Gus Zaidan S2 (Part 1)

10.7K 509 41
                                    

Alhamdulillah janji tertunaikan satu. Tinggal satu lagi yang belum tertunaikan.

Bagi yang suka horor. Jangan lupa mampir ya di cerbung baru "Nelayan."

Oke lanjut 👌

------

"Gus bantuin bentar!" Suara cempreng Jingga terdengar dari arah dapur.

Sedang merengek rupanya.

Aku yang baru selesai shalat Shubuh segera menghampirinya. "Ada Ning? Pagi-pagi udah teriak-teriak?"

Ia menyodorkan Al yang sedang duduk manis dalam gendongannya. "Ini."

Aku mengacuhkan. "Ini apa?" tanyaku pura-pura tidak tau.

"Gussss ...."

Ia semakin merengek.
Emak-emak kalah sama anak kecil.

"Apa? Kurang keras ... enggak kedengaran Ning." Aku semakin gencar menggodanya.

Ia tersenyum. Raut wajahnya jelas sedang menahan kesal. "Gus Ning mau masak. Jagain Al bentar ya?!" Suaranya melembut. Nah, beginikan enak di dengar.

"Al dari tadi nempel terus. Enggak mau jauh-jauh dari Umi nak ya."

Al menggeleng ketika aku menyodorkan kedua tangan untuk mengambilnya. "Sini sama Abi."

"Mau ya sama Abi?!" Jingga membujuknya.

Al tetap menggeleng. "Miii ...." rengekan khas anak berumur 1 tahun. Al sudah berusia 1 tahun sekarang. Cepat sekali rasanya waktu berlalu.

"Gus aja yang masak ya?" tawar Jingga membuatku berjengit. Aku bisa memasak, tapi bukan menu sesulit rendang, sayur lodeh dan sambal teri.

"Bisa. Tapi kalau gosong jangan nangis ya?!"

Jingga menghela nafas pendek. "Yasudah. Gus bujuk Al biar dia mau digendong sama Gus."

"Gampang." Aku langsung mengambil Al dengan paksa. Ia sedikit merengek namun tidak lama.

"Masyak yang enak ya Umi. Al dalan-dalan dulu."

Segera aku membawa Al ke taman belakang agar tidak menangis minta digendong Uminya. Makin lengket aja mereka berdua. Bapaknya tak dianggap.

"Guss?"

Belum sempat punggung mendarat di kursi suara cempreng Jingga terdengar lagi. Aku bangkit dengan Al dalam gendongan.

"Kenapa Ning?" tanyaku.

"Umi jadi ke sini?" Kupikir hal yang serius. Ternyata ia menanyakan Umi.

"Kurang tau. Kenapa?"

"Kalau Umi sama Abi berkunjung. Ning harus masak banyak dan enak. Kan mertua ya datang." Ia mengulas senyum.

Aku memalingkan wajah ke arah lain dan melangkah ke luar dari dapur. Lalu berbalik, "Pencitraan!"

Jingga menatapku sengit. "Ih ... beneran Gus. Ada atau enggak?" Beruntung aku tidak di lempar dengan spatula.

Menantu pencitraan.

"Sepertinya enggak tuh."

Aku kembali ke taman belakang. Udara pagi membuat suasana begitu menenangkan.

Beningnya embun pagi, sinar matahari yang baru terbit.

Semua ciptaan Tuhan memang sempurna. Tidak ada alasan untuk tidak bersyukur atas nikmat-Nya.

Kicauan burung-burung di ranting cemara membuat suasana bertambah jernih. Inilah kehidupan.

Allah menciptakan gelap agar manusia bisa beristirahat di malam hari. Lalu menciptakan terang agar indahnya dunia dapat dinikmati.

GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order) Where stories live. Discover now