Persaingan

115 33 4
                                    

Tidak seperti biasanya. Hari ini El berangkat lebih awal. Ia sudah mengusir pikiran buruknya terhadap kejadian tempo hari. Kini ia lebih bersemangat berangkat sekolah. Mungkin kegiatan PLS pagi ini bisa membuat kekesalannya terhadap Aslan mereda.

Pandangannya menangkap sosok Pak Mamet dan Pak Wawan yang tengah menonton siaran ulang pertandingan sepak bola. Dua orang yang masing-masing mendukung kubu yang berbeda itu berkali-kali teriak sampai-sampai semua orang yang berada di dekat SMA itu menoleh. Penasaran dengan apa yang terjadi dengan Pak Mamet dan Pak Wawan, duo penggemar sejati sepak bola.

Wajahnya mendadak kusut ketika menemukan sosok Aslan di kelas. Sial, cowok itu membuat mood-nya mendadak buruk. Ia baru melihatnya sebentar, tapi rasanya El ingin sekali menonjok cowok itu

Ia mempercepat langkah dan bergegas masuk ke dalam kelas. Sesampainya di kelas, ia sengaja terbatuk agar perhatian Aslan teralihkan. Sesekali ia melirik ke arah cowok itu sambil meletakkan tasnya di kursi. Ia menggerutu melihat Aslan yang sama sekali tidak menoleh.

"Morning, Anak Baru," sapa El dengan suara yang sengaja ditekankan. Cowok itu menoleh. Menatap El dengan pandangan kosong, lantas kembali mengarahkan pandangannya ke buku.

Gadis itu menggeram kesal. Seumur-umur ia belum pernah menemukan orang secuek Aslan. "Lo, tuh, kenapa, sih? Kalau sapa, ya, sapa balik, dong! Cuek banget!"

Aslan mengangkat kepalanya sedikit. Mengarahkan pandangannya pada El yang sudah berkacak pinggang. "Apa untungnya nyapa lo?"

"Bukan masalah untung atau nggak. Tapi itu soal tata krama!" tegas gadis itu.

"Oh, cewek urakan kayak lo paham soal tata krama?" Aslan tersenyum meremehkan. Membuat El semakin jengkel padanya.

"Gue emang gak tau aturan, tapi setidaknya gue tau cara bersosialisasi. Nggak kayak lo. Dasar antisosial!"

"Lo nggak tau apa arti antisosial yang sebenarnya?" tanya Aslan. "Antisosial bukan orang yang penyendiri dan gak suka berbaur. Antisosial adalah penyimpangan perilaku dari norma-norma. Di mana individu secara terus menerus melakukan hal-hal yang membahayakan dan mengabaikan baik-buruk dari perilakunya tersebut."

Hening. El terdiam mendengar penuturan itu. Bukan terdiam dalam artian dia malu atau apa. Ia malah tambah kesal pada cowok ini. Kenapa, sih, dia selalu bisa membuatnya kesal setengah mati? Sial ...

Melihat El yang diam dan tidak berkutik, Aslan tersenyum penuh kemenangan. "Jadi kesimpulannya, gue bukan antisosial. Makanya kalau mau ngomong, mikir dulu. Jangan asal ngomong, terus malah malu kayak tadi."

El tidak bisa menahan emosinya kali ini. "Diem lo! Gue juga udah tau, tapi lupa!" kilah gadis itu. Menolak kalah

"Oh, ya?" Cowok itu tampak meremehkan El. Membuat gadis itu bertambah kesal dan hampir melempar tasnya ke arah Aslan.

Beruntung, salah satu anggota OSIS mengetuk pintu dan membuat perhatian keduanya teralihkan. "El, ke ruang OSIS, yuk! Kita mau bahas soal PLS hari ini," ujar gadis bernama Rania itu.

El menoleh, lantas mengangguk singkat. Ia buru-buru keluar dari kelas tanpa menatap Aslan lagi. Bagus! Mood-nya pagi ini benar-benar sudah hancur.

- Eliza -

Jika ada mata pelajaran yang mampu membuat El keringat dingin menghadapinya, jawabannya hanya satu.

"Baik, Anak-anak, sebelum untuk pelajaran Kimia pertama kita di awal semester ini, Ibu ingin memberi kalian kuis tentang materi kelas sepuluh."

Fathia melirik sahabatnya yang kini gelagapan mengeluarkan buku catatan kelas sepuluhnya. Diam-diam dia merasa prihatin karena tahu kalau El benar-benar lemah di Biologi.

Kita & Luka {Tamat}Where stories live. Discover now