13. And that escalated quickly

14.4K 1.6K 261
                                    

Rafisqi tidak bisa memutuskan apakah dia benar-benar sudah siap untuk menghadapi malam ini atau belum. Penampilannya telah rapi sejak sejam yang lalu dengan kemeja biru berlengan panjang, celana khaki berwarna cokelat muda dan rambut yang tertata apik. Dari sisi mana pun, tidak ada masalah. Dari luar semua terlihat sempurna. Sejak tadi sudah berulang kali mamiㅡyang terlanjur salah paham dengan alasan di balik kegelisahannyaㅡmemberitahu bahwa dia tetap as handsome as ever dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Mami bersikap seakan-akan Rafisqi adalah anak SMA yang sedang insecure karena akan menghadiri prom night pertamanya. Ibunya itu tidak tahu saja kalau yang jadi masalah justru adalah badai yang tengah berkecamuk di pikiran Rafisqi saat ini.

Padahal dua tahun yang lalu, ketika berada di posisi yang sama persis, dia tidak sampai merasa sestres ini.

Rafisqi nyaris menyenggol dan menjatuhkan tumpukan piring di atas meja ketika Al tiba-tiba melompat ke pangkuannya. Kucing berbulu hitam legam itu mengeong keras dan berusaha menyembunyikan kepalanya di dekat lengan kiri Rafisqi. Selang beberapa detik, terdengar langkah kaki berlari mendekat.

"Dorami!" Rosy berhenti di samping Rafisqi dan tersenyum lebar memamerkan gigi-giginya. "Oh! Halo, Om!" Sikapnya sungguh berbeda dengan dua tahun lalu. Sekarang gadis itu sudah terbiasa berinteraksi dengan Rafisqi tanpa harus mengintip takut-takut dari balik punggung ibunya.

Gadis kecil bergaun merah muda itu menyapa sekenanya, seolah keberadaan Rafisqi tidak lebih penting dibanding makhluk mungil yang sedang meringkuk di atas pangkuannya. Rosy mengulurkan tangannya ke arah Al dan langsung disambut oleh geraman rendah kucing itu.

"Jangan dipaksa." Sebelah tangan Rafisqi mulai mengelus punggungnya Al. "Nanti Rosy kena cakar."

Rafisqi sedang tidak punya waktu untuk meladeni drama antara keponakannya dan kucing di pangkuannya. Rosyㅡyang masih saja tidak peduli dengan nama aslinya Alㅡselalu berusaha untuk menggendong kucing itu sejak tadi. Al yang memang penakut dengan orang baruㅡapalagi yang agresif seperti Rosyㅡterang saja merasa risi. Sungguh suatu keajaiban Al belum juga mencakar gadis kecil itu sejak tadi.

"Tapi Dorami-nya lucu, Om!"

Rosy berteriak gemas, sementara tangannya masih berusaha menggapai. Al yang merasa semakin terancam akhirnya meloncat turun dan berlari ke arah ruang tengah. Rafisqi membiarkannya dan Rosy kembali mengejar seraya berkali-kali meneriakkan kata "dorami" dengan suaranya yang melengking.

Berdiam diri di ruang makan adalah keputusan yang tepat untuk menenangkan diri. Ruang tengah terlalu ribut. Dari tempatnya saja Rafisqi bisa mendengar celotehan Syila yang sedang sibuk mencari ikat rambutnya dan teguran Dharma karena papi memaksakan diri untuk ikut-ikutan repot mempersiapkan segala-sesuatunya.

"Sudah lama rumah enggak seramai ini ya, Nak Fiqi?"

Perkataan barusan menyuarakan kata hatinya dengan sempurna. Seorang wanita paruh baya datang mendekat dan mulai menata gelas-gelas kosong di atas meja makan di hadapan Rafisqi.

Rafisqi mengangguk setuju. "Kayaknya sehabis ini Bu Nuri akan makin kewalahan."

Ibu Nuri terkekeh pelan. Wanita itu sudah mengabdi pada keluarga Mavendra selama puluhan tahun. Sebagai orang yang mengurus rumah dan merawat Rafisqi sejak kecilㅡserta yang juga menjadi saksi dari salah satu fase terberat dalam hidupnyaㅡbu Nuri pastinya tahu betul betapa sepi dan suramnya suasana rumah ini selama belasan tahun belakangan.

"Tidak apa-apa!" Bu Nuri tidak terlihat keberatan. "Ibu lebih suka sibuk."

Papi-mami akhirnya memutuskan untuk kembali menetap di Indonesia, kembali ke rumah utama yang selama ini lebih sering kosong. Dharma dan Syila juga berjanji akan lebih sering menginap. Begitu pula dengan Rafisqi. Kali ini, alih-alih di apartemen, dia memilih tinggal bersama orang tuanya. Semuanya seperti punya kesepakatan tidak tertulis untuk mulai sering-sering berada di dekat papi dan berharap dengan begitu keadaannya bisa menjadi lebih stabil. Rafisqi tidak akan balik ke New York sampai suasana benar-benar kondusif. Lagi pula, setelah kejadian beberapa hari yang lalu, bagaimana mungkin dia bisa kembali begitu saja?

[End] Perfectly ImperfectWhere stories live. Discover now