Dibalik Pintu

10 3 0
                                    

Untuk menciptakan akhir yang indah, salah satu dari sebuah pasangan harus segera mengakhiri.


* ------------- *


Setelah kejadian semalam, Moulyn meminta izin kepada orang tuanya untuk tidak pergi sekolah lantaran sedang tak enak badan. Kini gadis itu hanya bersingkuh dibalik selimut, mencoba menyembunyikan mata bengkaknya, tak ingin siapapun tahu bahwa ia telah menangis semalaman.

Bukan maksudnya Moulyn menolak Bamantara karena ia tak mau persahabatannya hancur. Hanya saja, gadis itu lebih memilih menutup hati, trauma dimasa lalu membuatnya berhasil menjadi sekor harimau yang terkurung dibalik jeruji besi dan disiksa oleh pekerja sirkus.

Saat SMP dulu, Moulyn seperti murid normal lainnya. Merasakan perasaan cinta yang menggebu-gebu seperti remaja lainnya. Tapi ternyata, setelah ada seorang kakak kelas yang menyatakan cintanya secara diam-diam, entah darimana berita itu dengan cepat menyebar, membuat Moulyn dibenci oleh seluruh murid. Padahal, yang Moulyn lakukan bukanlah kesalahannya. Dia tidak menerimanya, namun kenapa semua orang membencinya seakan ia memang pantas dibenci?

Bahkan Bamantara saja tahu betapa trauma-nya seorang Moulyn Chinari, gadis yang setiap harinya membawa dampak kebahagiaan, namun kala itu, semuanya seakan sirna. Seperti sebuah matahari yang sinarnya terhalang oleh sang bulan. Moulyn lebih sering menutup diri, bahkan kepada Bamantara juga.

Lalu sekarang, dengan tenangnya Bamantara merasa seakan baik-baik saja, seperti mengatakan kepadanya bahwa semuanya telah berlalu, tak ada hal yang perlu ia takuti. Lantas mana buktinya? Kini, siapa yang tidak mengenal Moulyn? Perempuan yang mempunyai rumor bahwa Bamantara menyukainya, membuat gadis itu kembali teringat akan hal-hal dimasa lalu.

Rasanya seakan mati, tetapi tubuhnya masih mampu untuk bergerak.

"Mou? Ada Bams nih." Suara Mama yang terdengar dibalik pintu membuat selimut Moulyn terbuka. Ia melihat jam didinding, masih pukul sembilan pagi, kenapa Bamantara disini?

Berkali-kali Mama mengetuk pintu dan mencoba membuka pintu, namun Moulyn tetap membiarkannya seperti itu, terus terkunci. "Kayaknya tidur dia." Terdengar suara Mama setelah mengetuk berkali-kali. "Oh, yaudah nggak apa-apa, nanti aku kesini lagi. Ini martabaknya aku titip, ya." Suara Bamantara yang terdengar juga, setelah itu hening kembali terasa.

Moulyn menatap pintu berwarna putih tersebut, kemudian menghela nafas dan kembali tertidur. Tak ingin pikirannya terus berkalut yang tidak-tidak.

***

Suara alarm yang berhasil membuat matanya terbuka, Moulyn segera mengambil hape-nya dan mematikan alarm yang kini sudah menunjukkan pukul empat sore. Ia membuka selimut putihnya, menghela nafas dan melihat kearah jendela balkonnya, sebuah lukisan yang diciptakan Tuhan benar-benar membuat hatinya merasa nyaman dan hangat, tak sadar, bibirnya juga terlukis indah.

Moulyn segera bangun dari tempat tidurnya, membuka kunci pintunya dan turun kearah ruang tamu. Ia tak menemukan apa-apa, rumahnya tampak sepi. Gadis itu berjalan kearah dapur, terlihat sebuah sticky note yang tertempel dikulkasnya.

Mama sama adek mau ke rumah bibi dulu, ya. Ayah bakal pulang malem, kamu makan sendiri bisa kan?

Moulyn menghela nafas, meremas kertas kecil berwarna kuning tersebut dan memasukannya kedalam tempat sampah, lantas segera mengambil segelas air putih sebelum ia meneguknya sampai habis.

Ia memilih untuk mandi sebelum akhirnya menonton TV dikamarnya sendiri. Selepas mandi, Moulyn lagi-lagi mengurung diri dikamar tanpa hape-nya. Hanya menonton film yang membuatnya senang dan menghilangkan fikirannya untuk sesaat. Namun nihil, otaknya benar-benar sudah terinfeksi rasa trauma dimasa lalu.

Sudah pukul tujuh malam, ayahnya belum juga pulang. Mama dan adiknya pun tak ada tanda-tanda. Gadis itu merasa kesepian. Namun setelah ia bangun dari duduknya untuk pergi ke kamar mandi, hape-nya berdering. Ia melihat nama yang terpampang jelas, namun diabaikannya. Lagi, hape-nya terus berdering, membuat Moulyn muak untuk mendengarnya. Ia mengambil hape, kemudian mematikan dan menaruhnya diatas kasur.

Baru saja saat ia turun ke bawah untuk pergi ke kamar mandi, terdengar suara ketukan pintu yang kencang. "Mou?! Buka dulu, gue mau ngomong, please."

Suara yang kini ia benci, Moulyn memilih kembali pergi ke kemar mandi. Tapi sampai ia menuju kamarnya pun, ketukan masih terdengar dengan suara panggilan dari seorang laki-laki.

"Gue tau lo di dalam. Seenggaknya, dengerin gue dulu dibalik pintu ini."

Mau tak mau, Moulyn berjalan kepintu, menyenderkan tubuhnya dan melipat kedua tangan didepan dadanya. "Ngomong apa?" tanya Moulyn agak kencang, berusaha agar suaranya juga terdengar sampai ke telinga Bamantara.

"Lo masih marah sama gue?" tanya Bamantara dengan suara lembutnya, membuat Moulyn menghela nafas.

"Kalo lo kesini cuma mau nanyain itu, mending lo pulang, gue mau istirahat." Moulyn berjalan meninggalkan pintu, namun suara Bamantara yang mencegahnya terdengar dan diikuti permintaan maafnya.

Moulyn menoleh, kembali berjalan kedepan pintu. "Buat apa?" tanya Moulyn dengan serius.

"Gue minta maaf kalo gue udah suka sama lo. Tapi Mou, mulai sekarang, lo bebas ngebenci gue." Moulyn yang mendengarnya hanya diam, merasa bersalah telah menyalahkan Bamantara seperti ini, padahal sebenarnya laki-laki itu tak salah apa-apa.

"Mulai sekarang, nggak akan ada yang berani gangguin lo lagi, gue jamin itu."

"Kenapa lo bisa ngejamin?" kini Moulyn mengeluarkan suaranya lagi.

"Setelah pernikahan Ayah gue selesai, gue bakal pindah rumah, Mou. Sekolah juga pindah."

Tubuh Moulyn melemas. Ia ingin segera membuka pintu, namun seakan-akan tangannya benar-benar lemas, tak kuat untuk mengangkat tangannya sendiri. Ia hanya bisa menatap pintu, yang dibaliknya ada seorang laki-laki. Tanpa Moulyn tahu, dibalik pintu tersebut, Bamantara tengah tersenyum lembut sembari menunduk, menyadari bahwa semuanya berakhir dengan indah. Dengan Moulyn yang segera melepaskan trauma-nya dan Bamantara yang akan mencoba melupakan teman kecilnya itu. Mungkin, selama ini alasan Moulyn tak bisa melepaskan traumanya adalah karena dirinya sendiri. Karena Bamantara yang tak pernah sadar bahwa membuatnya selalu disamping Moulyn bukanlah menyelesaikan masalah, tetapi malah membuat rasa takut Moulyn semakin bertambah.

Kalau seperti ini terus, tak akan ada yang pernah berubah. Salah satu dari mereka harus segera mengakhiri untuk menciptakan akhir yang indah.

"Lo bercanda, Bams?" Suara Mouly yang sedikit parau terdengar, sementara Bamantara yang dibalik pintu masih tersenyum, walaupun hatinya sedang tak baik-baik saja.

"Gue serius, Mou." Bamantara menghela nafas, menyenderkan tubuhnya dipintu dan menatap langit hitam dengan hiasan bintang-bintang dan sebuah bula yang menemani mereka. "Tapi enak, kan? Lo bisa ngobatin trauma lo," sambung Bamantara untuk segera menenangka Moulyn, walau ia tahu bahwa sebenarnya Moulyn sedang gelisah dan gugup.

"Yang penting, gue udah minta izin ke elo. Biar besok-besok kalo gue pergi, lo nggak penasaran. Gue pulang, ya? Cepet sembuh, Mou."

Setelah Bamantara mengatakan itu, suara langkah kaki terdengar dan semakin memudar. Tubuhnya gemetar, matanya yang memerah. Tak salah kan, kalau ia menangis?

1:31 AM (BamBam - Momo) 1.0 ✔Where stories live. Discover now