Sebuah Lagu

602 19 0
                                    

Jujur, ini baru pertama kalinya hati yang aku miliki merasa sesakit ini. Dan untuk pertama kalinya juga di tongkronganku terjadi hal seperti itu, dan kebetulan saja korbannya aku. Semoga saja kejadian seperti ini tak terjadi pada teman-temanku, ataupun untuk adik kelasku di generasi berikutnya.

Aku tak habis pikir, apa tak sedikitpun terbersit di pikirannya jika aku ataupun teman-temanku bisa saja mencegat pacarnya di jalan saat ia pulang sekolah? Karena mudah saja bagi kami untuk melakukan itu karena sekolah kami hanya berseberangan. Apa Wiwik tak memikirkanku yang masih punya hati ini akan merasa cemburu? Atau memang itu tujuannya. Dengan memeperlihatkan obrolan mereka berdua dan juga beberapa teman-temanku dihadapanku. Aku tak bisa melakukan apa-apa sekarang, hanya memilih duduk dan bermain hp di sudut ruangan, sekalipun itu hanya menggeser menu berulang kali dari kiri ke kanan.

Hingga tak lama setelah itu, Tohir yang juga kesal dengannya, mengisyaratkanku untuk ke luar menemuinya. Aku pun mengikuti apa yang ia perintahkan, karena aku juga merasa kesal melihat laki-laki itu sejak pertama kali melihatnya.

Di luar, sudah ada beberapa teman-temanku yang suka nekat. Mereka kerap kali bercerita tentang berkelahi dan tawuran yang dilaluinya, dan itu sudah biasa kudengar dari mulut mereka.

Kakak kelasku mengambil sebuah benda kecil dari sakunya dan memberikannya padaku, sebuah pisau lipat. Aku terkejut dengan hal itu, dia ingin aku melukainya.

"Lakukan!" ucapnya, aku paham yang ia maksud adalah aku harus memberinya pelajaran.

"Aku tahu, tapi nggak kaya gini juga," balasku menolak.

"Harga dirimu diinjak sama bajingan itu!" sahut salah satu temanku yang lainnya.

"Harga diriku bakal lebih diinjak kalau aku lukain dia, dan polisi tahu ... Orang tuaku bakal malu, tauk!"

Tohir dan yang lainnya tersenyum sinis melihatku, lalu mereka tak membahas itu setelahnya. Aku tahu mereka juga kesal dengannya, tapi aku juga tak mau terkena kasus. Jadi kuredam saja emosiku itu dengan canda dan tawaku bersama teman-teman, tanpa peduli pada sosok yang membuatku terluka.

Hari berlalu terasa cepat, dan tiba-tiba sudah jam 3 sore. Laki-laki itu keluar dari warung tongkrongan tanpa peduli keberadaan kami di luar. Lalu, teman-temanku memakinya dengan kompak seperti sudah terencana. Kata-kata kasar keluar dari mulut mereka, dan aku pun ikut-ikutan juga. Tohir mengambil batu kecil yang ada dibawahnya, lalu melemparkan kerikil itu ke arah lelaki itu. Ia menoleh ke arah kami seperti tak terima atas perlakuan kami kepadanya, dan aku tak tinggal diam dengan itu. Ingin rasanya aku berlari kearahnya lalu memukulnya hingga jatuh, tapi itu tidak jadi kulakukan karena setelah itu Wiwik keluar mengikutinya.

"Aku pulang dulu ya," ucap Wiwik dengan suaranya yang khas.

"Ya," balas kami semua serentak dengan nada suara yang keras dan tak enak didengar, lalu mendadak raut wajahnya berubah sama seperti pacarnya itu.

Mereka berdua pergi berboncengan dengan motornya, meninggalkanku yang sedang hancur dengan tega. Untuk kali ini aku benar-benar merasakan kekecewaan yang luar biasa, belum pernah terjadi seperti ini padaku sebelumnya. Dan satu hal yang akan selalu aku ingat, ini adalah kali pertama aku memandang Wiwik dengan penuh kebencian.

"Mabuk yuk!" ucapku pada teman-temanku.

Waktu kembali berjalan begitu cepatnya, dan entah sudah berapa botol aku bersama teman-temanku menghabiskan minuman setan disana. Tubuhku sudah sempoyongan, tapi memori tentang apa yang terjadi hari ini masih terbayang-bayang di pikiranku. Walaupun begitu, aku sudah tak merasa sedih lagi. Canda dan tawa bergema di tempat yang kusebut rumah kedua itu, ditemani seragamku yang bau alkohol dan juga teman-temanku yang bersikap konyol. Aku senang masih punya mereka disaat aku sedang terpuruk sekalipun, semoga saja persahabatan anak-anak tongkronganku akan tetap terus ada hingga aku mati nanti. Dan juga berlaku untuk generasi tongkronganku selanjutnya.

Sebuah gitar dimainkan oleh Angga, dan lagu mulai dinyanyikan olehnya. Aku heran dengannya, di saat tubuh sempoyongan dan pikiran sedang kemana-mana, dia masih bisa bermain gitar dengan baik. Lagu yang ia nyanyikan adalah lagu yang sangat mewakili perasaanku, mungkin ia memang sengaja menyanyikan lagu itu untukku.

"Menghilanglah dari kehidupanku....
Enyahlah dari hati yang tlah hancur....
Kehadiran sosokmu kian menyiksaku....
Biarkan disini ku menyendiri...."

Sebuah lagu dengan judul "ingin hilang ingatan" yang dinyanyikan Angga, aku kembali teringat dengan Wiwik dan keinginanku untuk move on darinya. Sementara gelas minuman keras terus berputar dan tak henti hentinya aku meminumnya.

"Pergilah bersamanya disana....
Dengan dia yang ada segalanya....
Bersenang-senanglah sepuasnya....
Tuk melupakanmu yang telah berpaling...."

Dan bagian itu juga mengingatkanku pada pacar Wiwik yang baru itu. Aku sadar bahwa pacarnya mungkin memiliki apa yang tak kumiliki, hingga membuat Wiwik pergi dariku. Dan itu membuatku merasa perasaan cinta dan kasih sayangku yang sudah kuberikan padanya seolah menjadi hal yang sia-sia.

Gelas berisi minuman keras itu terus diputar dan aku sudah merasa pusing karena minum terlalu banyak, perutku mulai mual-mual lalu tak lama kemudian aku mutah. Untung saja aku mutah di selokan samping warung, jika tidak mungkin apa yang keluar dari mulutku sudah berceceran di lantai warung. Kulihat ada sedikit mutahanku di baju seragam, aku pun berinisiatif untuk mencucinya di kamar mandi sekalipun kepalaku terasa pusing, dan badanku juga mulai kehilangan keseimbangan. Tapi saat aku bediri, tubuhku terjatuh, dan tak sadarkan diri setelah itu.

Aku tak tahu apa yang terjadi setelahnya. Apakah teman-temanku menertawakanku saat aku tak berdaya? Atau kegiatan duduk melingkar dan gelas berputar mereka tetap berjalan tanpa memperdulikanku? Aku tak peduli dengan itu, setidaknya pikiranku kosong dan tak kembali teringat akan apa yang terjadi hari ini. Walaupun itu hanya beberapa saat ketika aku sedang pingsan.

Hari ini aku nekat melakukan sebuah kesalahan yang tak pernah kulakukan sebelumnya, sebuah kenikmatan sementara yang suatu saat nanti aku pasti menyesalinya. Tapi biar bagaimanapun, kodrat manusia adalah tempatnya dosa, apapun yang terjadi aku pasti bertaubat setelah aku sadar nanti. Semoga saja apa yang terjadi hari ini tak terulang kembali untuk hari esok, dan selamanya.

Namun entah apa yang terjadi setelah itu, saat aku terbangun dan sadar dari pingsanku, aku sudah tak ada di tongkrongan. Berada di kasur yang empuk dan nyaman, tapi itu bukan kamarku. Entah kamar siapa.

Setelah Kita Putus (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now