6. Dear you, just you, all for you (2)

11.4K 1.2K 19
                                    

/Part 2/

.
.
.

Rafisqi berusaha menyelinap, tapi kerumunan orang-orang ini sungguh memperlambat langkahnya. Sementara di depan sana, sosok Leah dan Jason semakin menjauh, sebentar lagi menghilang dari pandangan. Rafisqi masih belum menyerah. Dia hanya punya waktu sepuluh menit. Dalam rentang waktu tersebut dia harus berbicara dengan mereka dan kemudian kembali lagi ke tempat Juwita menunggunya.

Pasangan itu berlari ke arah parkiran dan buru-buru masuk ke dalam mobil.

"STOP!"

Rafisqi berteriak, berusaha menghentikannya, tapi si Jason berengsek itu malah menghadapkan kepala mobil ke arah tempatnya berdiri. Dapat dia lihat pria berambut pirang itu tersenyum sinis dari balik kemudi. Gas diinjak, mobil melesat dengan cepat. Rafisqi berhasil menghindar ke samping, tapi ... suara dentuman apa itu? Ada yang tertabrak? Siapa?

Dia berbalik untuk mencari tahu, tapi malah dihadapkan pada sebuah persimpangan jalan raya yang ramai.

Lampu lalu lintas menunjukkan warna hijau. Puluhan kendaraan berlalu lalang. Bunyi klakson tersengar bersahut-sahutan. Dan tepat di depannya, berdiri seorang gadis berambut hitam sebahu, tengah membelakanginya. Rafisqi mengenali sosok itu dan mencoba untuk menghampiri.

"Nauraㅡ"

"Mas Qiqi!"

Seseorang meraih tangan kirinya dan mengguncang-guncangnya pelan, membuat Rafisqi menoleh ke samping.

"Katanya cuma 10 menit?" Gadis perponi dengan rambut dikuncir dua itu memberengut. "Kok lama? Kak Leah lebih penting dari aku, ya?"

"Tata ...." Rafisqi berusaha balas meraih gadis itu, tapi Juwita melepaskan tangannya dan bergerak menjauh.

"Oh, benar begitu?" Juwita menelengkan kepalanya, menatap Rafisqi tepat di manik mata. "Mas jahat."

Rafisqi tidak suka melihatnya. Juwita yang menatapnya penuh kekecewaan begini ... dia tidak suka. Rasanya sakit. Terasa begitu menyesakkan.

"Kak!" Juwita tiba-tiba berlari ke depan, menghampiri Naura yang masih berdiri di sebelah lampu lalu lintas. "Mas Qiqi jahat sama aku!"

Naura menoleh ke arahnya. Sepasang mata cokelat gelap itu memandanginya tajam.

"Sudah kuduga." Seulas senyum tipis terulas di bibirnya saat mengatakan itu. "Aku tidak bisa mencintai orang sepertimu, Rafisqi."

"Ayo, Kak." Juwita meraih tangan kanan Naura, terlihat menggenggamnya begitu erat. "Kita pergi saja."

Dua gadis itu mulai menapaki zebra cross. Lampu lalu lintas masih menunjukkan warna hijau. Puluhan kendaraan masih berlalu lalang. Sebuah truk berkecepatan tinggi muncul dari ujung jalan.

Berhenti.

Mulut Rafisqi terkunci. Kakinya menolak untuk digerakkan.

Truk besar itu semakin dekat dan terus mendekat.

***

"BERHENTI!"

Pintu kamarnya dibuka mendadak. "Fiqi?"

Syila tergopoh-gopoh menghampiri, sementara itu Rafisqi buru-buru duduk. Napasnya tidak beraturan, jantungnya masih berdebar cepat. Diperhatikannya sekeliling. Bukan kamarnya yang biasa. Difokuskannya pandangan pada Syila yang berdiri di samping. Oh iya, dia ingat sedang menginap di rumah kakak perempuannya itu. Dia kembali mengedarkan pandangan. Tidak ada persimpangan, tidak ada lampu lalu lintas, tidak ada truk. Tidak ada Naura dan Juwita di mana pun.

[End] Perfectly ImperfectKde žijí příběhy. Začni objevovat