Chapter 26

2.1K 47 0
                                    

'Aku jadi seperti ini karena ulahmu,jadi jangan salahkan aku atas perubahan sikapku' -Kesya.

Air mata Kesya tak kunjung berhenti. Ia tak menyangka bahwa ia pembunuh anak nya yang bahkan belum lahir di dunia.

Ia merasa dirinya sudah sebagai pembunuh. Tak di pungkiri ia kecewa dengan dirinya sendiri. Semua terjadi sebab dirinya.

Dan mengapa bisa Putra menyembunyikan hal sebesar ini. Hal yang teramat penting. Sore ini Kesya membutuhkan ketenangan.

Ketenangan yang membuat hatinya mengiklaskan calon anaknya yang bahkan belum lahir.

Tak ada jalan yang harus ia tempuh. Semua hidupnya terasa begitu hambar. Hambarnya dengan kesedihan. Ia kembali pada rumah lamanya. Rumah yang menjadi saksi ia di tumbuhkan.

Untung saja rumahnya tidak bisa di kunci dari luar, rumah yang kusam itu hanya bisa di kunci dari dalam. Itu pula mudah untuk di dobrak.

Ia melihat sekitarnya. Rumahnya kini tak terawat. Banyak debu di sana sini,menempel pada benda -benda. Pandangannya jatuh pada sebuah foto seingatnya foto ini di ambil saat dirinya masih berumur 6 tahun. Di foto itu terlihat begitu cantik dan manisnya kedua perempuan tak jauh dan tak lain adalah dirinya dan ibunya.

Mengingat ibunya membuat Kesya teringat kembali akan perbuatan ibunya. "Lihatlah aku tak akan merelakan kalian bahagia di atas penderitaanku." Gumamnya penuh dendam.

Lihatlah kini gadis cantik nan lembut dan halus ini berubah menjadi gadis pedendam. Akibat yang di lakui oleh ibunya membuat hatinya tergores luka. Dengan cara yang satu Ia menggunakan dendam untuk membalas perbuatan mereka.

Saat ini pula ia tak peduli akan dosa - dosanya. Seolah hatinya sudah tertutup rapat. Tak ada kebaikan yang ia berikan. Tak ada Kesya yang dulu. Sekarang hanya ada Kesya yang penuh akan dendamnya.

Bisikan setan seolah sukses mempengaruhi Kesya dan bisikan dari malaikat seolah tak di dengar.

Kesya berjalan kembali dengan kamarnya yang sangat teramat sederhana.

Ia mengganti seluruh cat dinding kamarnya. Yang semulanya putih dengan hiasan - hiasan menempel pada dinding kini berbeda. Warna hitam adalah warna yang bagus.

Hitam adalah warna yang tak ada arti kehidupan. Perempuan malang. Ia pantas di sebut dengan perempuan malang.

Kesya memiliki ponsel yang akan di gunakan untuk melacak keduanya. Meski tak mempunyai bakat ia harus berusaha agar dendamnya terbalaskan.

"Tunggu saja pembalasanku." Gumam Kesya. Bagaikan orang yang tak waras ia tertawa dan berteriak di rumahnya. Berdoa saja semoga tetangganya tak mendengar suaranya. Karena di pastikan para tetangganya itu akan menangkapnya dan membawanya ke tempat semestinya.

Ia melangkah mendekati dapur. Mengambil benda tajam. Pisau. Benda yang ia ambil. Perlahan benda tajam itu ia taruh di lengan kirinya. Menggores lengan kirinya dengan pisau.

Meski benda itu tajam dan lengannya banyak mengeluarkan darah tapi ia tak merasakan sakitnya. Saat ini yang ia rasakan adalah sebuah ketenangan dan sepertinya, mungkin sekarang akan menjadi suatu kebiasaannya melakukan hal gila ini.

Melihat darah yang mengalir dari lengannya membuat senyum Kesya terbit. Darah yang mengalir membuatnya bahagia. Ia tertawa renyah. Perlakuan mereka membuatnya jadi seperti ini.

-000-

Setelah kepergian Kesya, Putra tak henti - henti nya merasakan cemas. Ia takut ada sesuatu yang terjadi pada Kesya.

Ghisyel yang berada di sebelahnya pun tak kalah kawatir nya. Tapi ia tak mau menunjukan ke kawatirannya itu. Ia harus menenangkan sepupunya agar berhenti mencemaskan Kesya, Bukan Ghisyel tak sejahat yang dulu ia hanya ingin Putra tak banyak kepikiran.

"Put udah jangan kayak gini." Ujar Ghisyel lembut. Putra menggeleng keras. "Gak gak bisa gue harus cari dia Ghi. Lo tau sendiri gimana susahnya gue nyari dia. Apalagi sekarang dia tau kalo dia keguguran." Balas Putra.

"Gue juga tau Put, tapi seenggaknya lo pikirin dulu kesehatan lo. Kalo lo sakit siapa yang nyari Kesya nantinya? Siapa yang nenangin Kesya? Bahu siapa yang di gunakan Kesya untuk bersandar?" Perkataan Ghisyel seolah membuat Putra berfikir jernih. Ghisyel benar ia tak harus selamanya seperti ini. Ia tak mau ada seseorang yang membuat Kesya nyaman.

"Lo benar." Akhirnya setelah susahnya Ghisyel membujuk Putra dan Putra terbujuk ia merasa senang.

"Sekarang lo makan." Ghisyel menuntun Putra dan membawanya ke kantin rumah sakit. Mereka berdua memang masih di rumah sakit. Putra mengangguk dan mengikuti Ghisyel.

Setelah Putra menghabiskan makananya ia kembali menuju rumahnya tak mungkin ia harus di sini seharian apalagi jika tak ada Kesya.

Sesampainya di rumah dengan di bantu Ghisyel,Putra melangkah menuju kamarnya. Merebahkan tubuhnya yang sudah lemas. Ia mencari sesuatu di kantungnya.

Hap. Ia mendapatkannya. Mencari kontak yang ia ingin hubungi. Setelah ketemu ia menekan tombol call pada bagian yang ada.

Sambungan terhubung.

"Hallo?" Suara dari sebrang sana terdengar.

"Hallo kek." Ujarnya.

"Ada apa? tumben telfon kakek." Tanya sang kakek.

"Bantu Putra mau Kek?" Bukannya menjawab ia kembali menanyakan.

"Bantu apa? Kalo kakek bisa,Kakek akan membantumu."

"Bantu Putra untuk mencari keberadaan Kesya."

Yuhuu bentar lagi lebaran, udah pada beli baju lebaran?

-22 Mei 2020-

Kesya ✔Where stories live. Discover now