7. Kapten

2.2K 352 34
                                    

Haruka berjalan dengan langkah yang terhuyung. Sudah macam orang mabuk yang semalaman habis meminum alkohol. Kantung matanya semakin terlihat mengerikan. Sementara Himawari yang berjalan di sampingnya seolah membuat posisi sigap. Bersiap kapan saja jika Haruka sampai menabrak sesuatu karena berjalan sambil mengantuk.

"Haru chan, kenapa tidak ditolak saja?" Si gadis berpostur tinggi, idaman nyaris semua murid Inarizaki itu bertanya dengan ekspresi khawatir.

Oh tentu saja. Ini sudah hari ke tujuh semenjak Haruka melakukan 'ritual' itu. Kondisinya juga kian mengkhawatirkan.

Mengantuk dan tidur di mana saja sih sudah bukan hal aneh, tapi masalahnya, sampai Haruka berjalan ke sekolah sembari mengantuk itu... Hal yang tidak biasa. Iya. Sejak SMP bersekolah di tempat yang sama, ini kali pertama Himawari mendapati Haruka yang seperti ini. Tentu saja dia khawatir kan?

"Mendou dakara..." Dia menjawab sembari menguap. Kepalanya menggeleng keras saat rasa kantuk kian merajalela.

"Nande? Bukannya lebih merepotkan kalau terus begini?"

Himawari bergerak cepat menahan tubuh Haruka saat gadis itu hendak menabrak gerbang sekolah.

"Lebih merepotkan membuat alasan buat aniki."

Ah, jadi itu masalah paling merepotkannya? Himawari sih tidak bisa berkomentar lagi kalau urusannya sudah dengan Tuan Muda penerus keluarga Ryuugasaki. Tapi kan...

"Demo na, Haru chan, kalau terus seperti ini, aku yang khawatir," Dia sedikit mengeluh. Iya. Kan sejak SMP, Himawari sudah tinggal di kediaman Ryuugasaki dengan tiga sepupunya, jadi tentu saja dia khawatir. "Apa tidak ada yang bisa kubantu?"

Haruka diam. Dia menghentikan langkah kaki. Matanya menatap lurus Himawari dengan tatapan khas orang mengantuk.

"Kalau saja orang itu menyerah seperti orang-orang sebelumnya..."

Eh? Himawari mengerjap.

Tunggu dulu... Ini kan?

Oh... Begitu...

Dia mengangguk pelan. Kali ini dia mengerti kenapa si gadis yang terkenal tidak suka buang-buang energi ini mau meladeni orang yang sama selama selama seminggu.

Alasannya kuat. Apalagi demi kelangsungan kakaknya. Himawari juga tidak bisa ikut campur untuk urusan yang satu ini.

Lagipula ini menyangkut masa depan salah satu Ryuugasaki.

"Gomen Haru chan, untuk yang satu itu aku sepertinya tidak bisa membantu."

Dia mengangguk pelan. Tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.

Lagipula, Haruka juga sadar diri. Sampai kakak tertuanya puas, dia tidak bisa menyudahi 'ritual' itu seenaknya. Meski dia sendiri yang terkena imbasnya.

Ah, memiliki kakak perempuan yang menjadi idaman banyak orang ternyata repot juga ya?

.

.

.

Sore itu, Kita dan anak kelas tiga yang sudah berada di dalam gymnasium dibuat pengang oleh teriakan tiba-tiba dan tidak jelas salah satu kouhai pembuat onar.

Iya. Si pembuat onar yang hobi sekali mematahkan hati anak gadis orang itu tiba-tiba saja berlari sembari berteriak. Dia seperti orang histeris. Wajahnya penuh rasa khawatir.

"Kapten!!!"

Kita mengernyit. Dia menatap kouhai pembuat onar itu dengan tatapan datar. Sementara tiga teman kelas tiganya sama-sama menaikkan alis tinggi.

RenjanaWhere stories live. Discover now