part 33

7.5K 463 100
                                    

"AL-KAFF?"

Pekikan Jingga membuatku tersentak kaget. Begitu membuka mata, Jingga tak lagi di atas ranjang melainkan sudah berpindah ke depan pintu. Dia kembali menangis sesenggukan.

Aku mendekat dan mendapati Jingga sudah bersimpuh di atas lantai. Oh ya Allah ....

Itu anakku, Al.
Segera aku menggendongnya. Melihat Jingga tidak begitu kuat bahkan hanya sekedar menggendong Al. Untuk berdiri saja ia sudah kesusahan.

"Sejak kapan Al di sini, Ning?" tanyaku padanya.

"Sepertinya baru saja, Gus."

"Tunggu di sini. Aku akan membawa Al masuk. Jaga dia sebentar."

"Baik Gus."

Dengan cepat aku membawa Al masuk dan meletakkan di atas ranjang. Melihat Jingga menahan sakit, membuatku seketika meringis. Aku segera memapahnya agar kembali masuk.

"Tunggu di sini. Jangan kemana-mana dulu, okey?"

Aku segera berlarian menyusuri lorong rumah sakit yang terlihat sepi dan menyeramkan. Untuk sesaat kutepis rasa takut itu. Jika aku cepat, pelakunya pasti akan tertangkap.

Siapa yang berani mengaduk-aduk emosiku? Mereka memang perlu diberi pelajaran agar sadar.

Sampai di lorong paling ujung. Lorong yang pas sekali menuju kamar. Aku sempat melihatnya tadi sore. Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, namun tak kutemukan tanda-tanda keberadaan seseorang di sana. Sekitar rumah sakit juga sudah terlihat sepi, mengingat ini sudah hampir pagi. Mana mungkin ada orang yang berkeliaran di jam seperti ini.

Aku memilih untuk kembali dengan harapan kosong.

"Gimana Gus?" tanya Jingga saat aku sudah memasuki ruang inapnya.

Aku menggeleng pasrah."Enggak ada apa-apa, Ning."

"Liat deh Gus. Baby Al gemesin banget. Dari tadi ngisap jempol aku terus," keluhnya pelan.

Aku tersenyum melihat tingkah ibu muda di hadapanku saat ini. Ia terlihat bingung harus berbuat apa dengan baby Al yang sejak tadi mengisap jempolnya.

"Mungkin dia lapar Ning," sahutku tak kalah bingung dengannya. "Seharian pisah dari ibunya terus," lanjutku sembari menarik nafas dalam-dalam dan menghembusnya perlahan.

Hening.

Kami sama-sama terdiam. Larut dengan pikiran masing-masing.
Jingga? Entah apa yang sedang dipikirkannya. Sedangkan aku, masih was-was dengan pesan singkat yang kuterima beberapa menit setelah hilangnya Al.

Aku yakin. Ini bagaikan bom waktu, yang akan meledak di saat mereka menginginkannya.

Berbagai kejadian janggal kami alami. Namun Jingga lebih memilih sikap bodo amat. Jelas berbeda denganku, bau-bau mesiu sudah gencar mereka cipratkan di luar sana.

"Gus bener. Al seperti tengah kelaparan. Apa yang aku lakukan?"

Pertanyaan Jingga membuatku terperangah tak percaya. Segitu polosnya kah dia?

"Dikasih makanlah, Ning."

Jingga terlihat berpikir. "Bayi baru lahir mana boleh dikasih makan, Gus."

Benar juga apa katanya. Tapi bukan makan beneran maksudku. "Dikasih ASI, Ning."

"Ah, iya Gus. Ning lupa."

Aku menatapnya lama. "Dokter tidak salah mengoperasimu, kan?" tanyaku penuh selidik.

"Maksudnya?"

GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order) Where stories live. Discover now