas sepuluh, bertigaan trus ke mana-mana, sekarang jadi mencar-mencar.

"Assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

Pandangan gue beralih ke pintu masuk, Bu Leli di sana. "Rangga, Anggia, tolong ke kantor sekarang, ya."

Gue langsung tatap-tatapan sama Haris. Lalu beranjak dari kursi saat melihat Rangga telah keluar kelas mendahului gue. Bertanya-tanya sendiri, ada apaan nih gue dipanggil ke kantor gini? Perasaan gak ada aturan sekolah yang gue langgar. Tapi kalau Rangga juga ikut dipanggil artinya bukan ngomongin tentang pelanggaran aturan sekolah. Toh, gue sama Rangga bukan anak yang suka bikin masalah.

The Ambition [End]Where stories live. Discover now