9. Bunkasai

2.2K 344 14
                                    

Gadis itu menatap lurus sosok di hadapannya. Ini adalah hari lain paling sibuk bagi seluruh murid Inarizaki mengingat besok adalah hari pertama bunkasai dimulai. Otomatis seluruh kelas dan murid harus berpartisipasi dalam kegiatan tahunan ini. Tidak terkecuali Haruka. Mau tidak mau dia juga harus berpartisipasi. Iya. Meski terpaksa. Sudah berhari-hari mereka melakukan persiapan buat hari bunkasai, sayangnya, kejadian tidak terduga terjadi di menit terakhir.

Kelas 3-7, kelas di mana Haruka berada merencanakan kelas sebagai kafe kostum. Temanya kafe Jepang zaman Edo. Jadi para pelayan dan seluruh anggota kelas wajib mengenakan pakaian adat Jepang khas saat masih zaman Edo. Tapi ya, sayangnya, haori yang sudah susah payah mereka buat (haori khas yang mirip seragamnya pasukan Shinsengumi) tiba-tiba lenyap tanpa sisa. Tidak ada jejak.

Katanya sih, orang pertama yang sadar atas kehilangan haori legendaris yang dijahit dengan sepenuh hati oleh anak-anak perempuan itu entah bagaimana caranya bisa ikut terbuang bersama sampah yang dibuang pagi tadi.

Dan sekarang, di sinilah mereka sekarang. Di dalam kelas dengan wajah tegang. Iya. Mana mungkin kan mereka bisa menjahit ulang tiga belas haori dalam waktu semalam? Lalu, saat satu kelas nyaris frustasi dan putus asa menantikan hari esok, datanglah Himawari dengan usul yang membuat mereka sakit kepala. Iya. Biasanya sih, ucapan Himawari selalu bisa dipercaya, tapi untuk yang satu ini... errr... Bagaimana ya? Mereka meragukan kewarasan Himawari?

Tentu saja. Di tengah kegelisahan dan putus asa, Himawari tiba-tiba mengatakan mereka masih punya harapan buat hari esok. Dia punya senjata terakhir. Sontak saja satu kelas berbinar penuh harap, tapi saat dia bilang jika harapan mereka adalah Haruka, semua orang di dalam kelas diam. Shock. Menunjukkan ekspresi tidak percaya. Beberapa bahkan menggerutu tidak jelas. Iya. Kan sejak persiapan kemarin, Haruka hanya membantu sedikit sekali. Dia lebih banyak berada di perpustakaan sebagai ketua komite perpustakaan. Dan sekarang tiba-tiba Himawari bilang jika gadis-tukang ngantuk-tidak suka menggunakan banyak energi- ini bisa mereka andalkan? Jangan bercanda. Mereka masih waras. Itu bunuh diri namanya.

Tapi, saat Himawari berdiri dengan penuh kepercayaan diri, sang ketua kelas, memutuskan untuk mengikuti jalan pikiran si gadis. Mengamati lebih dulu, siapa tahu kan Haruka benar-benar bisa diandalkan dalam keadaan seperti ini? Meski mereka tidak terlalu banyak berharap juga sih.

"Jadi bagaimana Haru chan? Kau bersedia kan?" Matanya penuh binar harapan, sementara sosok di hadapannya menatapnya lurus dengan mata mengantuk.

Jika begini siapa yang akan percaya jika gadis itu bisa diandalkan coba?!

"Mendou kusai,"

Kan... Gumam nyaris semua siswa di dalam kelas.

Tapi tidak bagi Himawari. Dia tetap memasang senyum khas. Namun, jika ada yang benar-benar memperhatikannya, bisa mereka sadari seringai tipis di sisi wajahnya.

"Bagaimana kalau begini? Nee Haru chan, kalau Haru chan bersedia menyakitkan haori pengganti, besok Haru chan tidak perlu membantu. Haru chan bisa tidur sepuasnya besok. Bagaimana?"

Semua orang diam. Menunggu. Haruka menutup mulutnya guna menahan kuapan. Mata mengantuknya menatap Himawari dan sang ketua kelas bergantian. Seolah dia memastikan.

Himawari menyikut pelan sang ketua kelas, memberinya isyarat agar menyetujui ucapannya.

"Ah, ya. Tentu saja! Kau bebas tidur seharian tanpa perlu melakukan apa pun Ryuugasaki San!"

Mata mengantuk itu berkedip beberapa kali. Dia seolah sedang mengumpulkan kesadaran.

"Ok. Tapi aku hanya mampu menyelesaikan sepuluh, sisanya, bisa kalian lakukan sendiri?" Suaranya masih pelan dan serak khas orang mengantuk, tapi entah bagaimana caranya bicara seolah dia sedang serius.

RenjanaWhere stories live. Discover now