Bab 14: Lady Boss

52 18 0
                                    

Diharapkan untuk menekan tombol vote setiap membaca.
Terima kasih
•••
Reginatta Vilastika, nama yang paling ditakuti seluruh siswa-siswi SMA Tunas Bangsa. Ketua Osis yang satu ini, berbeda dari yang sebelumnya. Tegas, berwibawa dan juga cantik sih, tapi sayangnya galak. Potongan rambut yang panjang dengan poni khas miliknya selalu menjadi spotlight dimana pun dia berada.

Sedangkan aku, Rafael adik kelasnya cuma bisa melihatnya sekilas saja. Ingin aku flashback sedikit tentang awal mulanya aku bertemu dengan Kak Tata. Hari pertama masuk sekolah, aku telat. Gerbang sekolah sudah ditutup, nekat aku panjat gerbang sekolah.

Kak Tata melihatku dari bawah dan langsung bertepuk tangan setelah aku lompat berhasil melewati gerbang.

"Langsung aja ya, nama?" Kak Tata mengeluarkan pulpen merahnya. Tangan satunya lagi memegang papan dengan beberapa lembar kertas di atasnya.

Aku melihat kanan-kiri, "Maaf, aku ya?" Aku menunjuk diri sendiri.

Kak Tata melipat kedua tangannya, menatapku lekat-lekat. Kharisma yang dia pancarkan benar-benar membuatku ciut di hadapannya.

"Kemari,"

Kakiku bergerak sesuai perintahnya tanpa kusadari. Mata tajamnya melihat bet nama, sambil mengejakan namaku tangannya menulis dengan pulpen merah, "Rafael Adelard, namamu bagus ya."

Setelah mendengar nama lengkapku, saat itu juga aku berani menatap matanya. Woah, i fell for her.
Singkat cerita begitu awal mula aku bertemu dengan Kak Tata.

🍓🍓🍓

Tinggal hitungan hari untuk anak kelas 12 lulus. Jam istirahat dihebohkan dengan para adik kelas yang memberikan surat kepada kakak kelas yang sudah lama mereka suka, ataupun diam-diam mereka idolakan.

"Eyy.. Lihat, anak-anak cewek itu, heboh sekali pergi ke kantin." Lyon memutar-mutar buku biologinya dengan satu jari.

Tyo dengan jengah memutar matanya, "Pasti wakil ketua osis itu lagi."

"Oh, Kak Rio ya?" Aku ikut pembicaraan kedua temanku yang duduk belakang.

Lyon meletakkan bukunya, satu tangannya menopang dagunya, "Tapi, agak sayang juga ya engga sih?"

"Pasti kau mau bahas si galak ketua Osis. Gila engga sih tuh cewek, kharismanya bikin orang ciut kalau ngomong sama dia. Jelas-jelas bukan tipe idealku." Tyo menjawab.

"Kalau galak begitu, engga bakal gampang dapat pacar. Tipe-tipe jual mahal begitu juga bukan tipeku. Lebih baik ngincar cewek polos, terus imut. Ya engga?!" Lyon menyikut lenganku dengan semangat.

Aku bergeming lalu menghela napas, "Menurutku cewek yang independen dan ambisius itu hot."

"Oh, si Rafael doyan yang garang nih." Lyon meninggikan suaranya.

"Suka yang nerkam duluan ya, Rafael." Tyo juga ikut-ikutan.

Aku membalikkan tubuhku, menghiraukan mereka yang terus-terusan menggodaku. Tiba-tiba suara mereka tidak terdengar lagi, kulihat ada seseorang yang berdiri menghadapku.

"Rafael Adelard, bisa ikut aku sebentar?"

Ah, aku terperanjat dari tempat dudukku. Panjang umur sekali, baru saja dibicarain. Sekarang, Kak Tata sudah ada di depan mataku. Aku mendengar Tyo dan Lyon bercie-cie ria di belakangku.

"Bisa Kak."

Tanpa banyak bicara lagi, Kak Tata langsung berlalu dengan aku yang mengekorinya dari belakang. Perjalanan kami berhenti di depan ruangan osis. Aku sedikit bingung, apa yang ingin Kak Tata sampaikan. Aku disambut dengan banyak buku yang bertumpuk di atas meja yang letaknya di tengah-tengah ruangan.

"Hampir sebagian anggota Osis menyarankan kau diajukan sebagai kandidat ketua Osis tahun berikutnya."

"Hah, apa Kak? Aku? Apa engga salah, Kak?" Aku menunjuk diriku sendiri.

"Kalau engga mau juga engga dipaksa." Kak Tata merapikan beberapa buku yang berantakan.

"Lagian juga kalau kau disarankan menjadi ketua Osis, bukan berarti mutlak langsung kau yang jadi ketua. Kau harus dipilih lagi sama satu sekolah ini dengan kandidat-kandidat yang lain."

"Menurut Kakak, menjadi ketua Osis itu artinya apa?" Aku melontarkan pertanyaanku tanpa kusaring lagi di kepalaku.

"Oh, menarik."

Kak Tata menarik kursi dan duduk dengan wajah tersenyum. Butuh beberapa detik sebelum ia mulai menjawab pertanyaanku.

"Ketua itu berarti kepala. Kau yang harus bisa memutuskan apa yang harus kau dan anggotamu lakukan. Harus bisa menyampingkan ego dan mendengar pendapat yang beraneka ragam. Dan juga, yang membuatku tertarik menjadi ketua Osis itu, aku ingin membuktikan kalau perempuan juga bisa memegang kendali."

Kelereng hitam itu berbinar di akhir jawaban. Aku terpana untuk sekian kalinya, ambisinya membuatnya bersinar lebih terang dari kebanyakan cewek di sekitarnya.

"Aku ingin dari sejak dini melatih diriku untuk memimpin, karena cita-citaku adalah mendirikan perusahaanku sendiri dan mengalahkan ayahku!"

🍓🍓🍓

Aku terbangun dengan alaram yang berbunyi keras di samping tempat tidurku. Lagi-lagi aku memimpikan kejadian semasa SMA. Hari ini adalah hari pertama aku bekerja di Vilastika Media, perusahaan yang sedang melonjak naik akhir-akhir ini.

Aku mendapatkan posisi sebagai sekretaris direktur utama. Keberuntunganku benar-benar dipergunakan untuk posisi ini. Kutekan nomor lift ke lantai yang paling atas. Lift berhenti di angka delapan. Sebelumnya resepsionis sudah memberitahuku kalau ruangan direktur utama ada di ujung koridor sebelah kanan.

Okay, ini dia. Kuatur deru napasku dan juga rasa gugup yang mengalir ke seluruh tubuh. Orang seperti apa yang akan aku temui. Jawabannya ada dibalik pintu ini. Kuketuk pintu berwarna cokelat tua ini yang bertuliskan ruangan direktur utama.

"Masuk!"

Kubuka pintu ini setelah mendapat persetujuan dari yang di dalam, "Selamat pagi." Sapaku yang masih dari di ambang pintu.

"Oh, Rafael Adelard. Aku kira hanya kebetulan saja namanya mirip dengan nama yang aku kenal sewaktu di sekolah. Ternyata kau orangnya."

Aku bergeming, di dalam memoriku hanya ada satu orang yang selalu memanggil nama lengkapku. Aku memberanikan diri melihat seseorang yang duduk di meja hitam, jas hitam yang membalut tubuhnya menambah aura dewasa, model rambutnya juga sudah berubah dari yang panjang, kini tinggal sebahu.

"Selamat pagi, sekretarisku."

Satu yang tidak berubah darinya adalah senyuman penuh percaya dirinya. Aku benar-benar terkesima dengan takdir alam.

"Kak Tata?" Tanyaku menyakinkan diri.

"Mau sampai kapan kau berdiri di sana? Memang kebiasaanmu belum berubah ya, untung saja ruangan ini tidak ada pagarnya. Kau terlambat tiga menit, jadi hukumanmu tolong buatkan aku kopi dengan creamer. Tolong ya, sekretaris baruku."

"Baik, Bu direktur. Seperti yang kau minta."

Lagi-lagi aku terjerat dengan pesonanya. Kali ini aku akan melayanimu, my lady boss.

-END-

14 Days [Completed]Onde histórias criam vida. Descubra agora