Bab 3: Acrylic Paint

142 30 12
                                    

Diharapkan untuk menekan tombol vote setiap membaca.
Terima kasih
•••

Diujung koridor kediaman Duke, terpajang lukisan wanita yang sedang duduk dengan anggun. Anak kecil yang rambutnya dikepang menatap intens lukisan tersebut. Annalise merasa raut wajah lukisan ini selalu berubah.

Seperti saat ini langit cerah di musim panas, aroma segarnya bunga dapat tercium di halaman namun, wajah wanita di lukisan ini tidak secerah cuaca di luar.
Ayah sedang sibuk dengan tumpukkan kertasnya, jadi Annalise membawa pudding kesukaannya duduk menatap lukisan tersebut.

"Nona memiliki warna rambut yang sama denganku, tapi matanya tidak." Annalise berkata dengan banyak bekas pudding di sekitar mulutnya.

"Nona cantik, wajahnya terlihat muram hari ini padahal hari ini hari ulang tahunku, loh."

Annalise berjalan mendekat, jari mungilnya mengusap pipi merona lalu berakhir di alis lukisan tersebut. Tiba-tiba gadis ini memiringkan kepalanya, "Dimana tuan pelukis melukis orang ini ya? Dia benar-benar cantik. Dan, setelah aku dewasa nanti aku akan secantik dia!"

Tanpa gadis ini sadari, ada yang melihat tingkah lakunya di balik tembok, bersandar lalu tersenyum namun matanya terlihat sendu.
"Annalise."

Wajah bulat gadis mungil ini memalingkan wajahnya mencari asal suara yang memanggilnya. Lalu pupil matanya membesar.

"Ayah!"

Kaki kecilnya berlari menuju pria yang menggunakan baju berwarna hitam. Pelukan hangat langsung disambut oleh gadis kecil ini. Annalise tersadar mulutnya berantakkan dengan sisa pudding langsung menjauhkan dirinya dari ayahnya.

Duke sadar akan kekhawatiran putrinya, mengeluarkan sapu tangan kemudian mengelap bibir Annalise.
Gadis itu terkekeh, tangannya menarik kecil ujung roknya lalu menekuk kakinya, "Terima kasih, ayah."

Sejak kapan makhluk kecil yang hanya bisa menangis ini memberi hormat ala putri dengan anggunnya. Semakin dilihat putri satu-satunya ini memiliki mata hijau yang diwariskan oleh ayahnya lalu rambut perak dari ibunya.

"Apa pekerjaan ayah sudah selesai? Annalise ingin memakan kue bersama ayah."

"Ayah sudah menyelesaikannya semuanya, lalu mengosongkan jadwal ayah untuk gadis kecil ayah yang berulang tahun."

Raut gembiranya terlihat jelas dari wajah Annalise, tangan mungilnya langsung menggandeng ayahnya membawanya ke ruang makan.

🏵🏵🏵

"Nona, nona benar-benar cantik dengan gaun ini." Kepala dayang menyampaikan rasa kagumnya pada anak yang ia asuh sejak kecil. Tanpa terasa Annalise sudah memasuki usia dewasa dan siap pergi ke pesta debutante-nya yang pertama.

Tiara berwarna senada menghiasi rambut perak bergelombang yang sudah ditata oleh dayang. Suasana haru semakin mendukung ketika Annalise memeluk kepala dayang yang sudah ia anggap ibu sendiri.

Gadis itu pergi bersama ayahnya, ketukan suara sepatu boots, terdengar semakin jelas di ujung koridor. Tangannya mengelus pelan rambut di lukisan tersebut.

"Annalise sudah tumbuh besar dan semakin mirip denganmu, kakak. Dia tumbuh menjadi gadis periang, dia juga makan dengan lahap, Annalise terus berlatih menari sebelum hari debutante-nya datang. Apa aku sudah menjadi bibi yang baik untuknya? Semoga ia mendapat kasih sayang yang cukup dariku." Kepala dayang mengusap ujung matanya yang berair lalu tersenyum lembut.

Kepala dayang kembali ke ruangannya, lalu mengemas beberapa potong baju untuk dia bawa ke rumah Marquess Luxe, tempat ia tumbuh bersama kakaknya, menginap beberapa hari saja.

🏵🏵🏵

Di ruangan kerja Duke, Annalise dan ayahnya menyambut tamu kehormatan. Putra mahkota Noah, datang dengan membawa keinginan untuk melamar putri satu-satunya Duke Sprax. Keduanya duduk dengan wajah bahagia setelah keinginan mereka direstui oleh Duke, ayah Annalise.

Pesta meriah akan diselenggarakan di kerajaan, menyaksikan calon raja dan ratu dipersatukan di hari yang berbahagia.

"Ayah, aku mencintaimu." Annalise memeluk erat ayahnya yang tidak sanggup menahan air matanya.

"Ayah lebih mencintaimu, nak." Kecupan singkat mendarat di dahi putri tercintanya.

🏵🏵🏵

Angin malam berhembus, beberapa helai daun jatuh dari tangkainya. Di atas rumput hijau dialasi dengan sehelai kain dan ditemani sebotol wine, Duke duduk bersandar batu nisan di malam hari.

Terukir di batu nama Maybelle de Sprax, satu-satunya wanita yang berhasil menaklukkan hati dingin Duke Sprax. Ingatannya kembali terputar dengan momen dimana Ruve dan Maybelle bertemu di pesta debutante Maybelle.
Gadis itu menari dengan ayahnya dengan ringan seperti bulu. Lalu di lagu kedua, Ruve memberanikan dirinya untuk mengajak gadis itu berdansa.

Awalnya hanya penasaran, kemudian perasaan itu mulai tumbuh saat dirinya dan putri marquess itu melarikan diri dari pesta. Mereka berbincang hingga salah satu utusan marquess menemukan mereka.

"Annalise, ia sangat mirip dengan dirimu," Wine yang di cangkir diminum dalam sekali tegukan. "Yang dia dapat dariku hanya mata hijaunya yang tajam, sisanya mirip sekali denganmu."

"Aku merindukanmu Maybelleku. Kini tugasku sudah diringankan oleh menantuku untuk menjaga Annalise. Kau mau menunggu pria tua ini menyusul dirimu?"

Sehelai daun jatuh tepat di hidung Duke, lalu suara tawa terdengar.
"Aku anggap itu jawaban iya."

Next Bab ➡️

14 Days [Completed]Where stories live. Discover now