💞 Untuk yang terakhir kalinya 💞

1.2K 80 4
                                    

Gadis bertopi telinga mickey itu pulang kerumah dengan senyum merekah, mengantongi fakta setengah keberhasilan membalaskan dendam pribadi perihal perasaan pada sang guru setelah apa yang mereka lalui hari ini membuat keduanya larut dalam tawa di penghujung perpisahan yang akan menjadi salah satu kenangan terindah tersimpan apik di salah satu rak ingatan.

Dengan langkah ringan si gadis memasuki rumah, tak lepas dari lengkungan manis yang memaksa cacat wajah menawannya muncul kepermukaan dan berbangga hati karena misinya sudah berjalan mulus, hanya tinggal menunggu beberapa hari lagi dengan sedikit bumbu kenakalan remaja yang ia miliki membuat gurunya semakin tak bisa lepas dari lingkaran nya.

Namun kala langkah terhenti, lesung menawan itu pun kembali bersembunyi, agaknya takut akan eksistensi yang lebih tua sedang berkumpul dengan air muka serius.

Tungkai yang tadi melangkah ringan terhenti tepat di bawah lampu gantung dengan pendar menyinari seluruh ruang tamu yang di isi, bagaimana cara gadis itu menyebutnya? Para tetua?

Antara marah dan sedih, terlihat berebut tempat pada raut wajah tegas papa nya dan wajah elegan mama nya, sedangkan sang kakek, oh tidak, jangan lagi, gadis itu sadar betul dengan memori yang masih utuh menari-nari di dalam kepala, memaksa untuk meyakini asumsi yang ia buat.

Seperti biasa.

Senyuman itu selalu muncul bersamaan dengan mimpi buruk, dan bertambah buruk ketika bi Ana datang dari arah dapur membawa kudapan untuk di santap para tetua dengan raut wajah sedih yang mutlak, maka Chaeyoung sudah mengambil kesimpulan.

Asumsinya benar.

Tapi siapa kali ini? Bahkan Chaeyoung tidak merasa telah membuat masalah dengan guru manapun di sekolah.

Kecuali..

Chaeyoung memperhatikan bi Ana penuh harap, seakan meminta jawaban dari raut wajah yang sudah jelas menggambarkan kesedihan yang tak bisa di sembunyikan. Membuat perhatian Chaeyoung kembali terarah kepada ketiga tetua yang kini telah menatap,

Marah padanya?

💞

Seokjin tahu apa yang ia lakukan bersama muridnya itu tidak membantunya sedikitpun dari melupakan perasaan nya yang salah.

Tapi mau bagaimana lagi, rasanya pria berbahu lebar itu tak bisa lepas dari sang murid, ia hanya ingin berada dekat dengan gadis itu apapun yang terjadi.

Dan saat jauh, ia malah merindu.

Seokjin gila.

Namun mengingat ia tak boleh semakin menaruh perasaan lebih membuat helaan napas kecewa keluar melewati bibir penuhnya.

Ada sebuah keyakinan, menjauh dari murid itu jelas tidak mudah, karena baik logika dan hatinya berada di jalan yang berbeda.

Dengan langkah gontai, pria itu memasuki huniannya, namun sedikit terkejut setelah mendapati pintu rumah tak terkunci.

Seokjin ingat sekali kalau ia tidak pernah lupa untuk mengunci pintu rumahnya sendiri, masuk dengan langkah tergesa dan tatapan awas, takut-takut apakah rumah sederhana yang ia beli dari hasil keringatnya sendiri itu mengalami kemalingan? Jika iya, maka itu akan menjadi kemalangan untuknya.

Setelah berhasil masuk, entah Seokjin bisa menghembuskan napas lega atau tidak, lega karena rumahnya tak kemalingan dan ia tak kemalangan, namun tak bisa selega itu juga setelah mendapati Nyonya Kim duduk bak penguasa di sopa ruang tengah dengan tv yang menyala namun dengan volume kecil, bahkan Seokjin yang sudah berada di hadapan mamanya pun tak sadar jika benda persegi panjang tipis itu menyala sebelum mamanya mengarahkan remote untuk melenyapkan gambar bergerak di balik layar yang menjadi atensi Seokjin sesaat, setelah itu kembali memperhatikan yang lebih tua dengan raut wajah panik.

My Pedopil Teacher ✔Onde as histórias ganham vida. Descobre agora