Empatbelas

7.4K 989 262
                                    

"Seokjin, aku-"

"Amy, maaf. Aku sedang sibuk. Aku tutup ya. Bye!"

PIP




Seokjin langsung memutuskan sambungan teleponnya. Sudah dua hari ini Amy terus menghubunginya dan selama itu juga Seokjin selalu beralasan sibuk. Tidak, sibuk bukan alasannya karena dia memang sibuk. Sejak melihat Amy makan bersama Namjoon pikiran negatif selalu menyerangnya. Amy memang mengatakan tidak mau menikah dengan Namjoon tapi itu pun mungkin karena status Namjoon yang masih miliknya dulu tapi kan sekarang Namjoon bukan milik siapapun.

"Dokter,"

"Ah ya, tunggu sebentar." Seokjin memasukan ponselnya dan bergegas menemui perawat yang sudah menunggunya di depan ruang kerjanya.

Seokjin benar-benar menghabiskan waktu untuk bekerja. Itu semua untuk mengalihkan pikirannya karena kalau dirinya diam pikiran jelek akan muncul makanya satu-satunya cara bermanfaat adalah bekerja. Cara itu memang ampuh untuk mengalihkan pikirannya namun itu merusak tubuhnya. Karena Seokjin terus bekerja.

"Dok, saya rasa anda butuh istirahat. Terlebih sekarang sudah malam." Perawat itu mengingatkan Seokjin.

Baru saja Seokjin memeriksa keadaan pasiennya. Seokjin melihat jam dinding yang ada di ruangan ibu dan anak ini; pukul sembilan malam.

"Ah, tidak apa-apa." Tubuhnya belum sehat betul sejak perceraiannya. Batinnya lelah dan itu berdampak pada tubuhnya.

Seokjin menggelengkan kepalanya saat di rasa pandangannya mengabur belum lagi kepalanya yang pening. Seokjin sendiri bingung kenapa tubuhnya mudah sekali lelah.

"Dok, hidung anda."

Seokjin menyisingkan hidungnya seraya memegang hidungnya. Saat menjauhkan tangannya dari hidung Seokjin terkejut karena dia mimisan. Perawat di sana memberikan sapu tangan. Seokjin menerima sapu tangan tersebut untuk menutup hidungnya lalu Seokjin mendongakan kepalanya.

Dari matanya Seokjin melihat salah satu perawat sibuk memegang ponselnya. "Kau mau apa?"

Namun perawat itu masih tidak mengiraukan Seokjin. Perawat senior yang sudah akrab dengan Seokjin menegur. "Perawat Lee, kau mau apa?"

Sadar pertanyaan itu untuknya, perawat Lee menatap Seokjin yang masih menutup hidungnya dengan sapu tangan. "Saya menelpon dokter Kim Namjoon." Jawabnya.

Seokjin mengibaskan tangannya. "Tidak perlu. Untuk apa? Dia bukan siapa-siapaku lagi." Seokjin berdiri dari kursinya dengan sapu tangan masih menutupi hidung. "Tubuhku sudah menyuruhku istirahat. Kalau begitu aku pulang dulu."

"Saya antar, dok."

"Tidak usah. Aku akan menggunakan taksi. Kalau begitu, selamat malam." Seokjin menganggukan kepala sebagai ucapan pamitnya. Perawat di sana membalas anggukan kepala Seokjin.

Seokjin jalan dengan langkah di seret. Sampai di halte dekat rumah sakit Seokjin menunggu taksi, menyandarkan tubuhnya di tiang halte dengan satu tangan memegang sapu tangan. Keadaannya memprihatinkan. Seokjin biarkan mobilnya menginap di parkiran mobil rumah sakit. Itu lebih baik dari pada membawa mobil yang membuatnya kenapa-napa di jalan. Seokjin memang sudah lelah dengan hidup ini namun bukan berarti dia mau mati. Tak lama sebuah taksi terlihat oleh matanya, Seokjin menunggu taksi tersebut. Beuntunglah taksi itu kosong.

Taksi itu berhenti dan Seokjin segera masuk. Masih dengan sapu tangan di hidung Seokjin menyebutkan alamat apartementnya. Taksi itu melaju dan Seokjin menyandarkan tubuhnya. Saatnya Seokjin mengistirahatkan tubuhnya.


RetakWhere stories live. Discover now