Tanggung Jawab

395 15 1
                                    

Kabar bahwa aku ditangkap polisi langsung tersebar luas ke teman-temanku. Ya, tentu saja itu karena insiden yang terjadi saat aku berkelahi dengan pacar Vira. Aku masih tak menyangka kenapa hal di luar dugaan seperti ini bisa terjadi padaku, padahal aku sama sekali tak pernah membayangkannya. Aku belum pernah berada di kantor polisi karena sebuah kasus walau hanya sekali saja sebelum ini, jadi sekarang ku tak tahu harus apa dan bagaimana. Ketakutan itu pasti, namun aku harus berusaha untuk tetap tenang selama aku berada di sini. Kuharap orang tuaku akan datang menjemputku, tapi kurasa itu tak akan terjadi. Sekarang yang bisa kulakukan hanyalah pasrah dengan semua keadaan yang aku alami, dan berharap semua ini bisa selesai dengan segera.

Dua jam setelah aku dihukum habis-habisan oleh petugas, teman-temanku datang kemari. Ada Vira, dan beberapa teman satu tongkronganku. Namun sayangnya, aku tak bisa menemui mereka kali ini. Kuharap mereka bisa menyelamatkanku dari ketakutan yang kuhadapi selama aku berada di tempat yang mengerikan ini. Aku hanya bisa memandangi teman-temanku dari kejauhan, sepertinya mereka sedang bernegosiasi dengan pihak yang berwenang di kantor polisi. Ku yakin teman-temanku pasti punya cara, dan aku juga percaya mereka pasti bisa melakukan yang terbaik untukku. 

Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi tak lama setelah itu Vira menemuiku dan mengatakan jika aku bisa keluar sekarang. Aku sangat senang, tapi tentu saja aku harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah kulakukan.

"Terima kasih," ucapku kepada teman-temanku saat aku sudah di luar kantor polisi.

"Sekarang belum waktunya kamu bilang itu," balas Vira.

"Ya tentu aja kamu harus menyelesaikan urusanmu di kafe itu dulu, Lang," sahut Fikri.

"Maaf kalo aku udah bikin kalian repot."

"Tenang aja, kami bakal ngelakuin seratus persen apa yang kami bisa buat bantuin kamu, Lang ... Sebagai temen, bukankah itu emang yang seharusnya dilakuin sama kita?"

Aku terkejut sekaligus merasa senang setelah mendengar kata-kata itu, mungkin ucapan terima kasih tak akan cukup untuk membalas perbuatan baik mereka padaku. Aku sangat bersyukur karena memiliki teman seperti mereka, walaupun terkadang suka bikin aku kesal tapi mereka tetaplah orang-orang yang berharga bagiku.

"Tapi sebelumnya, ini balasan buat kamu karena udah mukulin pacarku!!" teriak Vira.

Vira langsung memukul lenganku berkali-kali, memang tidak terasa sakit, hanya saja ....

"Pukulanmu nggak mempan, Vir ... Aku bantuin," ucap Fikri, lalu dia mencekik leherku dengan lengannya lalu memoles kepalaku dengan kepalan tangannya.

Yang lainnya hanya bisa tertawa melihat tingkah laku kekanak-kanakan mereka, yang tanpa merasa malu menghukumku di keramaian. Tentu saja aku jadi bahan tertawaan semua orang yang ada di sekitar sini, dan teman-temanku menjadikanku seperti bahan tontonan masyarakat. Bukan sakit fisik karena dipukuli yang kurasakan, namun rasa malu atas apa yang kuperbuat jadi semakin terasa di dalam hatiku. Tapi tetap saja aku merasa bangga dengan kehadiran mereka, jelas hukuman seperti ini jauh lebih baik daripada hukuman yang aku terima dari polisi.

Jam 9 malam urusanku dengan pihak kafe itu baru bisa selesai, dan hasilnya aku di blacklist dari tempat itu untuk selamanya. Maksudnya aku tak boleh datang lagi kesana, tapi tak masalah juga sebenarnya karena masih ada tongkrongan lain yang bisa aku datangi. Tempat yang tentu saja lebih mewah dari kafe, yaitu warung kecil pinggir jalan yang penghuninya sudah kuanggap keluarga. Warung Ijo, tempat nongkrongku dengan teman-teman sekolahku.

Aku pulang ke rumah, tak kusangka yang menyambut kepulanganku adalah Zahra. Aku tak tahu sejak kapan dan sudah berapa lama dia ada di rumahku, tapi sepertinya ia merasa cemas denganku.

"Aku tadi udah bilang ke orang tuamu kalau bukan kamu yang memulainya, jadi mereka nggak bakal marah," ucapnya.

"Makasih, Ra."

"Kamu tahu nggak sih, Lang ... Aku nggak bisa tenang waktu denger kamu ditahan polisi, harusnya kamu nggak perlu bertindak berlebihan kaya gitu."

"Maaf, nggak tahu kenapa, aku jadi sangat marah kalau aku lihat temenku disakiti orang lain."

"Emang apa yang terjadi?" tanya Zahra penasaran.

"Ah lupain aja, Ra ... Lagian semuanya juga udah selesai kok, nggak ada lagi yang harus dipikirkan."

"Mungkin, ini sama ya seperti yang kamu ucapin sama aku waktu itu."

"Ucapanku yang mana?"

"Waktu itu kamu bilang, kamu nggak bisa diam aja kalau tahu temenmu disakiti orang lain."

"Ah iya, aku ingat, waktu malam itu kan?"

"Ya, dan sekarang aku berfikir ... Sebagai temanmu, aku jadi merasa terlindungi," ucapnya sambil tersenyum.

Jujur aku kebingungan dengan apa yang barusan dia katakan, seperti ada makna tersirat yang aku belum paham. Tapi melihat senyumannya, aku tahu di dalam hatinya terdapat rasa senang yang luar biasa besarnya. Walau aku tak tahu itu karena apa.

"Yaudah, aku mau pulang dulu ... Aku ada tugas sekolah yang belum aku kerjain, duluan ya."

Setelah itu Zahra langsung keluar dari rumahku dan pergi. Aku masih tak paham dengan ucapannya, mungkin dia hanya merasa senang setelah tahu jika aku baik-
baik saja. Ah, kurasa tak perlu memikirkannya terlalu jauh. Aku juga punya tugas sekolah yang harus aku kerjakan sekarang.

Setelah tugas sekolahku selesai, aku pergi ke teras rumahku dan duduk di kursi depan. Kubakar sebatang rokok lalu bersandar, kuperhatikan langit dan terlihat bulan sabit di atas sana. Seketika aku jadi terfikir bahwa sekarang ini sudah berapa bulan sejak aku putus dengan Wiwik, kurasa sudah cukup lama.

Dan jika dipikir-pikir, aku sudah tak lagi mengharapkan Wiwik. Aku juga sudah bisa bersikap biasa saja ketika berkomunikasi dengannya, sepertinya aku memang sudah move on darinya. Jadi, kurasa, aku sudah tak perlu lagi mencari alasan kenapa dulu Wiwik memutuskan hubunganku dengan dia. Lagi pula, jika aku tahu alasanya juga untuk apa. Dan juga, aku tak ingin apa yang terjadi hari ini terulang kembali di hari yang akan datang. Kurasa berhenti mencari alasan itu memang sudah seharusnya.

Hari ini aku mendapat pengalaman baru yang belum pernah aku alami sebelumnya, dan aku belajar dari situ. Bahwa aku tak boleh gegabah dalam melakukan sesuatu, karena akan ada reaksi dari setiap aksi yang kulakukan. Dan aku menyadari akan terjadi sesuatu yang lebih dari hari ini di waktu yang akan datang, tapi aku sudah siap untuk menghadapinya.

Saat aku terlalu asyik melamun, tiba-tiba teman yang sekaligus tetanggaku lewat.

"Hey, Lang ...," sapanya dari kejauhan.

"Ya, mampir ngopi sini," balasku.

"Bentar, nanti aku mampir."

"Oke."

Ah iya, selama ini aku jadi jarang berkumpul bersama teman-temanku di rumah. Kupikir aku harus menyempatkan waktuku untuk berkumpul bersama teman-temanku disini.

"Woy, tunggu," teriakku sambil mengejar temanku itu.

Setelah Kita Putus (Sudah Terbit)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin