5. Kali Pertama

38 23 2
                                    

Perlu disadari, hati manusia itu lunak. Bukan seperti besi yang bila dihantam berkali-kali tidak mudah hancur.

***

Seperti biasa rutinitas para pelajar, jam menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Itu artinya, semua siswa dan siswi sedang melakukan kegiatan KBM.

Pagi ini di kelas Rena, tengah berlangsung pelajaran kimia yang diajar langsung oleh ibu Nuri selaku wali kelas mereka. Jam terasa lama, karena bu Nuri terus saja memutar kalimat yang sebelumnya telah ia ucapkan.

"Baik, karena tidak memungkinkan untuk adanya tugas yang dikerjakan hari ini. Jadi Ibu akan membuatkan kalian PR. PR-nya yaitu membuat power point membahas tentang mineral sumber alkali tanah dan warna nyala, dipresentasikan dipertemuan selanjutnya, bisa dipahami?" jelasnya.

"Bisa, Bu." Seisi kelas kompak menjawab.

Bel tanda akhir pelajaran pun berbunyi, anak-anak kelas segera berhamburan meninggalkan ruang kelas. Banyak aktivitas berbeda yang mereka lakukan.

"Ren, pulang sekolah ke rumah gue, yuk?" ajak Risa sambil ia membereskan peralatan belajarnya.

"Mau buat PPT, ya?" tanya Rena langsung pada intinya seolah tahu apa yang ada dalam pikiran sahabatnya itu.

Risa pun mengangguk, sebagai jawaban atas pertanyaan Rena. "Emm ... ya boleh deh di rumah lo saja mengerjakannya. Lagipula, gue tidak membawa laptop, biar nanti pakai laptop lo saja, ya."

"Oke."

Mendengar ada sesuatu percakapan di belakang tempat duduknya, Ikhsan pun menoleh ke arah belakang guna mengetahui apa yang dua sahabatnya itu bicarakan.

"Ngomongin apa sih?" tanyanya.

"Itu, gue nanti pulang sekolah mau ke rumah Risa buat kerja kelompok tugas kimia tadi," tutur Rena yang membuat Iki terlihat sedang berpikir.

"Oh gitu. Ngomong-ngomong, kelompok gue sama siapa, ya?" ucap Iki.

Risa pun menggelengkan kepalanya sedang Rena menaikkan kedua bahunya. Iki pun rasanya paham dengan bahasa isyarat tubuh yang mereka lakukan.

"Gimana kalo gue ikut kelompok kalian berdua aja, kan kata Bu Nuri, maksimal empat. Berarti tiga boleh dong?" rayu Iki. Dia tampak lebih seperti memohon.

Rena menoleh ke arah Risa, meminta persetujuan dari sahabatnya itu.

"Ya, boleh-boleh aja sih. Asal lo gak habiskan makanan gue di rumah ya, lo kan tukang makan!" ucap Risa memprotes setiap kali Iki ke rumahnya selalu saja makanan satu toples habis hanya dia seorang yang memakannya.

"Ehehe, maaf khilaf," jawabnya seraya menampilkan cengiran serta kedua jari tangan membentuk V.

"Khilaf kok keseringan," kata Rena yang kali ini berkomentar.

"Rena, lo sama gue aja, ya. Nanti, kan Kak Ruli jemput tuh, bisa ikut mobil. Lo kan gak bawa kendaraan. Nanti pulangnya diantar lagi deh," saran Risa.

Setelah dipikir-pikir ada bagusnya juga saran Risa. Lagipula dia mendapatkan keuntungan ganda, yaitu diantarkan pulang lagi. Jadi dia tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk pulang.

"Iya, deh."

"Lo gak mau bareng gue aja, Ren?" potong Iki di sela-sela percakapan dua perempuan di belakangnya.

"Enggak, ah. Lo kalo naik motor kayak setan!"

"Emang lo pernah liat setan naik motor, Ren? Serem banget," kata Iki yang membuat Risa tertawa pelan sedang Rena merasa kesal sendiri.

RENJANA ✔ [TAMAT]Where stories live. Discover now