part 10

15.2K 767 19
                                    

#Gus_Zaidan

Bagian 10

Penulis, Bapak ayam (Gilhan)

“Mandi dulu, udah sore!” titahku padanya. Berupaya sekeras mungkin meminimalisir degub jantung. “Gus, keluar dulu.”

Jingga masih terdiam di tepi ranjang. Aku segera beranjak pergi, jika di sini terus, bisa kebablasan sore-sore.

“Kemana? Ketemu Fai---“

Aku sungguh tau apa yang dia pikirkan sekarang. Ketika berbicara dengan Gus Rofiq di depan pintu, sempat kulihat Jingga mencuri-curi dengar pembicaraan kami.

Buru-buru aku memotong perkataannya agar dia tidak salah paham. “Abah sudah pulang.”

Detik berikutnya dia tersenyum lebar, wanita ini sungguh mudah ditebak.

Selepas kepergianku dia jingkrak-jingkrak kegirangan. Gus serba tahu. Bagaimana tidak tahu? Lah orangnya masih di depan pintu.

Aku melongok ke dalam, Jingga menghentikan aksinya, memutar bola mata kesegala arah.

“Awas! Jangan sampai runtuh rumah Abah.”
Setelah berucap demikian aku beranjak pergi. Tidak tahu bagaimana ekspresi Jingga saat ini.

Bergegas aku keluar rumah dengan perasaan tak karuan.

....

Seperti biasanya, jika Abah pulang aku sudah siap siaga di depan komplek. Menyambut kedatangan beliau, santri putra juga bergegas mendekati Abah dan menciumi punggung tangannya penuh takzim.

Abah adalah panutan kami, selalu bersikap lembut dan bijaksana sekalipun terhadap mereka yang berbuat salah. Semenjak mondok di sini, belum pernah kulihat Abah mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan.

“Abah, Sehat?” tanyaku seraya membimbing Abah berjalan.

Abah sudah terlalu lemah untuk bepergian, setiap kali beliau pergi, harus didampingi. Dulu, kami betiga selalu bergantian menemani Abah. Untuk sekarang, aku belum tahu, masih bisa selalu bersama Abah atau tidak.

“Alhamdulillah, selama masih panjang umur, Abah baik-baik saja. Njenengan balik ke pondok, ndak berkabar dulu sama Abah toh?”

“Nggih, Bah. Nuhun, ndak berkabar terlebih dulu!”

“Abi, Umi, piye kabare?”

“Alhamdulilah, Bah.”

Percakapan singkat antara aku dan Abah belum berakhir sampai di situ. Seminggu tidak melihat Abah, rasanya sudah setahun. Begitu besarnya cinta kepada  zuriyah Rasulullah. Tidak juga mendahului sang Khaliq.
....

Setelah berkelana seharian, masih ada yang satu yang terlewatkan.

Malam Jumat ini gaiss.

Oh ... tidak masalah, sudah ada yang menemani melaksanakan ibadah Sunnah Rasul sekarang. Mueehehe ....

Tertawa jahat.

Ba'da Magrib seperti biasa, wirit bersama Abah di mushalla. Abah menunjukku sebagai imam shalat sekaligus memimpin wirit.
Katanya sesekali tidak apa-apa.

Ba'da wirit tak lupa juga diisi dengan ceramah singkat. Biarpun singkat, cukup untuk menguras air mata para santri. Bagaimana tidak? Masih segar dalam ingatan bagaimana Abah pernah bercerita tentang sahabat Rasulullah yang jenazahnya dilindungi lebah. Bergetar jiwaku mendengar cerita dari Abah kala itu. Di saat kami berdua di surau.

Malam ini aku ingin mengulang kembali cerita pahit itu.

Perang Badar baru saja selesai, balas dendam sudah berkobar di hati kaum Quraisy hingga terjadilah perang Uhud. Bahkan tidak hanya pemuda yang turut dalam perang ini ... melainkan para kaum hawa juga ikut serta. Beberapa orang  diantaranya adalah Hindun, Sulafah, Raithah, Thalhah beserta tiga anak laki-lakinya.

GUS ZAIDAN (Mahabbah cinta Gus) Selesai✓ (Open Pre Order) Where stories live. Discover now