DUAPULUH EMPAT; LEBIH DARI TEMAN

257 48 7
                                    

"Bodoh banget."

      Lagi-lagi, gue menendang nendang udara sambil merengek. Merasa bosan hanya itu umpatan yang terdengar dari satu orang bahkan lebih setelah gue menceritakan semuanya. 

Semua hal yang bikin gue bingung dan uring-uringan.

Kalian pasti ngerti apa maksudnya. 

      Kemudian gue menutupi wajah dengan bantal warna merah khas club bola dari Inggris milik sepupu gue. Iya, lagi-lagi, gue berada di rumah Rendi. Dia lagi nugas di meja belajarnya, sedangkan gue rebahan di ranjangnya. Gue membuka bantal, kini jadi memeluk benda tersebut. 

"Malesnya gue cerita tuh gini deh, Njun. Pasti ujung-ujungnya gue kena umpatan. Dikata-katain lah, gue kan lagi kebingungan, bukannya dikasih pencerahan kek!" sungut gue merasa sebal. 

      Iya, sebelum ke Rendi, waktu di bandara yang Dara kasih screenshot chatnya sama Lucas, temen-temen cewek gue yang ada saat itu kompak bilang gue nggak peka. Padahal bukannya nggak peka, jujur, gue peka banget. Gue tahu Hendery udah aneh akhir-akhir ini, tapi gue lagi mikir aja. Pura-pura gue nggak ngerasain semuanya padahal gue lagi kebingungan sendirian. 

Mereka mana tahu. 

"Pencerahan apalagi sih, Na? Semuanya udah jelas. Lo nya aja yang bikin ribet," sahutnya santai. Bikin gue makin greget mau lempar nih orang pakai bantal.

"Ya menurut kalian jelas, tapi kalian nggak bisa ngerasain kan? Kalo Hendery cuman orang asing gue mungkin nggak bakal mikir sekeras ini, Njun. Dia sahabat gue. Nggak setahun dua tahun, dia udah sama gue belasan tahun!"

"Yaudah sekarang perasaan lo gimana? Lo sekarang lihat Hendery sebagai sahabat yang udah belasan tahun sama lo apa lihat Hendery sebagai cowok yang setahun dua tahun suka sama lo?"

Skak. Mat. 

Gue nggak bisa langsung jawab pertanyaan Rendi. 

"Nikmatin aja lah masa remaja lo, Na. Siapa yang tahu lo sama Hendery di masa depan udah nggak bareng lagi?—

"Njun, nggak gitu!" potong gue cepat. Dalam hati mengucap doa semoga hal itu tidak akan terjadi. 

"Ya misalnya, Sheina. Misalnya. Lo nggak tahu masa depan lo gimana, masa depan gue gimana, masa depan Hendery gimana. Jalanin aja kali, Na. Lo juga suka."

"LAH SIAPA BILANG?!"

"Nggak ada yang bilang, tapi semua cerita lo ngebuktiin kalo lo juga suka. Berhenti sembunyiin dan ngelak kek lo, emangnya nggak capek?"

Hooh weh, capek. 

***

"SAE CASAN GUE JANGAN LO CABUT YA ANJ—

"RICKY JANGAN KASAR SAMA CEWEK!"

      Gue mengangkat wajah dari atas meja, menatap sekitar. Teriakan Ricky barusan yang dibalas oleh suara cempreng Ravisha membuat gue terbangun dari tidur siang. Sedangkan di depan pojok dekat stocontact ada Sae yang lagi ketawa ketawa. 

Pening. 

"BINTANG, TEMPAT PENSIL GUE LO UMPETIN DIMANA HA?!"

SOULMATE [✓]Where stories live. Discover now