chapter 22

2.9K 225 20
                                    

🌼
🌼

Malam ini adalah malam yang cukup menyedihkan untuk seseorang yang sedang berdiri di jembatan sebuah danau yang cukup sepi. Jika tidak sepi, dia tidak mungkin akan kesini. Karena yang dia cari memang ketenangan. Entah karena apa, dia sangat merasa hidupnya monoton. Dia merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Tetapi setelah dipikir-pikir semua kebutuhannya terpenuhi. Entahlah, semenjak dia melepas Gun, dia benar-benar semakin merasa kosong. Dia pikir, menyukai Gun adalah awal yang baik untuk mengenal cinta. Tetapi perkiraannya salah, mengenal cinta tidak semudah itu.
Di tengah kesunyiannya, tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. Otomatis dia langsung menoleh karena kaget.

"Shiia, apa-apaan kau. Mengagetkan saja." ucap seseorang yang di tepuk pundaknya.

"Kau tuli ya? Aku memanggilmu sudah 10x mungkin, tetapi kau dengan bodohnya tidak menoleh. Apa yang kau pikirkan Krist?" tanya si pelaku

"Ckk. Bukan urusanmu Singto." balas Krist malas dan kembali menghadap danau.

Ya, itu adalah Krist yang sedari tadi melamun, entah apa yang dia keluhkan. Dan Singto yang sedang mencari obyek untuk hobi fotografinya tidak sengaja melihat seseorang yang tidak asing baginya. Setelah Singto memutuskan untuk lebih mendekat, ternyata benar itu adalah Krist. Saat Singto memanggil Krist. Krist tidak sedikitpun menoleh. Entah Krist itu tuli atau memang lehernya patah, Singto memutuskan untuk menghampiri Krist dan selanjutnya ini lah yang terjadi.

"Asal kau tahu saja, aku ini seniormu. Seenaknya saja kau bicara sesantai itu padaku. Tanpa ada embel-embel Phi juga. Tidak sopan." ucap Singto jengah dengan sikap Krist yang terlalu santai dengannya.

"Aku tidak peduli. Sudahlah kau pergi saja. Aku sedang ingin sendiri. Aku tahu aku ini tampan tetapi tidak usah terobsesi padaku sampai mengikutiku kesini juga lah." ucap Krist ke geer'an.

"Ckk. Dasar tidak tahu malu. Tampan dari mananya? Lebih tampan juga aku." balas Singto tak kalah bangga dengan dirinya sendiri.

"Ya ya ya, kau memang tampan. Sekarang pergilah." Krist sedikit merendahkan suaranya. Jujur saja, Krist saat ini benar-benar sedang tidak dalam mood yang bagus untuk berdebat dengan siapapun termasuk Singto

"Ceritakan saja padaku. Tidak usah dipendam sendiri." ucap Singto lembut dengan memposisikan dirinya disamping Krist.

"Entahlah. Aku merasa kosong, aku merasa ada yang kurang dihidupku, padahal semuanya sudah terpenuhi."

"Kau perlu pendamping."

"Mungkin, karena aku memang tidak pernah dekat atau mencintai seseorang."

"Belajarlah. Mungkin kau akan menyukainya dan tidak merasa kosong lagi."

"Kemarin aku sudah mencoba mencintai Gun. Tetapi ternyata sesakit itu belajar mengenal cinta."

"Ya cari yang lain. Contohnya aku."

"Boleh jug-.. Ha? Apa yang kau katakan?" teriak Krist sadar dengan apa yang dikatakan Singto. Dan entah apa yang merasuki Krist. Kenapa dia semudah itu bercerita ke Singto?

"Aku serius, aku tertarik padamu semenjak pertama kali kita bertemu di kantin." ucap Singto jujur karena Singto benar-benar tertarik dengan Krist. Singto sendiri juga sulit untuk tertarik dengan seseorang meskipun dia juga sudah sering memiliki pacar. Tetapi jika Singto sudah tertarik dengan seseorang, dia akan terus berjuang untuk mendapatkannya dan tidak akan dia lepas. Kecuali, pacarnya itu berhianat. Jujur saja. Singto tidak bisa toleransi dengan urusan berhianat, Singto benci hal itu. Itu juga salah satu alasan mengapa hubungannya yang dulu-dulu kandas.

"Jangan membicarakan hal-hal bodoh disaat seperti ini." ucap Krist sedikit salah tingkah

"Aku serius. Aku tidak pernah bermain-main jika soal hati. Jika kau mau belajar mencintaiku ayo kita jalani. Tetapi kalau tidak ya aku akan terus berusaha sampai kau mau."

A ReasonWhere stories live. Discover now