AB 9: Mei Pertama (3) 🗒

62 21 2
                                    

Lampu-lampu jalanan mulai dinyalakan, senja mulai beristirahat digantikan dengan redupnya langit tanda malam akan bangkit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lampu-lampu jalanan mulai dinyalakan, senja mulai beristirahat digantikan dengan redupnya langit tanda malam akan bangkit. Hari ini cukup melelahkan, belum lagi akan ada rapat besar malam nanti. Namun aku beruntung karena mendapat kesempatan berjalan-jalan terlebih dahulu.

Maklum, ini adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di Palembang. Tidak ada bayangan lain selain menyenangkan dalam jalan-jalan, paling tidak saat pulang akan menyakukan kenangan. Tapi tunggu dulu, ternyata tidak sebahagia yang aku bayangkan.

Aku tertipu, kurang mawas dan terlalu percaya diri. Sungguh aku mendapatkan kejutan yang tidak terduga.

“Gimana capek enggak hari ini?” Sambut kak Taqi saat melihat rombongan kami kembali ke markas.

“Enggak.” Balasku sambil senyum dan menggeleng.

“Capek.” Jawab kak Melati malu-malu.
“Lumayan.” Sahut kak Nuri.

“Binar sendiri kayaknya yang enggak capek.”

“Hehe.…”

“Ya udah nyapu-nyapu Bin, tuh kotor.”

Aku pun bergegas sambil menolah ke seluruh penjuru arah lalu menghampiri sapu.

“Ya ampun Binar, kok dianggap serius sih.”

“Lah? Kerain beneran. Abis kotornya beneran.”

“Ya namanya juga lagi ada acara, pada sibuk ngerjain pekerjaan di gedung.”

“Hehe.…”

“Masih polos nih bocah.”

Kulihat Bara tidak terlalu tertarik untuk terlibat dalam percakapan ini. Entah menyembunyikan cemburu atau sedang berusaha menjunjung tinggi profesionalitas. Seperti yang ia katakan, ia akan menjalin hubungan tanpa mengait-ngaitkannya dengan kegiatan.

Walaupun kegiatanlah yang mengaitkan kita berdua. Bisa jadi ia juga sedang memikirkan ucapakanku tadi, saat di gedung.

“Yuk masuk, makan.” Ajak kak Putri.

“Yuk Bin.” sembari beranjak kak Melati menarik lenganku yang baru saja duduk.

“Kenyang kak.”

“Kenyang abis makan apa? Kan makan tadi siang.”

“Tapi kan ngemilnya banyak, minum susu kotak juga.”

“Makan nasi Binar, bukan susu kotak. Emang kamu kucing, minum susu doang.”

“Kucing juga makan kak.”

“Iya makan cemilan. Ayok buruan, ditungguin tuh.”

“Ayok Bin, makan.” Ajak salah seorang pria yang belum kutahu namanya.

“Iya kak.” Jawabku sambil mengangguk.

“Wah banyak yang serabat serobot nih, kalo enggak gerak cepet bakal ketikung.”

Antah Berantah (Tentang Perasaan Kita yang (M)entah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang