Part 15

2.1K 96 0
                                    

Aku terbangun di pagi hari. Telah siap dengan pakaian kerjaku. Aku masih berada diapartemen Alex. Oh ya mungkin aku seperti sudah tinggal disini. Tapi aku masih tinggal di apartemenku untuk beberapa malam dan aku menyadarinya saat ini aku lebih sering berada diapartemen Alex. Menghabiskan waktu bersamanya. Aku turun ke lantai bawah dan melihat Alex yang sedang meminum jusnya didapur.

Aku melangkahkan kaki menghampirnya. Alex telah mengenakan kemejanya, dasinya belum terbentuk. Ia melingkarkan dasinya di lehernya dan belum menutup 2 kancing bagian atas kemejanya. Jasnya ia letakkan diatas meja dapur.

"Boleh aku..." Aku bertanya dengannya takut-takut, aku memberikan sinyal padanya dengan maksud aku ingin memakaikan dasinya. Aku pernah melihat situasi didalam sebuah film. Dimana seorang istri memakaikan dasi suaminya setelah ia sebelumnya telah menyiapkan kemeja untuk suaminya. Sesuatu yang aku bayangkan untuk masa depanku.

"Oh" Alex menghadapkan tubuhnya padaku dan membiarkanku untuk mengikat dasinya. Aku mengancing kemejanya terlebih dahulu. Kemudian mendekatkan diriku dengannya dan memakaikan dasi. Aku merasakan tatapan Alex pada diriku. Jantungku berdetak sangat cepat. Perasaan yang selalu aku rasakan saat berada didekat Alex. Dia selalu membawaku kedalam dunia baru saat bersamanya.

Aku mencoba untuk fokus dengan dasi Alex. Beberapa kali aku menatapnya yang terus menatapku. Setelah selesai, aku mengangkat kepalaku menatapnya. "Sudah selesai..". Setelah aku mengatakannya Alex mengecup bibirku. Aku tersenyum malu karenanya.

"Kau ingin datang telat?" Alex bertanya. Oh ya, aku sangat ingin. Tapi aku tidak bisa melakukannya mengingat ini hari senin dan membayangkan betapa banyaknya tugas yang harus aku selesaikan. Aku menggelengkan kepalaku, "kita bertemu nanti malam" ucapku. Melangkahkan kaki menjauh darinya.

Aku menghentikan langkah, melihat kertas dengan hiasan warna gold dan putih tulang. Tulisan yang indah dengan nama 'William Ryder & Amelia Douglas'

"Alex, kau membuang undangan ayahmu?" Aku mengambilnya kembali dari tempat sampah dan menghadap Alex. "Aku tidak akan datang mengapa aku harus menyimpannya" ujar Alex dengan nada dingin. Ia tidak menatapku, bahkan kini memunggungiku. Memakai jasnya dan siap melangkah keluar dari dapur. Aku tau dia marah, tapi aku merasa dia salah bereaksi seperti ini setelah ayahnya sudah mencoba untuk meminta maaf.

"Tapi..setidaknya kau bisa memikirkan lagi untuk datang atau tidak," ucapku meletakkan kartu undangan itu diatas meja dapur. Alex berbalik menghadapku. "Apa kau akan datang jika menjadi diriku?" Alex bertanya menatapku serius.

"Umm..ya..aku akan memikirkannya lagi, aku akan usahakan untuk datang. Tidakkah kau merindukan orang tuamu?"

"Ibuku"

"Alex, aku sudah melihatnya kemarin dan aku merasa dia baik"

"Kau mengatakannya setelah aku menceritakan apa yang dia lakukan padaku dulu?"

Aku berjalan menghampirinya. Lebih dekat dengan Alex, aku menatap matanya. Ia seperti orang yang tersesat dan aku ingin menemukan jalan keluar bersamanya. Aku yakin tidak pernah ada yang mengatakan hal seperti ini pada Alex. Tapi, dia perlu diberi tahu apa yang baik dan tidak.

"Aku tau, apa yang dilakukannya itu buruk. Tapi tidak salah bukan untuk memaafkan seseorang dari kesalahan yang diperbuatnya?" Ujarku meraih tangan Alex untuk digenggam.

"Tidak, sudah cukup dengan kedatangannya kemarin. Dan kau sudah membukakan pintu untuknya setelah itu kau menerima undangan itu? Kau harus tahu jika kau tidak berhak melakukan itu semua. Jadi, hentikan pembicaraan ini" ujar Alex. Aku merenggangkan peganganku dari tangan Alex.

"Aku hanya ingin membantumu" ucapku. "Jika ingin membantuku lebih baik diam. Setelah aku menceritakannya padamu tidak berarti aku akan mengubah pikiranku tentang berkencan dan tak ada yang berubah antara kau dan aku" Alex memberikan tatapan dinginnya padaku. Tatapan dan perkataannya menusukku. Aku memundurkan langkahku.

"Aku hanya mengatakan apa yang menurutku benar. Dan aku berharap itu dapat mengubah pikiranmu. Setelah melihat ayahmu kemarin, aku merindukan ayahku. Seburuk apapun orang itu dia tetap ayahku."

"Kau mengatakan jika kau merindukan seorang junkie yang bunuh diri didepan keluarganya? Oh ya, kau sangat memiliki hati yang baik" ucap Alex membuat mataku berair. Aku tidak dapat menahan emosiku lagi. Saat ini dia melewati batas. Aku berpikir setelah percakapan kita kemarin akan membuat hubungan ini ke arah yang lebih baik.

Aku mengambil tasku dan melangkahkan kaki menuju pintu tanpa mengatakan apapun. Aku menyeka air mataku yang sudah turun. Menghiraukan Alex yang meneriaki namaku. Okay, dia benar-benar membuatku telat dihari senin. Sekarang aku merasa tidak ingin bekerja.

"Elena," Alex meraih lenganku dan membalikanku menatapnya. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk mengatakannya seperti itu. Aku sedang marah dan..aku mengeluarkan kata yang tidak ingin aku katakan.." ujarnya terlihat putus asa.

"Kau tidak bisa mengatakannya seperti itu, aku tau dia buruk tapi aku tidak ingin orang lain membicarakan ayahku seperti itu" ucapku menatapnya. Air mataku tidak berhenti turun setelah beberapa kali aku mencoba untuk menghentikannya tapi tidak bisa. Dia benar, dia benar mengatakannya, dan itu yang membuatku membencinya.

"Aku tau, aku tau..maafkan aku" ucap Alex meraihku kedalam pelukannya. Aku tidak ingin melihat wajahnya atau bahkan merasakan sentuhannya sekarang. Tetapi, hatiku berkata lain. Aku selalu menginginkannya.

Aku berdiam membiarkannya memelukku, tidak membalas pelukannya. "Ayo kita berangkat, jika kau masih ingin bekerja" ucap Alex melepas pelukannya namun tidak melepas pegangannya pada kedua bahuku.

"Aku akan menyetir mobilku sendiri" ujarku. "Elena" Tangan kanan Alex menyentuh pipiku dan menghapus sisa air mata yang ada dipipiku. "Kita membutuhkan waktu..tidak, aku membutuhkan waktuku sendiri" ucapku menatap Alex.

"Okay, tapi berjanjilah untuk kembali padaku" ucap Alex melepaskan tangannya dari bahuku dan pipiku. Aku tidak mengatakan apapun dan berjalan menuju pintu keluar. Kami menaiki lift yang sama dan berpisah menuju mobil masing-masing.

***

Malam itu aku tidak kembali ke apartemenku. Aku memilih untuk menginap dirumah ibuku. Selain untuk menghindarinya, aku juga merindukan ibuku.

Aku mematikan ponselku setelah mendapatkan beberapa pesan dan panggilan masuk dari Alex. Aku bahkan tidak berniat untuk membacanya.

Keesokan harinya, aku kembali bekerja. Aku melihat dimeja Rylee tidak ada orangnya. Aku mendengar jika dia sedang sakit. Kemarin dia tidak berbicara denganku, dan hari ini aku akan kesepian karena aku tidak memiliki teman lain selain dirinya. Aku akan makan siang sendiri, tidak memiliki teman mengobrol, ya hanya fokus bekerja. Membosankan.

Setelah makan siang diluar dengan beberapa teman kerjaku, Aku kembali ke kantor. Berhadapan dengannya. Alex yang melangkah keluar bersama Natalie dan satu pria yang aku yakini dia adalah asisten Alex. Aku melihat ke arahnya yang sedang berbicara dengan Natalie. Melihat ekspresi wajahnya mereka sedang membicarakan sesuatu yang serius. Pekerjaan.

Aku hampir saja menghentikan langkahku saat mata kita bertemu. Mata abu-abu Alex melirik kearahku. Jika saja egoku tidak setinggi ini aku akan berlari dan memeluknya. Aku tidak tau jika kedekatan kita selama beberapa minggu dapat membuatku merindukannya seperti ini walau aku marah dengannya.

Haruskah aku memaafkannya saja dan kembali seperti sebelumnya.

"Elena, apa kau sudah menyelesaikan dokumen yang aku kirim tadi?" Suara dari salah satu temanku menyadarkanku. "Oh ya, aku akan segera mengirimnya ke mejamu" ucapku dengan senyuman.
"Kau tau, kau pekerja baru yang paling aku sukai. Kerjamu sangat cepat" ujarnya lagi membuatku tersenyum malu. Aku menoleh kebelakang dan melihat Alex sudah keluar dari gedung.

Aku kembali berada dimejaku. Membuka ponselku terlebih dahulu. Menyalakannya yang sejak semalam aku matikan. Aku melihat terdapat pesan baru dari Alex.

"Elena, bisa kau bantu aku sekarang?" Atasanku datang berdiri didepan mejaku. "Oh ya, tentu saja" Aku meletakkan ponselku dan berdiri mengikuti langkah atasanku.

Aku kembali ke apartemenku setelah bekerja. Tidak banyak yang aku lakukan setelah makan malam dan berada dikamarku bersiap untuk tidur. Hari ini aku merasa sangat lelah memiliki banyak tugas yang harus segera diselesaikan.

There You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang