2. Speak Up

3K 443 25
                                    

Si gadis tengah berada di perpustakaan. Oh, lebih tepatnya dia tengah bertugas menjaga perpustakaan -meski justru dia menelungkupkan kepala di atas meja- beberapa siswa yang ada di dalam perpustakaan tetap tenang. Meski si penjaga terlihat tidur, nyatanya, perpustakaan tidak berisik. Tidak ada yang berbuat onar apalagi--

"Samu, sudah kubilang jangan bawa makanan ke sini!"

"Tsumu, kau berisik. Lagipula aku tidak mengganggu,"

Sepasang kembaran itu... Menjadi pusat perhatian kurang dari semenit setelah mereka masuk ke dalam perpustakaan. Sebenarnya, suara mereka tidak begitu berisik apalagi sampai berteriak, tapi, karena keadaan perpustakaan yang sungguhan hening, suara keduanya terdengar begitu jelas. Mengganggu kedamaian perpustakaan.

Beberapa siswa menghela napas berat. Tatapan mereka menunjukkan keprihatinan saat melirik sepasang kembaran itu. Beberapa lainnya justru berpura-pura tidak melihat, karena...

Langkah kaki pelan terdengar. Satu sosok melangkah dengan tenang menuju tempat sepasang kembaran itu berada. Wajahnya khas sekali orang mengantuk, tatapan matanya sayu, namun sorotnya berpendar dingin. Entah bagaimana berhasil menghadirkan kesan mencekam.

"Kalian berdua, keluar kalau kalian hanya akan berisik." Suara itu tidak dikatakan dengan nada tinggi. Justru cara sosok itu bicara nyaris terdengar sedikit lirih, namun, sayangnya, suara dinginnya seolah membuat atmosfer di dalam perpustakaan menurun begitu saja. Mendengarkan tekanan yang misterius.

Sepasang kembaran itu mengerjap. Untuk beberapa saat keduanya terdiam. Terlalu shock mendapatkan teguran sekeras itu. Tanpa peringatan pula.

"Kami tidak berisik." Si rambut pirang menyanggah cepat, setelah kesadarannya kembali.

Sosok itu mendesah. Tatapan sayunya mengarah pada sosok berambut kelabu di samping si pirang. Menatap sosok itu yang masih memegang onigiri di tangan. Oh, jangan lupakan sisa remah di pinggiran mulutnya.

"Dilarang makan dan minum di perpustakaan. Dan suara kalian mengganggu. Kalau kalian tidak suka, pintu keluarnya di sana." Kali ini suara itu berbeda dari sebelumnya. Terkesan beku. Sorot mata sayu itu menatap mereka tajam. Menyeramkan...

Meski wajahnya masih seperti orang mengantuk, tapi entah kenapa aura di sekitarnya begitu menekan. Mendengarkan perasaan menyeramkan yang misterius.

Sepasang kembaran itu menelan ludah susah payah. Entah kenapa... Aura sosok di hadapan mereka mirip sekali seseorang yang mereka kenal? Seseorang yang selalu berhasil membuat nyali mereka menciut.

"Kalian mengerti?" Cara bicaranya kali ini sedikit lambat, namun tetap dengan aura yang sama. Menyesakkan.

Sepasang kembaran itu mengangguk cepat. Keduanya kehilangan kata. Bahkan si rambut kelabu pun kembali membungkus onigirinya yang tinggal setengah.

Ada seulas senyum tipis yang terkesan malas tercipta setelah anggukan sepasang kembaran itu.

"Bagus kalau kalian sudah mengerti." Dia berbalik dan berjalan kembali menuju tempatnya. Meninggalkan sepasang kembaran yang masih menatapnya dengan ekspresi rumit.

Sungguhan, di mana mereka menemukan orang yang mirip seperti ini?

Keduanya saling memandang. Seolah tengah melakukan telepati, keduanya mengangguk pelan. Senpai dengan wajah mengantuk tadi... Bukan orang sembarangan.

.

.

.

Latihan hari itu terasa berbeda jika melihat kerutan tidak biasa pada wajah kembaran itu. Tidak, tidak. Sebenarnya anggota voli putra sudah sangat terbiasa mendapati sepasang kembaran itu bertengkar untuk sesuatu yang tidak masuk akal. Bahkan hal terkecil sekalipun bisa membuat mereka berkelahi, tapi kali ini, bukan itu masalahnya. Kali ini mereka sama sekali tidak terlihat berkelahi, tapi sikapnya berbeda. Mereka seperti kesal oleh sesuatu yang entah apa.

RenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang