ENAM 🌷❤️

93 15 9
                                    

Note: Sudah direvisi

HAPPY READING ❤️

Oiya, mau bilang kalo vote kalian adalah semangatku. Semoga ada yang vote, hiksrot;(

🌷🌷🌷

Bak seorang bodyguard yang menjaga anak majikannya, Asatya rela menunggu Dyra yang sedang menjalankan hukuman. Sebenarnya karna terpaksa sih Asatya melakukan itu. Ia tidak mau membuat Mamanya marah lagi.

Dyra dihukum oleh Pak Harto untuk menyapu lapangan sepak bola, yang sudah pasti luas. Mana dipenuhi dengan daun daun kering. Dyra menggerutu disetiap langkahnya.

"Mau sampai kapan Kak Asa nungguin aku?"

Asatya menatap Dyra dengan pandangan yang sulit diartikan. Lelaki itu hanya diam tak menjawab pertanyaan Dyra. Melihat muka gadis itu saja sudah membuatnya muak.

"Dasar kulkas pintu sepuluh."

"Diem, cepet selesaiin." Asatya akhirnya buka suara. Tapi, sama saja karna hal itu membuat Dyra jengkel.

Setelah kurang lebih tiga puluh menit, Dyra akhirnya menyelesaikan pekerjaannya. Ah, maksudnya hukumannya. Kalau bekerja kan dibayar, lah ini mah enggak.

Entah kapan Asatya perginya, tiba-tiba di sampingnya sudah ada dua botol minum dan dua roti. Tapi, Dyra tidak mau geer kalau itu untuknya. Takut jatuh, sakit.

Dyra melewati Asatya begitu saja menuju ruang guru untuk menemui Pak Harto dan mengonfirmasi bahwa ia sudah melaksanakan tugas hukuman.

"Sial. Gue gak dianggep?" batin Asatya pada dirinya sendiri, melihat gadis itu melewatinya.

Namun, Asatya tidak berniat untuk menyusulnya. Ia hanya tetap diam diposisinya sekarang, dengan harap gadis itu akan kembali menemuinya.

Asatya menggeleng kuat, "Apaan sih. Dia balik sendiri juga terserah, malah bagus."

Benar, Asatya melihat Dyra dari kejauhan yang sedang berlari ke arahnya. Satu sisi dirinya lega dan senang, tapi sisi lain ia sangat jengah.

"Maaf, ya, kak lama. Pulang sekarang?" tanya Dyra.

"Minum dulu," ujar Asatya seraya menyerahkan botol minum itu.

Dyra tertegun tak berkedip, apakah ini benar-benar Asatya? Manusia dingin yang selalu mengabaikan dirinya.

Gadis itu membuyarkan lamunannya, berkedip beberapa kali. Ia berusaha menetralkan perasannya yang sekarang sudah campur aduk, senang, bahagia, heran.

"I-iya, makasih kak." Dyra duduk di samping Asatya dengan hati-hati. Canggung.

Dirinya tidak mimpi kan? Duduk sedekat ini dengan Asatya? Hati Dyra sekarang berbunga-bunga.

Lalu, tanpa berbicara apapun, Asatya menyodorkan sebungkus roti pada Dyra. Entah bagaimana dirinya bisa sepeduli ini pada perempuan yang tidak dekat dengannya.

Ingat, ia hanya terpaksa.

"B-beneran buat aku?"

"Bego. Emang buat siapa lagi?"

My (ICE) Husband [Revisi]Where stories live. Discover now