Bab 5: Bakery and Flower Shop

95 30 8
                                    

Diharapkan untuk menekan tombol vote setiap membaca.
Terima kasih
•••

Embun pagi menetes di setiap helaian daun hingga menyentuh tanah. Mentari masih malu-malu menampakkan dirinya, jadi kuputuskan untuk melanjutkan tidur malamku yang tidak cukup. Belum sekitar dua menit aku tertidur, pintu kayu dibuka dengan kasarnya, "Aku mohon lima menit lagi." Kututup seluruh wajahku ke dalam selimut.

"Ka,kak!"

Bruk,
Rasanya seperti tertimpa bom nuklir dan meledak dalam hitungan detik. Siku gadis kecil ini tepat menyikut pipiku, dan rasanya luar biasa menyakitkan. Masih dengan suara tawa yang nyaring berdengung di telinga, Cia akhirnya turun dari sini.

"Kakak pemalas ayo bangun, lihat pussy sudah lapar!" Cia mengangkat kucing hitam tepat di depan wajahku.

"Meow!"

Pussy sendiri juga membenarkan perkataan Patricia. Dengan melihat mereka membuat onar di dalam kamarku, sudah cukup membantu untuk mengumpulkan nyawa yang hilang selagi aku tidur. Mulai sekarang aku akan memikirkan untuk membeli kunci pintu ganda di internet.

"Ayo, toko roti harus buka sebentar lagi." Kepala mungilnya menyebul keluar dari pintu.

"Dasar, ompong." Aku menggerutu lalu dihadiahi tendangan kaki tepat di tulang kering.

"Berantem lagi?" Mama meletakkan sekotak makanan sebagai sarapan untuk dibawa pergi.

"Noel tuh mah, masa cia-cia dibilang ompong."

"Meow!"

"Noel, gigi cia-cia udah mau tumbuh, loh." Mama berkecak pinggang memasang wajah galak menatapku.

Kalau belum tumbuh sempurna sama saja dengan ompong, kan? Tak mau berdebat lebih panjang lebih baik aku bersiap-siap untuk menuju toko roti. Patricia menuangkan makanan kucing di kaleng lalu bergegas ke pintu keluar mencari sepatu merah muda kesayangannya.

"Ma, Noel pergi dulu ya." Aku mengambil kotak bekal yang disiapkan mama lalu cepat pergi keluar agar si perusuh Patricia tidak ikut.

"Let's go!"

Mendengar suara nyaringnya saja ekspektasiku langsung tertabrak oleh realita, mungkin akunya saja yang terlalu berharap. Kuputar kunci mobil, terdengar suara mesin yang hidup bersamaan dengan jari kecil yang memutar lagu anak-anak yang sedang populer di kalangan mereka. Semoga hari ini petang cepat tiba.

🥐🥨🥖

Aku mendapatkan tatapan silau karena sedang membuat adonan roti Baguette, dan aku merasa punggungku panas karena mendapat tatapan kagum dari dua orang bocah yang satu lagi entah dari mana datangnya.

"Kakakku keren kan, Ivan?" Patricia sibuk membanggakan aku, dia duduk bersama Ivan teman yang dia dapat karena mengetuk pintu tetangga sebelah.

"Apa? Biasa aja tuh, kakakku lebih keren dong!" Ivan tidak mau kalah.

"Hei Cia, kau ikut denganku ada bilang pada mama engga?" Tanganku masih sibuk membuat adonan lalu wajahku tidak luput lagi dari terigu.

"Hmm, mungkin engga!" Jawabnya spontan tanpa berpikir.

Aku menghela nafas kasar, aku menatap anak laki-laki bernama Ivan yang tingginya tidak jauh berbeda dengan Patricia, "Kalian sudah makan?" Tanyaku.

14 Days [Completed]Where stories live. Discover now