6. Kabar

42 14 0
                                    

Salah satu kunci kesuksesan suatu hubungan adalah berkabar, tidak ada kata bohong, dan percaya untuk selalu terbuka.

***

Malam datang, Rena berdiam diri menatap bintang yang ada di langit. Membuat satu harapan saat ada sebuah bintang yang sinarnya paling terang.

Fito. Entah mengapa, lelaki itu kini seakan menjauh. Tak tahu bagaimana kabarnya, dia menghilang bagai tenggelam di lautan lepas. Mati bagai dimakan burung bangkai.

Udara dingin yang sejak tadi menghujani tubuhnya seakan tak mampu membuatnya berpaling dari jendela kamarnya. Pikirannya melayang mencoba menerka-nerka apa yang terjadi dengan kekasihnya.

"Fito, kamu ke mana sih? Dari kemarin aku telepon gak bisa, kirim pesan gak dibalas. Kamu marah sama aku? Tapi apa salah aku?" Rena bergeming, bertanya pada angin dan tentu tak dapatkan jawaban.

Seketika, sekelibat memori lewat tanpa permisi.

"Eh, kok gue jadi keinget Kakaknya Risa, ya? Humm ... diliat-liat Kak Ruli ganteng juga," ucap Rena seraya menampilkan senyumannya.

Tak berapa lama, setelahnya muncul bayangan Fito lagi. Seolah imajinasi Rena sedang bermain, Fito dan Ruli seakan nyata terlukis di atas langit.

"Husstt ... kalo sampai Fito tau gue mikir yang macem-macem sama orang lain. Pasti dia marah."

Akhirnya Rena menutup kembali jendela kamarnya. Sudah dua puluh menit dirinya setia menemani jendela yang bertuan. Langkah kakinya berjalan pelan menuju kasur tercinta. Dari ponselnya, ia melihat notifikasi pesan masuk dari seseorang.

"Kakak?" Rena dengan sigap melihat banyak pesan yang dikirimkan kakaknya itu. Bukan hanya pesan, tapi juga panggilan masuk.

Apakah sedari tadi kegiatan berkhayalnya terlalu khusyuk, sampai-sampai kakaknya hubungi tidak terdengar sedikit pun. Atau jangan-janhan telinganya yang bermasalah. Ups.

"Halo Kak," ucap Rena setelah Dirga meneleponnya lagi untuk yang kesekian kali.

"Iya, halo. Kemana aja sih lo, Dek? Dari tadi gak ada yang jawab, gak mau ngomong sama Kakaknya sendiri, apa?" Sepertinya ada yang sedang kesal di ujung telepon sana.

"Ehehe, yah bukan gitu Kak, nada dering ponselku pelan jadi tidak terdengar."

"Oh gitu. Oh iya, Kakak cuma mau kasih tau kamu, dua hari lagi Kakak pulang ke sana. Kamu tolong jemput, ya di terminal."

"Iya, Kak pasti. Kak, aku boleh cerita gak?" Raut wajah Rena entah mengapa terlihat berseri-seri. Bukankah, harusnya ia merasa sedih karena Fito yang sampai kini belum juga ada kabar.

"Cerita aja, ngapain izin dulu."

"Biasa aja dong, lagi PMS lo ya, galak banget."

"Hmm ... mau cerita gak nih? Gak mau ya gue juga ada urusan lain, gak nungguin lo doang."

'Sabar Rena, sabar. Hadapi kakak kamu tuh harus ekstra kuat iman. Biar gak tergoda.'

"Jadi gini Kak, tadi kan aku ketemu sama Kakaknya Risa. Kakak tau kan, Risa teman aku yang kakaknya kuliah di tempat ayah ngajar itu loh, Kak. Yang ...."

Lima menit kemudian ...

"Terus si Fito lo mau ke manain, curut?! Kadang otak lo yang beneran dikit, deh. Sekarang posisi lo lagi punya pacar, ganteng, tajir, baik, romantis, kurang apa coba? Sekarang, lo malah kepincut sama cowok baru yang baru hari ini lo liat? What?"

"Biasa aja kali, Kak. Gak usah dikatain curut juga. Ngomong-ngomong, gue kayak punya kakak cewek, deh. Cerewetnya naudzubillahiminzalik. Aamiin."

Tanpa Rena tahu, kakaknya sedang cekikikan di sana menanggapi sikap adiknya yang nyatanya tua umur doang sikap masih anak TK.

"Ya, Kak. Namanya juga manusia. Suka sama lawan jenis wajar kali. Lagian, si Fito gak tau ke mana, hilang tanpa kabar. Ditelan semut kali tuh orang," jawab Rena dengan ketus.

***

Bukan tanpa alasan Fito menghilang dari kehidupan kesehariannya. Bahkan tak sedikitpun dia mau memberikan kabar ke Rena yang statusnya adalah kekasihnya. Padahal dia tahu, sudah banyak pesan yang gadis itu kirimkan padanya namun tak dihiraukan.

Pikirannya berkecamuk, menerima kenyataan bahwa tak lama lagi dia harus berpisah dengan Rena tanpa gadis itu tahu.

Biarkan orang berkata apa. Pintu kamar yang ia kunci sejak dua hari yang lalu. Lampu yang seolah mati, gorden pun seolah enggan memberikan secercah cahaya untuk kamarnya. Ditambah, nuansa hitam akibat dari dinding kamar lelaki ini berwarna hitam semakin membuat mata seakan buta.

Tok ... tok ... tok ...

"Fito, buka pintunya sebentar, Nak. Ayah mau bicara," ujar sang ayah dari balik pintu.

"Bicara lah, Yah. Aku tidak akan memberontak lagi, tapi aku tidak ingin membuka pintu itu." Mata Fito menatap arah lantai, kosong juga tak mampu diartikan.

"Baik lah. Walaupun sekeras apa pun kamu menolak untuk menikahi Reva, namun pertunangan kalian sudah terjadi tiga tahun yang lalu. Mau tidak mau, suka tidak suka, kau harus tetap menikahinya,"  jelas ayahnya dengan kesabaran menghadapi anaknya.

Fito tertunduk, mendengarkan ucapan ayahnya yang hanya itu-itu saja membuatnya muak. Seolah di posisinya saat ini tidak diberikan pilihan apa pun.

"Lagi pula, ini demi kemajuan perusahaan kita, kau paham, kan?" lanjut sang ayah.

"Ayah, tapi Ayah juga tahu, kan? Kalau aku udah punya pacar lagi, aku mencintainya, Yah. Aku juga bisa, kok. Memajukan perusahaan tanpa terlibat pernikahan ini," ucap Fito berusaha tegar.

"Terserah kamu Fito. Tapi ini adalah permintaan seorang Ayah untuk anaknya. Kapan Ayah pernah meminta kepadamu? Tidak pernah, hanya ini. Jika kamu mau membahagiakan orang tuamu, maka ikuti ayahmu. Atau jika tidak, silakan pergi bersama gadis itu dan tinggalkan Ayah, menua bersama waktu yang terus menantikan anaknya kembali."

Sang ayah lantas pergi usai mengatakan apa yang ingin ia katakan kepada anaknya.

"Arrrgghh! Kenapa ini tidak adil untukku?!" Fito menjerit, mencoba mencari ketenangan dengan cara berteriak. Tak peduli dengan apa pun.

Memang benar, tiga tahun yang lalu dia pernah bertunangan dengan Reva. Mereka dijodohkan karena urusan bisnis satu tahun sebelum dilangsungkannya pertunangan.

Fito mencoba membuka hati untuk anaknya pak Utomo yang ia kenal sebagai Reva. Dan berhasil, keduanya saling mencintai dan akhirnya mantap melangsungkan pertunangan.

Namun, keadaan yang tidak memungkinkan mereka untuk bersama. Ayah Reva memutuskan untuk pindah ke luar negeri mengajak serta anak dan istrinya. Mau tidak mau, Reva harus mengikuti ayahnya dan menyebabkan Fito merasa kesepian hingga akhirnya dia melihat seorang gadis berseragam biru putih lengkap dengan peralatan MOS yang tertempel di sekujur tubuhnya, berdiri di halte bus.

Sampai suatu hari Fito menyadari, kalau dirinya menyukai gadis itu. Tak lain dan tak bukan ia adalah Rena. Sudah tiga tahun masa hidupnya dihabiskan bersama perempuan itu.

Namun, rahasianya pandai sekali ia tutupi masalah pertunangannya dengan Reva. Bukan tak ingin mengatakannya, berulang kali Fito ingin jujur kepada Rena. Namun hati kecil yang selalu melarangnya, takut jika gadis itu pergi dari kehidupannya.

Ayah Fito pun mengetahui hubungan anaknya dengan Rena. Beliau tidak melarang karena Fito pernah berjanji kalau dia tidak akan benar-benar mencintai Rena dan akan tetap melangsungkan pernikahan itu suatu hari nanti.

Namun takdir berkata lain.

***

RENJANA ✔ [TAMAT]Kde žijí příběhy. Začni objevovat