CHP 6 : Walking around

54.7K 1.2K 1
                                    


Don't forget to voment

Happy Reading!
<3

.

.

.

.

.

.

Tepat ketika jarum jam menunjukkan pukul 17.50, Nora sudah berdiri di lobby utama H mall yang menjadi tempat bertemunya dengan Arthur. Gadis itu memang suka datang lebih awal. Kebiasaan itu sudah tertanam sejak Nora masih kecil.

Nora mengeratkan hoodie merah yang membalut tubuh mungilnya. Udara dingin yang berhembus membuat Nora merinding berulangkali. Seharusnya Nora menggenakan pakaian yang lebih tebal, bukan hanya hoodie dan ripped jeansnya.

Berulangkali Nora melempar pandangannya ke sekeliling jalanan. Berharap Arthur muncul dan segera membawanya pergi dari tempat ini ke tempat yang lebih hangat. Namun pemuda itu tak kunjung datang, bahkan hingga 1 jam berlalu pengusaha muda itu juga tak terlihat sedikit pun.

Ingin rasanya Nora menelpon nomer pemuda itu, tapi yah, lagipula siapa dia bagi Arthur? Arthur adalah pengusaha sukses berwajah tampan dengan kesibukannya, takkan memperdulikan Nora yang hanya menjadi teman one night stand baginya. Lupakan, Nora ingin pulang saja. Ini kesempatan bagus untuk menghilang dari hidup Arthur.

Walaupun Nora merupakan anak model ternama juga kepala rumah sakit, Nora sama sekali tak memegang sedikit pun uang orang tuanya. Yah walau saat pertama kali pergi, ibunya mati-matian memaksanya membawa uang ibunya yang kini sudah lenyap untuk menyewa apartemen yang ia tinggali. Maka dari itu selama di London Nora lebih suka menggunakan transportasi umum atau berjalan kaki.

Beruntung sekali bis yang berhenti di halte dekat apartemennya datang, maka tanpa menunggu lama Nora melangkah masuk. Bis itu terlihat sepi hanya beberapa penumpang yang duduk di tempat yang terpisah jauh. Maka Nora memutuskan untuk duduk di kursi agak belakang.

Tak lama kemudian bis itu berhenti di suatu halte, tampak seorang pria dengan masker juga jaket tebalnya masuk dan duduk di sampingnya. Nora pun tidak mempermasalahkannya, toh itu hak pemuda itu kan?

Ketika bis itu berhenti di halte tujuannya, Nora hendak beranjak untuk turun namun pemuda di sampingnya malah menarik erat lengannya hingga Nora jatuh terduduk di paha pemuda itu.

"Apa yang-" protes Nora terpotong ketika bis itu kembali melaju melewati halte tujuannya. Iris biru milik Nora melirik bengis pemuda yang kini menjadi tempat duduknya.

Mata emerald setajam elang itu terlihat familiar bagi Nora. "Aku tidak tau ternyata pantat padatmu itu empuk." Pemuda itu menurunkan maskernya sebatas dagunya, menampakkan hidung tegas dan bibir tipis ranum yang pernah Nora hisap.

"Ar-" pemuda itu buru-buru membungkam mulut Nora yang hendak menyebutkan namanya.

Apa pemuda itu pergi diam-diam dari kantornya? Kenapa Arthur terkesan buru-buru dan bersembunyi?

Tiba-tiba bis itu berhenti mendadak, membuat bibir tipis Arthur mengambang di dekat milik Nora. Oh, posisi mereka terlalu intim, mereka sedang di tempat umum!

Mendadak Arthur membuat gerakan berdiri yang sukses membuat Nora berdiri dari posisinya. Arthur pun segera menarik tangan gadis itu untuk keluar bus dan berlari menuju suatu tempat asing bagi Nora.

Mau di bawa kemana dia?

.

.

.

.

Nora berulang kali menepuk-nepuk lengannya yang sedaritadi merinding. Hawa dingin di lobby gedung besar itu membuat hidungnya sukses memerah. Apa dia sakit? Kenapa dia selemah ini dengan hawa dingin?

Tak lama kemudian Arthur muncul sambil melirik ke sekitar lobby, seakan paham, jaket tebal yang awalnya di pakai Arthur kini berpindah ke tubuh mungil Nora. Mau tak mau gadis itu menatap Arthur yang hanya memasang wajah datar.

Mereka berjalan melalui koridor dengan tenang. Suara langkah menjadi satu-satunya yang mendominasi di koridor sepi itu. Pintu demi pintu mereka lewati tanpa ada niatan membuka salah satu dari pintu itu. Hingga ketika langkah Arthur terhenti di kamar nomer 124, detak jantung Nora sontak berdebar lebih kencang.

Pintu terbuka, menampakkan ruangan mewah dengan berbagai perabotan. Televisi, guci dengan beberapa bunga, pantry dan sebagainya. Teramat lengkap bagi tempat tinggal 1 orang pemuda. Nora memacu langkahnya mengikuti Arthur menuju ruang tamu.

"Ini milikmu?" Akhirnya Nora mengeluarkan suara.

"Ya, tapi aku sudah tak memakainya lama sekali."

"Lalu kau tinggal dimana?"

"Mansion."

Orang kaya selalu saja begitu. Rumah kosong dibeli namun yang ditempati hanya satu rumah. Gila.

"Jadi, apa mau mu?" Tanya Nora sembari setia berdiri di depan pintu sedangkan sang pemilik apartemen tengah duduk santai di salah satu sofa beludru putih yang terlihat empuk.

"Nothing spesial, i just want to see you." Ujar Arthur santai sembari menyalakan televisi lamanya. Pemuda itu tampak terkejut mengetahui elektronik itu masih berfungsi.

"Hanya itu? Hingga kau membawaku ke sarangmu?" Ujar Nora kesal.

"Itu karena aku tak menemukanmu di mall. Aku tak suka berada di luar terlalu lama." Pemuda itu bahkan menjawab tanpa menatap Nora, hingga sukses membuat Nora naik darah.

"Itu salahmu karena datang terlambat! Menurutmu berapa lama aku menunggu di sana?" Bentak Nora kelewatan keras hingga pria itu melirik tak suka padanya. Memang Nora sedikit tidak sopan tapi, siapa yang tidak marah jika diperlakukan seperti itu?

"Kau kira aku menganggur? Diam dan duduklah di sini, kau membuatku risih dengan berdiri di sana."

Bukannya menurut, Nora malah berbalik dan hendak membuka kenop pintu. Tapi sebelum Nora berhasil melakukannya, tubuhnya tertarik paksa hingga menabrak keras meja pantry.

Pria yang awalnya duduk di sofa kini sudah berdiri menghimpit tubuh Nora pada meja, membuat pinggangnya terasa nyeri.

"Kenapa susah sekali menyuruhmu? Aku hanya menyuruhmu duduk kau tak menurut. Bagaimana jika aku menyuruhmu menghisap milikku? Akankah kau menangis? Atau malah itu yang kau inginkan?"

Suara Arthur terdengar begitu rendah dan berat di telinga Nora. Selalu sukses membuat nafsunya merayap menguasai dirinya. Tak ingin berakhir tidur dengan pengusaha kasar itu Nora susah payah mendorong tubuh kekar Arthur untuk menjauh darinya. Nora sudah memutuskan untuk berhenti, maka ia takkan terjerat lagi.

"Dasar kucing nakal. Kau perlu di hukum agar kau belajar!"

.

.

.

.

.

.

Thank you for reading

See you next chapter

<3

Egoistic 21+ [Finish]Where stories live. Discover now