part 23

9.4K 514 29
                                    

-----

"Tapi, kan ...."

"Enggak ada tapi-tapian. Tidur Gus."

Jingga menarik tanganku untuk segera berbaring di sampingnya dengan tangan kiri menepuk bantal. "Sini Gus," ajaknya tapi kuhiraukan.

Tanpa aba-aba aku langsung berbalik dan memerangkapnya dengan kedua tanganku di atas ranjang.

Tidak ada yang namanya lock down untuk suami istri. Seringaiku muncul tanpa diminta.

Dia hanya terpekik kaget dengan gerakan tiba-tiba yang kulakukan namun tidak juga memberontak. Baguslah.

Cukup lama aku terdiam, meneliti keseluruhan binar wajah yang mampu membiusku setiap saat.

Sungguh indah ciptaan Tuhan, andaikan air laut dijadikan tinta pasti tidak akan cukup untuk menuliskan betapa besar nikmatnya.

Dinginnya malam telah tergantikan dengan kehangatan yang tak dapat kujelaskan. Kami berdua larut dalam keheningan malam dan untuk sejenak melupakan dunia hingga memasuki dunia mimpi.

=======

Kicauan burung menjadi melodi indah di pagi hari. Banyak hal yang tidak bisa dilakukan. Lock down atau apapun itu, membuat ruang gerak kita terbatas. Namun keluh kesah cukup simpan saja di dalam benak biarkan ia mengembang dengan sendirinya karena itu yang terbaik.

Keadaan dunia sekarang tidak setenang dulu. Pengab, terasa mencekam dan kalang kabut.

Bukan hanya Indonesia yang merasa demikian. Seluruh dunia, seluruh dunia merasakan hal yang sama.

Sekarat tidak ada yang peduli.
Sakit tidak ada lagi yang mengobati. Dan mati siapa yang mau mengebumi?

Alih-alih bersama melawan musibah yang melanda  dengan mirisnya ada yang lebih tak berperikemanusiaan dengan lantangnya menentang keras agar jasad yang terinfeksi virus tidak dikebumikan di tempat mereka dengan dalih yang lain akan terpapar.

Demi Allah!
Mereka adalah pahlawan.
Jangan sampai murka Tuhan sampai padamu karena menolak jasad yang hendak dikebumikan.

Musibah datangnya dari Tuhan akan Dia berikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Andai ajal telah datang pada masanya, akan putus segala kesombongan yang telah kamu perbuat di dunia ini.

Melihat berita jenazah yang terpapar wabah ditolak mentah-mentah oleh masyarakat membuatku meradang.

Dimanakah hati nurani mereka?
Nauzubillah.

Segera kupindahkan chanel TV. Menonton acara yang membuat mood kembali baik di pagi hari, boxing.

Seakan menikmati setiap gerakan. Iris gelap ini tak mau berpindah sedetikpun dari layar kaca. Tak lama Jingga datang dengan secangkir teh ditangannya.

Jingga ikut menikmati setiap gerakan yang disajikan sesekali merasa ngilu menyaksikan pertandingan sengit dan adu jotos seolah tak berkesudahan. Hingga babak berakhir, cukup mengecewakan ronde pertama langsung kalah telak.

"Udah berapa ronde?" tanya Jingga mengalihkan atensiku.

"Ronde pertama," sahutku dengan nada kecewa. Jagoanku kalah telak.

Jingga tersenyum geli melihat ekspresiku. "Cukup mengecewakan," tandasnya. Menyudahi perbincangan
dengan secangkir teh membasahi kerongkongannya.

"Ya, seperti yang Gus rasakan."

Aku berlalu meninggalkannya menuju dapur. Jingga tampak mengerutkan kening meresapi setiap kalimat yang kulontarkan barusan. Personifikasi, begitulah aku memaknainya.

GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order) Where stories live. Discover now