Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Arin duduk di kursi kantin dengan sekotak bekal. Iya, dia lagi rajin bangun pagi dan bikin bekal, biasanya sih buat Renjun. Sekarang, jadi bingung mau ngasih siapa.
"Boleh bagi?"
Arin mendongak dan ngeliat Wooseok, kemudian mengangguk. Cowok itu nyomot roti kukus keju susu buatan Arin dengan antusias. Kedua matanya berbinar pas makan itu. Seakan-akan manusia purba yang nyobain makanan enak.
"Gila, lo harus sering-sering bikinin gue ini," katanya.
"Emangnya kenapa? Bikinnya, kan gampang," balas Arin.
Wooseok menggeleng, "Beda tangan, beda rasa. Beda orang, beda juga cara jatuh cintanya."
Arin menggeleng dan bertanya, "Apa, sih yang lo suka dari gue? Selain, bisa masak." Ya, dia bilang gitu biar Wooseok enggak muji makanannya terus.
"Telen dulu baru ngomong," ujar Arin sambil menyeruput susu coklat di tangannya.
Tanpa ia sadari, Wooseok tersenyum melihat tingkah lucu Arin. "Enggak tahu. Suka aja gitu." Tangannya Wooseok ngacak rambutnya Arin dan hal itu bikin Arin kaget.
"J-jangan gitu," kata Arin.
"Kenapa? Enggak suka?"
"Bukan gitu, ta-"
"Kalo soal cowok lo lagi, gue gak peduli. Gue bakal perjuangin lo sampe titik darah panghabisan."
Arin bingung harus nanggepin gimana lagi kelakuan cowok di depannya. Hatinya udah berantakan parah gara-gara kelakuan Wooseok yang enggak diduga.