0.5

12.1K 1.7K 185
                                    

Kemarin yang nebak Jihan itu yang baju putih bener, mukanya lebih manis dari yang baju hitam (menurut aku sih gitu wkwkwkwk)

Sebenernya mereka itu ada bedanya gaes. Jihan (baju putih) mukanya lebih lonjong dan tirus, matanya agak besar, hidungnya lebih mancungan, dan bibirnya lebih tipis.

Kalo Jia (baju hitam) mukanya agak bulat dan berisi, matanya agak sipit, hidung ya mancung tapi lebih mancung Jihan, dan bibirnya lebih tebal sedikit.

Kalo aku sih ngeliatnya gitu gaes hehehehehe.

Kalo kalian lihatnya yg hitam gapapa gaes, visualisasikan sesuai keinginan kalian 😊😊

Happy Reading!

___

Aku merapihkan barang-barangku yang ada di kamar. Yah, sebenarnya di kamarku juga udah nggak ada apa-apa lagi yang penting untuk dikemas selain baju rumahan didalam lemari, karena hampir semuanya kubawa ke Amerika. Dan sekarang, ketika aku ingin menetap dan mengisi semua tempat kosong di kamarku, kabar menyebalkan ini datang dan membuatku akhirnya pergi dari rumah. Lagi.

"Jihan."

"Aku nggak mau bicara sama ibu," tegasku lalu menutup koper kecil tambahanku setelah memasukkan semua baju rumahanku. "Ibu bicara aja sama putri kesayangan ibu."

Aku melewati ibu begitu saja sambil membawa koperku. Ibu masih mengikutiku, tapi aku nggak peduli. Aku sudah lelah dengan semua hal mengenai ibu dan Kak Jia.

Aku tengah mengikatkan tali sepatuku sekarang dan ibu masih setia berdiri dibelakangku.

"Jihan, ibu mau minta maaf soal eonnie-mu."

"Minta maaf bisa membuat semuanya kaya awal?" sarkasku lalu berdiri setelah menyelesaikan ikatan tali sepatuku dan menatap ibu. "Nggak kan? Jadi nggak perlu."

"Ibu salah!"

"Iya. Dari dulu juga udah salah. Jangan telpon aku lagi, aku nggak bakal blokir nomor ibu kaya yang eonnie lakukan, tapi jangan telpon aku. Aku pergi," kataku lalu menyeret koper kecil dan koper besarku yang sedaritadi sudah ada di dekat pintu dan keluar.

"Maaf," lirih ibu, "ibu nggak tau soal perbuatan eonnie-mu yang ini."

Aku berhenti dan berbalik, kini aku melihat betapa rapuhnya ibu sekarang. "Aku tau kok, aku ... cuma marah ketika ingat kalau masa kecilku ternyata nggak pernah disayang ibu. Bahkan sekarang juga nggak, ibu cuma mikirin eonnie dan aku marah."

"Jihan...."

Aku mendekat kepada ibu dan memeluknya. "Aku sayang ibu. Jadi ... nggak usah nangisin eonnie ataupun aku lagi," ujarku lalu melanjutkan langkahku kearah Mingyu dan ayah yang sudah menungguku.

"Ibumu gimana?" tanya ayah.

"Udah dimaafin kok, sisanya terserah ibu."

"Baik-baik sama Mingyu yah? Ayah tau ini bukan keinginanmu ... tapi seenggaknya berbahagialah."

Aku lalu memeluk ayah. "Nggak nyangka yah sekarang aku punya suami."

"Buku nikahnya palsu sih," tambah ayah tertawa, "kalau beneran pasti lebih bagus...."

"Aku bakalan bahagia kok," ujarku pada ayah setelah melepaskan pelukanku, "kalo dia macam-macam, aku bisa lapor ayah."

"Dan ayah yang akan mengirimkan surat cerai untuk kalian berdua," sahut ayah dan membuatku tertawa, ekor mataku sempat menangkap Mingyu yang tersenyum mendengar percakapanku dan ayah. "Pergilah."

Daddyable | Kim MingyuWhere stories live. Discover now