Epilog

1.6K 47 5
                                    

Setelah keluar dari area pemakaman, aku kembali ke rumah karena kata Zahra, Wiwik sudah menungguku di sana. Sepanjang perjalanan, pikiranku terus teringat akan apa yang telah terjadi setelah kami putus.

Saat sudah sampai di rumah, aku mendapati sosok Wiwik yang duduk di atas motornya, dengan raut wajah seperti sedang menyesali sesuatu. Ia terus menatapku dengan cara pandang seperti itu, ketika aku berjalan ke arahnya dengan langkah kaki yang sedikit terpincang-pincang. Melihat wajahnya mengingatkan aku tentang apa yang Vira katakan tiga hari yang lalu. Walaupun sudah berlalu, itu masih terasa menyakitkan bagiku. Dan juga membuatku bertanya-tanya dalam hati, apa maksud dari kehadirannya di sini.

"Lang, maaf ya baru bisa sekarang," ucapnya, aku tahu maksudnya adalah baru hari ini dia bisa menjengukku.

"Iya, gapapa ... Lagian aku juga udah sembuh kok."

Ada sedikit rasa canggung di obrolan ini, entah karena apa. Mungkin ada sesuatu yang ingin Wiwik bicarakan, tapi ia ragu untuk mengatakannya.

"Kamu ada waktu nggak, Lang? Main yuk ke taman, udah lama nggak ke sana," ajaknya.

"Sebenarnya sih aku mau, tapi motorku mau dipakai sama ibuku ... Lagipula tanganku juga agak sakit kalo buat nyetir motor."

"Tenang aja, pakai motorku, aku yang di depan."

Sejujurnya, aku lebih ingin diam di rumah. Menikmati sore hariku dengan segelas kopi hangat sambil menonton film di YouTube. Tapi ku turuti saja apa yang dia mau, karena kasihan juga karena dia sudah datang jauh-jauh ke sini.

Tanpa memakan waktu yang lama, kami berdua sudah sampai di taman yang dimaksud. Kami saling diam sejak tadi di perjalanan, bahkan masih tetap seperti itu sampai lima menit kami duduk berdua di sini.

"Mau ngomong apa?" tanyaku membuka percakapan, jujur aku sangat tak menyukai situasi yang seperti itu.

Wiwik menghela nafas yang berat, lalu berkata, "gimana ya Lang cara ngomongnya, aku nggak tahu harus mulai dari mana."

"Terserah mau mulai dari mana, yang jelas aku nggak suka kalau kita sama-sama diem kaya tadi."

Ia menghela nafas yang berat sama seperti sebelumnya, kurasa Wiwik masih merasa ragu untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya.

"Aku minta maaf, Lang," ucapnya.

"Iya, gapapa."

"Aku udah denger semuanya dari Vira, dan aku nyesel pernah kehasut sama omongan dia ... Seharusnya kalau dia ngerasa ada yang salah sama aku, dia tinggal ngomong langsung aja malah gapapa, jadi gak perlu sampai begini."

"Tapi menurutku maksudnya baik sih, Wik ... Dia ingin kamu nggak lupa teman, dan dia ingin aku lebih fokus menata masa depan," ucapku sembari tersenyum, padahal di dalam hati aku masih sangat terluka karena kata-kata Vira kemarin.

"Tapi nggak sampai buat kita putus juga bisa kan, Lang? Aku emang bodoh, aku bodoh banget bisa terpengaruh sama omong kosong itu."

"Itu bukan omong kosong, aku emang seperti apa yang diucapin Vira ... Aku bukan orang kaya dan masa depanku belum jelas, dan aku jelas nggak pantes buat kamu."

Wiwik menatapku dengan tatapan yang tak bersahabat, dan itu membuatku sangat terkejut karenanya. Seketika aku berfikir, apa ada yang salah dari ucapanku? Mungkin ada, hanya saja aku belum menyadarinya.

"Aku jauh lebih tahu tentang kamu dibanding Vira, Lang ... Nggak peduli sekarang masa depanmu itu jelas atau sebaliknya, tapi kamu selalu berusaha membentuknya jadi lebih baik dari sebelumnya, dan itu yang aku suka dari kamu," ucapnya.

Aku hanya diam meresponnya, sepertinya memang ada yang salah dari apa yang kukatakan pada Wiwik sebelumnya.

"Aku nggak peduli sekarang ini kamu itu orang kaya atau nggak, yang jelas kamu selalu buat aku bahagia dengan caramu yang sederhana ... Dan itu sudah lebih dari cukup buat aku, Lang."

Setelah Kita Putus (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang