17 | Cicilan Berkurang

42.2K 4.6K 180
                                    

Sebelum baca, jangan lupa follow aku ya chocodelette

Greet me on my instagram: chocodelette😊

Enjoy😉

💍💍💍💍💍


Caesar duduk di sofa ruang TV, sementara Deana udah nangis tersedu-sedu di kamar setelah tadi nangis di hadapannya karena dia marah. Dia emang belom mengonfirmasi tentang pelunasan rumah itu, tapi dia yakin keras satu-satunya yang mampu lunasin rumah itu dalam waktu sekejap ya bapak mertuanya.

Iya, Caesar sadar, istrinya itu datang dari keluarga kaya raya banget yang mungkin kalo dapet warisan dari keluarganya bisa kali dia ngga perlu kerja seumur hidup saking uangnya tuh ngga abis. Diem di rumah aja uang tuh yang nyamperin.

Mungkin selama ini Caesar paling ngga tega ngeliat istrinya nangis, tapi kali ini dia marah banget sampe-sampe dia jadi ngga peduli air mata istrinya. Dia marah karena keluarga istrinya ikut campur rumah tangganya. Marah karena dia merasa waktu dia minta Deana jadi istrinya itu tandanya tanggung jawab istrinya sepenuhnya ada di pundah dia, bukan di orang tuanya lagi. Marah karena gagal jadi suami yang bertanggung jawab untuk anak dan istrinya.

Caesar mengambil ponsel dan mencari kontak bapak mertuanya. Dia memberanikan diri untuk menelpon, tapi yang dihubungi lagi sibuk. Lagi dapet telpon dari orang lain. Ia menunggu beberapa menit untuk nelpon lagi dengan menenangkan pikirannya.

Lagi, Caesar mendial nomor bapak mertuanya. Kali ini tersambung dan ngga sampai dering ketiga udah diangkat.

"Halo Po?"

"Sar, kamu marahin Deana?"

Ternyata tadi telpon sibuk itu Deana yang nelpon, pasti udah ngadu banyak nih istrinya. Pasti kena semprot ini Caesar. Mengingat istrinya itu anak perempuan satu-satunya di keluarga dan pasti dimanja dan disayang banget.

"Iya Po."

Helaan nafas berat terdengar di telpon. "Kenapa?"

Caesar terdiam beberapa saat. Dia tau dia salah melampiaskan emosinya ke istrinya, harusnya diomongin baik-baik, tapi dia udah keburu emosi karena merasa harga dirinya sebagai laki-laki dan sebagai suami sedikit banyak terinjak-injak. Tapi kan dia ngga mungkin langsung nelpon mertuanya terus maki-maki.

"Kenapa harus marah ke Deana?" Pertanyaan itu terulang lagi. "Salah Deana apa?"

Caesar masih diam. Istrinya ngga ada salah apa-apa, tapi emang cuma istrinya satu-satunya orang yang bisa kena omelan dia. Tapi dia ngga tau kalo istrinya bakal ngadu secepet itu ke orang tuanya.

"Popo kenapa lunasin cicilan rumah?" setelah menarik nafas panjang dan diam cukup lama, pertanyaan itu lah yang keluar dari mulut Caesar.

Lagi-lagi helaan nafas yang terdengar pertama kali. Caesar jadi ngerasa ngga enak dan ngga sopan abis nanya kaya gitu. Respon pertama yang dia terima bikin dia ngerasa ngga enak banget sama pertanyaan itu.

"Kenapa kamu ngga mau nerima?"

"Po, Deana itu tanggung jawab saya, keperluan dia itu harus dari saya, Popo udah bisa lepas tangan."

Sunyi selama beberapa menit. Caesar tau dan sadar banget kata-katanya barusan kurang ajar, tapi kan itu hal yang bener. Istri dan anaknya itu tanggung jawabnya sampai tua nanti.

"Popo tau Deana tanggung jawab kamu, tapi kamu, deana, kalian berdua itu anak Popo - kalian tanggung jawab kami sebagai orang tua."

"Tapi, Po--"

TRS [4] : Baby in My Tummy! ✅️Where stories live. Discover now