part 5

16.8K 938 17
                                    

#Gus_Zaidan

Kali ini Gus lebih serius daripada biasanya. Mohon dukungannya reader setia agar pernikahan segera dipercepat!

Part ini gak ada edisi gaje. Yang gak suka langsung skip. Serius.

-----

Karena buru-buru ke kamar mandi. Jadi, tak sempat memperhatikan keadaan sekitar. Setelah itu, aku kembali ke ruang tamu, tempat berlangsungnya acara. Abah langsung memperkenalkan wanita di sampingnya. Dan ternyata ... dia adalah gadis yang akan kunikahi kelak. Sungguh miris, bukan?

Bagaimana tidak? Wanita yang berpapasan di pintu masuk tadi adalah dia. Parahnya dia adalah pengirim chat misterius beberapa hari yang lalu, dan itupun aku menegurnya. Sekali lagi, ambyar....

Krenyes ... nyess ... rasanya.

Bagaimana malunya aku?

Tidak terlalu.

Aku gentleman.

Hal yang paling mengganjal, kenapa aku harus mengeluarkan fatwa mengerikan 'siapa yang mau nikah sama kamu?’ bayangkan! Bantulah hamba-Mu ya Rabb.

Aku hanya menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

Di ujung sana, Jingga menatap dengan tatapan sulit diartikan. Dan ujung-ujungnya adalah tersenyum cengengesan. Lagian, Umi terlalu buru-buru. Alhasil, aku belum sempat mengenal calon istri sendiri. Ck! Siti Nurbaya versi El Zaidan Mubarrak. Allahuu ...

“Aku yang terlalu gugup atau dia yang terlalu cantik?”

“Astaghfirullah, Gus. Ente ngomong apa barusan?”

“Sstttt ... Ente berisik,” ucapku setengah berbisik.

Sontak semua mata tertuju ke arah kami berdua.

Krik ... krik ... krik.

Gus Rofiq bersuara dengan lantangnya. Padahal aku hanya bergumam. Masih juga terdengar olehnya. Segera kubekap mulut embernya sebelum bocor dan tumpah kemana-mana.

“Jaga pandangan, Gus! Ente belom halal,” titah Rofiq tak lagi meninggikan suara.

“Ane tau Fiq, antum jangan sembarang ngomong!” sahutku tak mau kalah.

“Ente banyak modusnya, Gus. Ane kagak percaya,” pungkas Gus Rofiq. Kami masih adu mulut.

“Modus apaan, Gus? Ane Kagak pernah modusin anak orang.”

“Antum berdua sangat berisik dari tadi.”

Gus Ilham ikut menimpali. Rasanya seperti ditegur langsung oleh Abah Kyai.Selalu menjadi penengah antara Gus Rofiq dan aku. Kepribadiannya yang pendiam seringkali menimbulkan kejenuhan. Gus Ilham dikenal dengan sifat diam dan cueknya. Sedangkan, aku dan Rofiq dikenal dengan sifat hiperaktif, dan tukang rusuh.

Tidak buruk juga.

Biarpun jadi tukang rusuh, catat! Masih dalam batas normal dan tidak melanggar aturan pesantren.

Alhamdulillah, satu masalah selesai. Kami sekeluarga besar langsung kembali ke rumah.
Pernikahan tentunya tidak dilaksanakan sekarang. Jingga masih di bawah umur. Acara lamaran dilakukan sebagai penanda.

Untuk akad nikah, akan dilangsungkan setelah Jingga lulus dari pesantren. Tepatnya dua tahun lagi. Lama sekali, bukan?
Sejak itulah kami tidak pernah berkomunikasi lagi.

Dua tahun kemudian ....

Jika ada yang bertanya. Adakah laki-laki yang lupa dengan calon istrinya sendiri?

Jawabannya ada, aku.

Dua tahun bukan waktu yang sedikit untuk mengingat banyak hal. Belum lagi mengulang kembali hafalan Alfiah. Tenggelam dikau Jingga dengan Alfiahku.

Kami juga dilarang untuk berkhalwat dan Jingga dilarang membawa android ke pondok.

Dan yah, seperti yang kalian belum ketahui. Abah memintaku untuk segera menikahi anak bungsunya.

Tidak terpaksa.

Aku mengiyakan permintaan Abah.

Akad akan dilaksanakan tiga bulan lagi.
Itupun harus menunggu Aisyah dengan Gus Ilham akad duluan.

Hasil akhir, kami yang selalu mundur. Baiklah tidak masalah bagiku. Tapi Umi, sibuk pengen nimang cucu.

“Zai, tetangga sebelah udah nimang cucu kelima loh.”

Tak bosan Umi setiap hari membicarakan masalah cucu.

“Iya, Mi. Nanti Zai kasih Umi sepuluh. Kalau Umi mau.”

“Satu aja belum sanggup Zai kasih. Udah buat janji mau kasih sepuluh.”

Ah ... Umi manis sekali. Sekali bersua langsung membungkam mulut anakmu yang ganteng ini. Astaghfirullah Gus.

“Aisyah kapan akadnya?” Umi lanjut bertanya.

“Tiga bulan lagi, Mi,” sahutku sembari menyambar segelas air putih di atas meja.

“Tiga bulan ditambah masa senggang, dan masa kehamilan. Kurang lebih Umi harus bersabar satu tahun setengah lagi kalau ada rezeki. Buruan Zai!”

“Uhukkk—“

Aku tersedat. Benar-benar tak menyangka Umi sampai mengira-ngira sejauh ini. Umi sungguh tidak sabaran.

“Umi, Zai balik ke pondok sekarang, ya? Assalamualaikum.”

Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lebih lanjut. Ada baiknya aku segera balik ke pondok. Umi ... ya Salam.

“Waalaikumsalam,” sahut Umi dengan wajah kebingungan. Ah ... sudahlah. Lagian Umi ada-ada saja.

Bersambung ....

Vote dan komen jangan lupa disertakan jika sayang penulis terimakasih

GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order) Where stories live. Discover now