part 3

19.9K 949 2
                                    

______________

****

Acara makan-makan berakhir. Ingin cepat-cepat sampai ke pondok. Gerah terlalu lama di sini.

Belum sempat melangkah keluar, Gus Ilham menahan tanganku, katanya ada hal penting yag mau dibicarakan.

Dengan berat, kaki ini kembali ku seret ke ruang keluarga.

“Gus, Uma sama Abah Zubair mau ngomong penting sama antum. Jadi jangan pulang dulu,” bisik Gus Ilham.

Melirik sekilas, suasana ruang keluarga terlalu formal. Akankah aku selamat malam ini? Wallahu’alam.

“Oh ....”

Yang ditunggu akhirnya datang, Abah Yai, Abah Zubair, Uma, Aisyah, dan ... eummm, satu lagi ... si Tea. Semuanya telah berkumpul di ruang keluarga. Hatiku dag dig dug tak karuan. Apalagi melihat Tea cengar-cengir. Bertambah resah saja hati ini.

Abah Yai membuka percakapan, langsung ke intinya. Benar saja, kedatangan Abah hari ini bukan hanya memenuhi undangan Abah Zubair. Melainkan, menambah surat undangan punyaku dan Tea.

Kalian pasti penasaran, kan? Apa yang dibilang Abah tadi. Jadi begini ....

Dua tahun yang lalu ....

“Zai, sini duduk! Umi mau ngomong, penting.” Umi melambai ke arah ku, kebetulan hari itu aku di rumah. Libur pesantren, jadi izin pulang, rindu Umi sama Abi.

“Ada apa Mi?” tanyaku senapsaran melihat sudut bibir Umi tertarik ke atas.

“Umi mau nanya Zai. Udah punya calon mantu belum? Buat Abi sama Umi.”

Bengong, serius gaiss. Mantu dari mane? Mendadak hening.

“Belum ada Mi,” tuturku pada Umi.

“Umi punya Zai,” sahut Umi kegirangan. Umi lantas mengambil beberapa lembar foto akhwat yang tergeletak di atas meja.
Kemudian menunjukkan satu-persatu kepadaku. Aku hanya mengikuti titah Umi, tidak berani melawan. Anak sholeh pan.

“Ini Mi, saha?”

Aku menunjuk salah satu foto akhwat.

“Oh ... itu, Buk dokter Zai," terang Umi.

Aku hanya menaikkan sebelah alis, mengerutkan kening. Sungguh pening kepala ku.

“Lulusan pesantren mana, Mi?” Aku lanjut mengintrogasi. Ah ... sudah seperti polisi saja.

“Lupa Zai, nanti Umi tanyakan.”

“Gak cocok, Mi. Lupakan!”

Aku melirik foto selanjutnya, buk ibuk nyari jodoh untuk bujangnya, susah juga ternyata gaiss. Ribet ya Allah. Umi tipe orang yang sangat pemilih, apalagi Abi, dan aku. Terlebih Sangat-sangat pemilih.

“Ini?” Umi menyodorkan lembar selanjutnya.

“Terlalu lebay Mi, fotonya,” dalihku mencari celah untuk menolak. Jujur, hati ini kurang tertarik. Sampai sekarang belum menemukan tempat berlabuh yang pas.

“Ini?”

“Gak Mi ....”

“Ini?”

“Sama aja Mi.”

“Terus?”

“Terus apanya Mi?”

“Ini jangan, itu jangan, terus kamu mau nikah sama siapa?”

“Perempuan Mi,” sahutku dengan wajah tak berdosa.

“Mi, Zai pengen punya istri yang bisa masak, mengerti Agama, dan penurut. Zai enggak perlu yang terlalu cantik, punya titel tinggi, atau apapun itu,” terangku panjang lebar. Semoga saja Umi mau mengerti perasaanku.

“Anak Umi ... sudah pandai memilih rupanya.”

“Gimana dengan Jingga? Anaknya baik, pinter masak juga. Tapi ... dia masih di bawah umur Zai.”
Raut wajah Umi tampak kecewa.

Lailahaillallah, Umi punya banyak stok akhwat rupanya. Dan Jingga, siapa lagi itu?

“Acara nyari jodohnya dilanjut besok aja ya, Mi? Zai  capek. Atau kalau perlu anak Umi, tak daftar di take me out. Biar cepat dapat jodoh.”
Aku berlalu meninggalkan Umi sendirian.

“Zai, sama Jingga aja, ya? Umi suka sama dia. Tapi kamu harus menunggu dua tahun lagi. Abi juga setuju.”

Umi sangat senang ketika berbicara soal bini. Aku masih muda Mi, lailahaillallah.

“Zai nurut apa kata Umi.”

Jika pilihan Umi adalah Jingga. Lalu, kenapa harus capek-capek nyari yang lain. Buk ibuk emang demennya yang begituan.

Sungguh, aku tidak tahu-menahu soal Jingga, tapi aku yakin pilihan Umi tak pernah salah.
Semudah itu mencari jodoh?

***

Perkataan Umi dua Minggu yang lalu  teryanta bukan main-main. Begitupun dengan Abi, beliau begitu mendukung pilihan Umi. Lagi pula, Jingga anak sahabat Abi, Abah Zubair.

Sayangnya, Jingga masih di bawah umur sekarang. Begitupun denganku, umur sudah 25, masih termasuk di bawah umur enggak gaiss? Jika diharuskan menunggu, aku harus menikah di usia 27. Bukan masalah serius, yang jadi masalah sekarang. Jingga, Kenapa aku tidak mengenalnya? Ah ... ku kira lebih baik kenal setelah akad. Lebih romantis uhuyyy, eukhmm ....

GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora