2.3

9.4K 1.4K 136
                                    

Sorry for this late update :(

___

"Sana," ujar Hoshi mendorong bahuku pelan, tapi untuk menekan bel rumah Mingyu rasanya begitu berat. Aku belum siap.

"Hei," panggil Hoshi.

"Nggak bisa," ujarku lalu berbalik, "balik aja."

"Heh, kamu dari kemarin begitu terus!" ujar Hoshi gemas. "Udah sebulan kamu bolak-balik begini, kali ini nggak akan aku biarin. Masuk sana."

Hoshi benar. Sudah sebulan aku terus begini. Waktu seminggu yang kuberikan pada Ibu untuk Kak Jia agar menyamar jadi diriku sudah terlewati begitu saja karena ketidaksiapanku.

Minggu pertama, aku kembali kesini tapi belum membuka pintu mobil, aku sudah menyuruh Hoshi membawaku ke rumahnya lagi. Minggu kedua, aku berhasil membuka pintu mobil, namun kututup lagi dan meminta Hoshi kembali. Minggu ketiga, aku berhasil membuka pintu mobil dan keluar, tapi aku hanya diam seperti patung sampai akhirnya Hoshi menyuruhku kembali saja. Dan hari ini, di minggu ke empat, aku berhasil keluar mobil dan melangkahkan kakiku sampai di depan rumah, tapi aku malah nggak berani menekan bel.

"Hoshi," rajukku.

"Nggak usah melas," omel Hoshi yang seenaknya menekan bel.

Hatiku berdegup kencang menunggu pintu terbuka, hingga akhirnya pintu terbuka dan menampilkan sosok yang selama ini kurindukan dan juga kulukai tengah menatapku dengan mata berbinar.

"...Gyu..." ujarku.

Dia tersenyum. "Hei," sapanya.

"Dia udah kuanter pulang. Aku balik," ujar Hoshi kemudian mengusak kepalaku. "Berjuanglah."

Aku memandangi Hoshi yang tengah berjalan menjauh. Sebelum memasuki mobil, dia tersenyum padaku seakan menyalurkan kata penyemangat untukku, dan akhirnya menjalankan mobilnya membelah jalanan.

Mingyu meraih tanganku, membuatku berbalik menatapnya. "Kabarmu baik?"

Aku selemah itu ketika Mingyu bertanya seperti itu. Aku selemah itu terhadap Mingyu yang masih saja rela menungguku yang tidak bisa memberinya sebuah kepastian soal kapan aku akan kembali lagi ke pelukannya.

"Kamu sendiri gimana?" tanyaku sambil meraih pipi Mingyu yang seperti agak tirus. "Kamu baik?"

Mingyu meraih tanganku dan menciumnya. "Aku gapapa," katanya sambil tersenyum.

"Gyu, siapa?"

Aku dan Mingyu segera menarik tangan satu sama lain, bersikap seakan kami tak pernah saling merindu ketika Kak Jia datang dengan sebuah termometer ditangannya.

"Eonnie! Kok nggak bilang mau kesini?" tanyanya kegirangan.

Kapan Ibu akan mengirimnya ke rumah sakit jiwa?

"Hai," sapaku. "Katanya Rowoon sakit. Gimana keadaannya?"

"Oh? Kok eonnie tau? Dikasih tau Mingyu yah?"

"Iya, aku yang kasih tau," ujar Mingyu. "Ayo masuk," ajaknya.

Ketika aku masuk, Yujin langsung berdiri antusias dari posisi duduknya di sofa dan berlari memelukku. "Mamaaaaa!"

Aku memeluk Yujin balik, begitu erat. "Kok Mama? Ini imo loh. Lupa yah Mama nya kembar?"

"Hm?" Yujin melepaskan pelukannya dariku dan menatapku bingung.

Aku menarik Yujin kembali ke dalam pelukanku. "Sayang, bisa kan bantu Mama sebentar? Bisa yah, manggil Mama dengan sebutan 'imo'?" bisikku.

"Iya," balasnya.

Daddyable | Kim MingyuWhere stories live. Discover now