part : 24

8.6K 522 45
                                    


Lama bergelut dengan pikiran sendiri akhirnya kuputuskan untuk keluar. Semoga saja tak terjadi seperti yang kupikirkan. Mereka terlihat sangat akrab dan sesekali tertawa renyah dengan perbincangannya.

Aku terlarut dalam pikiran yang mengambang bebas. Sibuk menduga-duga apa yang selanjutnya akan terjadi. Terlebih Jingga tidak pernah menyinggung soal mantan. Bagaimana reaksinya jika mengetahui bahwa suaminya adalah mantan sahabat sendiri? Entahlah.

Jingga melambai ke arahku hingga lamunan tentang prasangka buruk dengan sendirinya. "Gus, ngapain bengong di situ?"

Selaras dengan lambaian Jingga, Kayla juga ikut menatap lurus kearahku.

Persekian detik seolah masa lalu berputar di tempat yang sama. Kayla melebarkan matanya, binar matanya menyiratkan keterkejutan yang sangat besar. Namun semua kuhiraukan. Melangkah dengan mantap menuju tempat di mana istriku duduk dengan tenang. Hanya binar bahagia yang terpancar jelas di manik matanya.

Jangan menatapku Kayla! Seolah-olah aku yang telah meninggalkanmu.

Jujur aku tidak nyaman dengan pandangannya. Terlebih dalam jarak yang tak lumayan jauh. Tak paham kah dia bagaimana kodrat dan etika, bagaimana seorang wanita harus bertingkah di hadapan laki-laki?

Bukankah katamu ingin memperdalam ilmu agama lebih jauh?

Lalu apa artinya tatapan menyiratkan penyesalan itu?

Aku sangat-sangat bisa merasakannya biarpun kami hanya bersitatap meskipun tidak lama.

Aku pria beristri dan Jingga adalah jantung rumah ini. Taukan apa artinya jantung? Sekali berhenti berdetak maka organ lain tidak akan berarti sama sekali. Begitulah Jingga bagiku. Jantung rumah adalah seorang istri.

Perlahan aku mendekat ke arah Jingga dan meninggalkan kecupan di puncak kepalanya. Seharusnya itu cukup menegaskan bahwa tidak ada lagi perempuan lain selain Jingga.

"Gus, malu atuh di depan tamu." Jingga tersentak kaget kegiatan yang kulakukan barusan sontak ia merona. Binar matanya menatapku seolah menuntut penjelasan. Wajar saja jika ia keheranan dikarenakan aku jarang sekali bermesraan di luar kamar. Hanya sebuah kecupan di kepala seharusnya tidak terhitung mesra, kan?

"Nothing," sahutku berlagak sok keren. Lumayan juga, siapa tahu dibalik kesuksesanku ada mantan yang sedang menyesal.

Perbincangan seputar wanita membuatku mati rasa di tempat.
Seperti berputar-putar di tempat yang sama. Sangat membosankan untuk diikuti. Perbincangan yang minim faedah. Sama halnya dengan pertanyaan yang dilontarkan Kayla.

"Rencana ingin punya berapa anak?"

Hah! Yang benar saja. Kalau Jingga mau, 12 anak sekaligus aku masih sanggup. Biar pas main bola enggak perlu nyari orang luar.

"12," sahutku mendapat lirikan tajam dari Jingga.

Jingga ingin menyahut namun tertahan dengan pertanyaan Kayla selanjutnya. "Kapan rencana pindah ke rumah sendiri, Ning?"

Kapanpun aku mau.

Jingga hendak menjawab. Tanpa jeda aku menyambar terlebih dulu, "Rumah sedang di renovasi. Ngecat ulang, karna Jingga sangat tertarik dengan pink. Seluruh isi rumah di cat kembali. Dan beberapa perabotan masih belum terisi penuh."

Aku sangat yakin sekarang ini Kayla sangat kepanasan. Sifat dan tingkah lakunya sudah sangat aku ketahui. Terlebih lagi dia sangat mudah terprovokasi.

"Oh, ya. Baguslah. Semoga cepat lahiran agar suasana rumah tidak sepi," lanjutnya melempar senyum masam kearahku.

"Aamiin. Makasih Kay." Jingga angkat bicara. Entah kenapa melihat wajah perempuan di hadapanku sekarang tak mengenakkan sama sekali.

Sentimen kali aku dengan perempuan ini.

"Minggu depan acara tujuh bulanan anak kami. Jangan lupa datang ya, Kay?!" Jingga terlihat antusias mengatakan hal tersebut. Berbeda dengan Kayla yang terlihat biasa saja. Bahkan tak raut wajah ikhlas di dalam sana.

Gak usah datang sekalian.

"Insyaallah, Ning. Nanti ana usahakan. Kalau gitu pamit dulu, ya?!"

"Hati-hati, Mi."

======

Sebenarnya aku kurang yakin untuk mengadakan acara tujuh bulanan Jingga. Mengingat kondisi sekarang yang begitu memprihatinkan, sesuai adat anak pertama harus diadakan tujuh bulanan tersebut. Mau tidak mau harus diadakan. Namun hanya keluarga besar saja yang hadir tidak termasuk orang luar.

Segala keperluan aku yang mengurus. Rencananya acara akan diadakan di kediaman mertuaku. Hanya khusus keluarga besar yang hadir, ya kecuali ....

Langkahku terus menuju halaman belakang rumah. Lebih tepatnya mencari Jingga, HP-ku menghilangkan. Seingatku benda itu tergeletak begitu saja di atas nakas semalam. Tak usah keliling komplek untuk menemukannya. Jingga sudah ada di hadapanku, membelakangi lebih tepatnya.

Aku menepuk bahunya pelan. "Ning?"

"Eh, Gus?! Kenapa?"

"Liat HP Gus enggak?"

Jingga tampak lebih santai tidak memperlihatkan ekspresi kaget karena tiba-tiba aku sudah berada di belakangnya. "Ini, Gus. Tadi Ning pakek buat ngehubungin Kayla. Soalnya punya ana lagi ngecas."

"Oh."

Jingga mengernyit heran. Mungkin tidak biasanya ia melihat sifat cuekku barusan. Setelah menyambar ponsel aku bergegas kembali masuk lewat pintu belakang. Enggak peka kah dia bahwa aku sedang jengkel? Mengapa semua hal dalam hidupku harus berhubungan dengan wanita itu?

Rasanya menyesakkan.

Kenapa tentangnya selalu menyakitkan untuk di dengar?

Tak ada gunanya terus terus terlibat dengan emosi yang sama. Pelan rasa sesak yang menghimpit dada memudar. Meninggalkan sisa keraguan yang teronggok tak berdaya. Entah apa yang akan terjadi bila setiap hari harus berdekatan dengannya?

Getaran di tanganku seketika memecah lamunan yang tercipta makin meninggi.

Kulihat pesan masuk dari nomor tak dikenal. Siapa lagi ini?

"Assalamualaikum, Gus."

Tak berminat untuk membalas pesan darinya hanya ku-read saja. Sangat malas meskipun hanya untuk sekedar basa-basi.

"Gus?"

Sekali lagi ia mengirimkan pesan. Dari yang kulihat gambar di profil WA-nya adalah seorang wanita. Ya, sepertinya ini adalah seorang wanita. Tidak tahukah dia aku adalah pria beristri dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah.

"Kenapa chat saya enggak di balas?"

"Memangnya seberapa penting chat-mu untuk saya balas?"

Tidak mengirim pesan ke sembarangan orang itu juga termasuk salah satu hal yang ingin kukatakan.

Dasar menyebalkan?!

Hayuk gais tebak kira-kira siapa yang ngirim pesan?













GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order) Where stories live. Discover now