|37| Aku Pamit

112K 9.4K 775
                                    

Bukan ingin menyerah, tapi kondisi hati sudah tak lagi sama

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bukan ingin menyerah, tapi kondisi hati sudah tak lagi sama. Saat-saat terindah, justru kau gores dengan tajamnya luka. Jika hati selalu kecewa, sakit, dan sesak. Lalu untuk apa bertahan? Dalam kesendiriannya.


Mungkin kita dipertemukan hanya untuk saling kenal, bukan untuk saling mengenal satu sama lain. Aku tahu, cinta itu tak pernah bisa dipaksakan jika hati sudah memilih. Tak pernah ada kah sedikit pun rasa cinta itu dihatinya? Walau tak sebesar cintaku.  sesak itulah yang aku rasakan ketika aku bersamanya.

Dunia seperti tak pernah mengizinkan kita berdua untuk bahagia. Yang ada hanya sebuah masalah yang tak berujung dan menimbulkan duka. Aku hanya ingin bahagia bersamanya, bukan bersama mereka atau bahkan yang lainnya. Seberkas harapan hadir, dunia kembali menghancurkan kebahagiaan yang ada. Entah kenapa, dan untuk apa? Aku tak pernah tau sebab dan akibatnya.

Dengan keadaan kacau, Lembayung mengambil selembar kertas dan meraih pena yang ada di meja belajarnya. Ia mulai menggoreskan kata demi kata yang berasal dari hatinya. Setiap untaian yang ia tulis itu sangat bermakna. Tak terasa ia pun meneteskan air mata ketika membaca ulang pesan yang ada. Lembayung sudah mengatakan pada Radit untuk memesankan tiket pesawat ke Amerika untuknya. Baginya bertemu dengan orang yang berharga lebih penting daripada meratapi nasib yang penuh duka dan kecewa. Satu jam lagi adalah keberangkatan dirinya menuju Amerika.

Semua barang yang ia perlukan pun sudah ia masukan kedalam koper. Ia pun hanya perlu menunggu Radit menjemputnya dan mengantarkan dirinya ke bandara. Lembayung kemudian meraih ponsel yang masih di atas meja dan menelpon seseorang untuk yang terakhir kalinya.

"Asalamualaikum, sayang. Ada apa?"

Suara lembut seseorang membuat dirinya tak bisa membendung air mata. Suara tangis Lembayung pun membuat seseorang di sebrang sana merasa khawatir pada dirinya.

"Lembayung. Ada apa? Cerita sama bunda?"

"Bunda, maaf." Lembayung pun berkata dengan sesegukan.

"Maaf? Untuk apa? Kamu tak salah apa-apa."

"Maaf, karena Lembayung dan kak Zidan mungkin buat bunda kecewa nantinya. Kak Zidan sudah memilih, dan Lembayung hanya bisa mengikutinya. Lembayung tak bisa berbuat apa-apa, Bun."

"Ada apa sebenarnya? Jangan buat bunda sedih mendengar suara tangis kamu, nak. Cerita sama bunda."

"Bunda. Apapun yang kami pilih itu yang terbaik. Sampaikan maaf Lembayung untuk kak Zidan, Bun. Lembayung sayang bunda dan papa. Asalamualaikum."

Lembayung pun mematikan sambungan telepon itu secara sepihak. Baginya berkata dengan bunda Rani akan membuatnya menjadi sosok wanita yang lemah.

Suara klakson mobil pun membuat ia bergegas menuju pintu utama rumahnya. Sembari menggeret koper, matanya mengamati penjuru rumah yang tak lagi ditempati nantinya. Di ujung tangga, ia melihat Marni meneteskan air mata membuat dirinya segera memeluknya dengan penuh kasih.

Marriage QueitlyWhere stories live. Discover now