1. Precious first love

29.5K 1.7K 48
                                    

Rafisqi tidak menyangka akan menghadapi tingkat stres seperti ini ketika memutuskan untuk terlibat dalam sebuah hubungan. It's all fun and games, sampai pada akhirnya gadis itu memutuskan untuk mulai menyembunyikan banyak hal darinya.

Baru selangkah dia menginjakkan kaki di rumah itu, telinganya sudah dibuat shock oleh suara musik yang berdentum kencang. Rafisqi refleks menutup telinga dan semakin dia melangkah masuk, semakin terlihat kalau keadaan di dalam sana jauh lebih kacau dibanding perkiraannya. Si tuan rumah benar-benar kurang kerjaan, mematikan lampu utama yang ada di tengah ruangan dan menggantinya dengan lampu kerlap-kerlip aneka warna yang membuat pusing kepala. Bau alkohol menguar kuat di udara, bercampur dengan wangi khas tembakau dan aroma-aroma lain yang tak terdefinisikan oleh penciumannya.

Rafisqi ingin cepat-cepat menyelesaikan urusannya dan menjauh dari tempat itu.

Diedarkannya pandangan ke segala penjuru. Sayangnya, sejauh mata memandang yang didapatinya hanyalah sekumpulan teman sekolahnya yang bergerak-gerak liar mengikuti irama musik. Sebagian asyik menenggak minuman keras, sementara sebagian lainnya sibuk entah-melakukan-apa di bagian pojokan. Orang yang dicarinya masih tidak terlihat di mana pun.

Seseorang menepuk pundaknya. Rafisqi menoleh dan mendapati David sedang menunjuk-nunjuk sambil mengatakan sesuatu. Suaranya tidak jelas akibat teredam kebisingan di sekitar mereka.

"Kau cari di sekitar ruang tengah dan dapur." Laki-laki berkacamata itu mengulangi perkataannya, kali ini sambil berteriak. "Aku ke taman dan kolam renang."

Rafisqi mengangguk dan bersiap untuk menerjang kerumunan orang di depannya. Namun, David menahan lengannya.

"Stay calm, okay?" tukasnya dengan nada lebih serius.

Rafisqi bisa melihat kekhawatiran di mata sahabatnya itu. Dia paham. David pasti takut dia akan lepas kendali lalu mengacak-acak pesta ini dan seisinya.

"Oh, I'm always calm?" jawabnya sarkastis. David tidak perlu menekankan hal tersebut pada saat seperti ini. Itu hanya mengingatkan Rafisqi betapa kesabarannya, yang memang dari awal tidak berkapasitas besar, sudah semakin mengikis seiring semakin banyaknya waktu yang terbuang.

"Terserah." David mengangkat bahu. "Just ... make sure to not throwing tantrum here."

"Pertahanan diriku tidak selemah itu tahu!"

"Aku serius, Fiqi. Apa pun yang terjadi, jangan bertindak impulsif."

Rafisqi tidak lagi mengatakan apa-apa, dia meloloskan lengannya dari cengkraman David dan mulai menyusuri ruangan tengah. Bukan hal yang mudah mencari seseorang di tengah suasana seperti ini dan bertanya pun tidak ada gunanya. Nyaris semua yang ada di sana sudah berada di ambang batas kesadaran. Tidak ada seorang pun yang bisa memberinya jawaban yang jelas.

Dia sampai di area dapur. Awalnya, ruangan yang remang-remang itu sama sekali tidak terlihat mencurigakan. Terlihat kosong tanpa ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Namun, baru saja Rafisqi hendak pergi memeriksa tempat lain, telinganya menangkap suara-suara yang mencurigakan.

"Wait ... Jason, please ...."

Suara tersebut teramat sangat samar, nyaris teredam oleh musik keras yang berasal dari ruang tengah, tapi Rafisqi langsung bisa mengidentifikasi siapa pemiliknya. Tanpa pikir panjang, dia melangkah masuk. Dalam pencahayaan minim tersebut, dia menemukan dua sosok di bagian sudut dapur, tepat di samping kulkas. Sebuah sosok tinggi tegap tampak sedang mengunci sosok lainnya, yang lebih mungil darinya, di dinding dengan kedua tangan. Posisi mereka begitu dekat dengan satu sama lain, begitu intim dan nyaris tidak berjarak.

[End] Perfectly ImperfectWhere stories live. Discover now