Bab 4: Tail or Brown Hair?

107 28 5
                                    

Diharapkan untuk menekan tombol vote setiap membaca.
Terima kasih
•••

Ugh, bau amis ikan selalu tercium dari kapal nelayan yang umurnya sudah senja dengan cucu laki-lakinya yang sedang menebar jala. Tara membiarkan kakeknya tidur sebentar, lalu mulai memikirkan apa isi dari laut tenang di siang hari ini. Akankah bocah ini menangkap paus? Ah, angan-angan terlalu tinggi. Tara menarik jala yang ia tebar tadi sekuat tenaga, memang tidak bisa, apa karena dia belum makan?

Akhirnya ia mengaitkan benang jalanya ke mesin. Ia menopang dagunya di pinggir kayu perahu menunggu jalanya terangkat semua. Perlahan-lahan mulai terlihat, rambut keemasan lalu mata biru terang tersenyum malu-malu memandang ekspresi Tara yang seperti terkena petir di siang bolong.

"Hai." Sapanya, dengan jari tangannya yang melambai pelan.

Tara menggosok kedua matanya sedikit kasar, uluran tangan keluar dari sela-sela benang jala menghentikan tangan laki-laki itu. Tara menghirup udara bersiap ingin mengeluarkan teriakannya namun cepat tangan gadis ini menutup mulut bocah ini.

"Tolong tenang, nanti pria tua itu terbangun."

Tara mengangguk pelan dengan kedua mulutnya masih tertutup rapat. Senyum manis terukir di bibir mungil duyung yang ia tangkap.

"Aku Elisa, ini tidak nyaman. Bolehkah kamu mengeluarkan aku dari sini?"

Tara langsung mengerti apa yang dimaksud duyung ini langsung menyalakan mesin untuk menurunkan jala. Indah, adalah kata yang pertama kali terlintas setelah melihat teman barunya ini berenang bebas dengan ekor putih miliknya. Rasa kagum tidak bisa tersimpan dari wajah yang gosong terkena matahari itu.

"Aku pulang dulu ya." Elisa melambaikan tangannya lalu berenang pergi.

"Besok bertemu lagi ya!" Tara berteriak kencang, lalu koran mendarat keras di kepalanya.

Daripada rasa sakit, bocah ini terkejut langsung memalingkan pandangannya. Kakek membenarkan posisi kacamatanya, "Bicara dengan siapa kau?" tanyanya.

"Tidak, tadi aku bertemu burung camar yang hinggap." Tara menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

🌊🌊🌊

Keesokan hari, cuaca tidak mendukung untuk berlayar menangkap ikan. Awan gelap menutupi matahari, seolah tidak mengizinkannya untuk bertemu teman barunya kali ini. Sebagai gantinya ia mengambil tombak untuk mengambil beberapa landak laut sebagai menu makan siangnya kali ini.

Setelah meminta izin kakeknya untuk mencari landak laut, Tara berjalan menuju pesisir laut. Air laut yang biasa berwarna biru muda terpapar sinar matahari, kali ini memancarkan warna yang lebih tua sehingga sedikit mengganggu penglihatannya. Rambut kecokelatannya tertiup angin kencang, "Aku harus bergegas." gumamnya.

Kakinya berjalan semakin ke tengah, awalnya hanya selutut kini air sudah menutupi hingga sepinggangnya. Suara teriakkan mengalihkan perhatian Tara, tampak kakek sedang berlari sambil berteriak, "Awas ombak, Nak!"

Terlambat, ombak tinggi menelan bocah laki-laki itu dengan sekali sapuan. Tubuhnya terseret mengikuti arus laut, namun tak pantang nyerah kakinya terus berenang menuju permukaan. Baru sebentar Tara mengambil nafas, ombak datang lagi menenggelamkan dirinya.

Tara kehilangan banyak tenaganya untuk tetap berenang menuju permukaan, perlahan tubuhnya tenggelam menuju dasar. Tapi, sebelum matanya sepenuhnya tertutup ia melihat seseorang berenang menuju arahnya. Rambut keemasan ini sepertinya Tara mengenalinya

Paru-parunya dipaksa terus untuk mengeluarkan air laut yang tertelan, suara batuk bersamaan dengan helaan napas terdengar di waktu yang sama. Pandangan matanya masih kabur, namun warna biru matanya Elisa tampak jelas di penglihatannya.

14 Days [Completed]Where stories live. Discover now