DUAPULUH TUJUH; MBAK PACAR

242 53 18
                                    

      Gue menoleh bertepatan pintu supermarket dibuka dan menampilkan cowok yang memakai jaket berwarna hitam tanpa direseleting sehingga menampilkan kaos putihnya. Cowok itu balas menatap gue kemudian mendekat, duduk di samping gue.

"Lu tuh jangan minum soda mulu kenapa," omelnya sambil mengambil botol soda yang gue pegang. Menggantinya dengan memberikan gue satu pack Yakult. 

"Mulu apaan sih Der, orang nggak," sahut gue membantah tapi gue terima juga Yakult dari Hendery. 

"Beneran nggak mau makan?" tanyanya setelah meminum soda milik gue.

"Nggak ah. Berangkat udah makan banyak juga. Masih kenyang," jawab gue sambil membuka plastik dan mengambil sebotol Yakult. Menusuknya dengan sedotan kemudian meminumnya. 

"Yaudah. Minum dulu aja Yakult nya sambil nungguin yang lain pada ngopi ya?"

      Iya, gue sama Hendery lagi ada di depan supermarket yang ada di pinggir jalan. Masih di daerah Bogor. Karena gue ikut rombongan motor, jadi ngikut anak-anak cowok yang nepi buat sekedar ngopi sebelum benar-benar memulai perjalanan yang lumayan jauh. Sebelah supermarket ada warung kopi, tapi gue nggak mau kesana. Banyak asap rokok, gue nggak suka. 

"Lo nggak ikut ngopi, Der?" tanya gue. Cowok itu menggeleng. 

"Kemarin tidur jam berapa emang?" tanya gue lagi. 

"Abis bawa lu ke kamar, gua langsung tidur ke kamar gua. Ngeliat lu tidur bikin gua ikut ngantuk tahu, Na."

"Dih bisa gitu?"

"Ya bisa. Itu buktinya."

"Btw makasih udah digendong sampai kamar," kata gue pelan. Hendery ngelihatin gue terus ketawa pelan.

"Siapa bilang gua gendong? Lu mah gua seret," sahutnya setelah ketawa. Gue berdecih tak percaya. 

"Na!"

"Iya?"

Dia ngeliatin gue serius, "gua boleh minta jawaban sekarang kan?"

Mampus. 

      Gue yang semula ngeliatin dia balik sekarang jadi ngalihin pandangan. Nggak berani membalas tatapannya karena jantung gue tiba-tiba rasanya mau meledak. Walaupun gitu gue bisa ngerasain Hendery masih natap gue dari samping. 

"Sheina," panggilannya bikin jantung gue makin nggak karuan. Mau nggak mau gue harus noleh karena dia udah manggil gue seserius itu. 

"Lihat gua dan jawab. Atau apapun yang mau lu omongin ke gua, tentang perasaan lu, gua bakal dengerin," ujarnya yang lebih menyerupai perintah. Gue merapatkan bibir, kemudian menunduk. Mencoba mengumpulkan semua energi gue yang rasanya ketarik padahal Hendery cuman natap gue. 

Gue ngerti ini apa. 

"Ayo," kata gue singkat setelah mikir beberapa detik. Gue tatap balik matanya. Seolah objek disini cuman ada cowok bersurai hitam yang duduk di depan gue. Seolah gue cuman sama Hendery padahal disini ada banyak manusia berkeliaran. Entah, gue ngerasa, waktu terhenti gitu aja buat kita. 

"Ayo?" tanyanya. Gue mengangguk yakin.

"WOY DERY! NANA!"

      Semuanya kembali seperti semula. Gue kembali merasa bahwa ini di depan supermarket, di depan jalan raya, di tengah keramaian, dan ada panggilan dari orang lain dari warung kopi sebelah. 

"AYO JALAN! ANAK-ANAK UDAH PADA SELESAI NIH!!"

***

Tin tin!!! 

SOULMATE [✓]Where stories live. Discover now