AB 14: Agustus Pertama 🗒

28 6 0
                                    


❀❀❀❀❀❀❀❀

Halo, Agustus

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Halo, Agustus. Mungkinkah aku akan mendapatkan banyak cerita bahagia bulan ini?


Memasuki enam bulan pertama, masa-masa di mana hubungan sedang diuji dengan berat-beratnya. Benarkah? Padahal dari awal hingga pertengahan tetap saja aman dan tentram. Tidak ada perselisihan yang berlebihan, masih sewajarnya, sekadar bertengkar, cekcok, dan adu mulut, ujung-ujungnya tidak saling kirim kabar sampai dirasa ada yang kurang.

Namun aku terlalu yakin sampai akhirnya tiba di mana masa ujian itu benar-benar tiba. Firasatku bulan lalu ternyata terjadi pada bulan ini. Akhirnya kutemukan titik terang dan benar, garis permasalahannya hampir mirip dengan yang dahulu saat aku berada di masa sendu. Aku sudah pernah mengalaminya saat sebelum bersama Bara. Ketidakjujuran dengan alibi hanya tidak ingin aku memeberi respon berlebihan. Awalnya semua teguran yang Bara berikan kuanggap sebagai ungkapan sayang atau cara lain mengekspresikan cemburu.  Ternyata separuhnya aku tertipu atau memang aku yang menipuku diri sendiri sejak awal, meyakinkan bahwa ini akan baik-baik saja hingga akhir.

Jarak menjadikan hari-hari kami terasa seperti fatamorgana. Seperti ada yang terlihat padahal tidak ada, seperti tidak ada apa-apa dan membuat orang lain iri dengan keadaan yang kami punya, nyatanya kami hanya terlalu pandai menutupi permasalahannya. Sisanya kami simpan sebagai beban yang butuh pemecahan.

Tanganku bergetar, air mata tiba-tiba jatuh. Rasanya menyesakkan, malam menjadi tidak tenang lagi. Hariku seperti runtuh, rasanya tidak ingin mempercayai siapa-siapa lagi. Kutunggu waktu Bara untuk menjelaskannya, jika ia tidak ingin membahasnya maka akulah yang akan mengalah untuk pergi. Tidak ada lagi alasan untuk singgah jika memberi penjelasan saja memilih menyerah. Kalah bersama keadaan dan pergi meninggalkan bekas kesalahpahaman.

Bara selalu berkata tidak ingin berdebat, padahal aku sedang tidak ingin berdebat. Bagaimana bisa aku berdebat dengan kondisi jiwa terguncang, jari saja begitu lemah kugerakkan. Mataku sayup, namun tidak ingin tertutup karena perih yang mengatup. Bahasa tulis, memang berbeda dengan bahasa langsung apalagi langsung saat bertatap muka. Salah intonasi akan berakhir pada salah arti.

*****

Aku cemburu hebat dan Bara membelanya dengan sangat kuat. Apalagi yang kulakukan selain mempercayai?
Mungkin aku sedang mendalami peran sebagai protagonis, sehingga harus sebaik ini, sesabar ini. Entah sampai kapan, kurasakan serpihan kecewa luruh di sekitaran tempat aku menangisi keadaan sendiri. Aku masih menunggunya beberapa hari hingga kepulangannya.

“Aku trauma, trauma, aku kembali merasakannya.”

Bara tidak seberapa peduli, itulah yang aku rasakan saat ini. Malam ini terasa sangat panas, padahal air mataku mengalir, namun tidak mendinginkan sedikitpun malah semakin membuatku terlihat menyedihkan. Kulihat wajahku sendiri melalui cermin di hadapanku. Mungkin hanya ia satu-satunya yang bersahabat denganku mala mini. Ia jujur padaku, menampakkan betapa hancurnya hatiku melalui seisi mataku. Waktu menunjukkan pukul 01:00 dini hari.

Antah Berantah (Tentang Perasaan Kita yang (M)entah)Where stories live. Discover now