Bab 11: Mom

55 19 11
                                    

Diharapkan untuk menekan tombol vote setiap membaca.
Terima kasih
•••
"Mama, kalau aku besar nanti, aku mau jadi guru!"

Mama menatapku dengan sebelah alisnya yang naik. Kutunjukkan baris gigiku yang rapi, tapi gigi depanku ada yang sudah goyang. Tubuhku terangkat, tanganku memeluk erat Mama karena aku takut terjatuh.

"Baiklah, kalau begitu Nana harus belajar dengan giat." Mama menurunkanku di meja belajarku yang di atasnya sudah penuh dengan buku-buku yang berwarna-warni.

"Tapi, Nana tidak suka belajar."

Mama tertawa dengan pernyataanku. Aku ingin menjadi guru yang setiap hari bernyanyi dan bermain bersama murid-muridnya. Aku paling suka ketika Ibu guru memberikan crayon untuk mewarnai bunga. Biar kuberitahu warna kesukaanku, biru!

"Bagaimana bisa jadi guru kalau Nana tidak suka belajar." Mama mengusap kepalaku.

"Tapi, di sekolahku Ibu gurunya hanya bernyanyi, bermain lalu mewarnai." Aku melipat kedua tanganku. Aku yakin argumenku benar kali ini. Buktinya mama kembali terdiam, walaupun beberapa saat kemudian dia tertawa.

"Iya.. iya... Apapun yang Nana mau itu semuanya harus dengan usaha, ya."

Aku tidak terlalu mengerti apa yang dikatakan mama. Aku mengangguk saja, lalu melanjutkan kegiatan mewarnaiku.

***

"Ma.. lihat nilai matematikaku bagus loh!" Aku menghambur ke pelukan hangat mama yang menjemputku di sekolah.

"Wow, anak mama pintar."

Mama mengacungkan ibu jarinya padaku, aku bersilang tangan dengan kepalaku yang terangkat naik menyombongkan diri. Mendapat toelan di hidung dari mama baru aku tertawa kuat.

"Sampai di rumah langsung ganti baju ya, besok masih pakai seragam merah putih, kan?" Mama mengambil tas yang aku bopong. Aku mengangguk pada perkataan mama.

"Karena sudah jadi anak pintar. Nana boleh dong, minta beliin eskrim." Kukedip-kedipkan mataku cepat agar mama luluh dengan imutanku.

Mama memakaikan seatbelt padaku, "Pintar sekali bicaranya, lihat gigimu sudah ompong begitu. Mama engga tanggung jawab ya kalau sampai omopong lagi."

"Ya engga apa, kata mama 'kan kalau giginya ompong bisa tumbuh lagi."

"Haa... iya-iya. Pintar sekali bicaranya." Mama memberhentikan mobilnya dan membawaku turun ke minimarket membeli eskrim cokelat kesukaanku.

***

Kulempar tas putihku ke sofa ruang tamu, aku menangis sejadi-jadinya setelah pulang dari sekolah. Lututku terluka karena didorong di koridor, padahal aku tidak sengaja menyenggol bahu kakak kelasku. Aku juga sudah meminta maaf padanya, tapi mereka langsung beramai-ramai mendorongku.

Aku mendengar langkah kaki mama yang berjalan mendekat, cepat-cepat kuseka air mataku.
"Loh, Nana! Lutut kamu kenapa?"

Mama melihat lututku yang berdarah lalu ia bergegas mengambil obat merah dan alkohol.

"Aduh, duh! Perih, ma."

"Makanya mama tanya ini lutut kenapa bisa begini?"

"Jatuh." Aku berbohong, aku tidak berani menatap mata mama.

"Haduh, anak SMP kerjaannya apa aja sih, kok lasak banget sampai bisa jatuh?"

14 Days [Completed]Where stories live. Discover now