𝕭𝖆𝖇 45

6.2K 1.8K 172
                                    

Setelah pesta hingga subuh hari, Ree sudah menduga arena latihan akan sepi meski matahari sudah terbit di ufuk timur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah pesta hingga subuh hari, Ree sudah menduga arena latihan akan sepi meski matahari sudah terbit di ufuk timur. Bahkan kru miliknya yang bertekad untuk berlatih lebih, tidak kuat untuk bangun.

Meski masih terngiang dengan perkataan-perkataan Madoff, senjata baru miliknya mampu memacu adrenalinnya pagi ini. Ia ingin mencobanya di arena latihan.

Ia mencoba menorehkannya di udara, satu tebasan. Simbol-simbol di belati bersinar dan memunculkan dorongan angin yang kuat sesuai dengan garis tebasannya. 

Oohh.. ini senjata yang lumayan.

Membayangkan seorang lawan berada di depannya. Ia menebas tinggi, kemudian rendah, lalu memutar untuk menebas, dan menghindar kemudian menebas kembali. Setiap kali menebas, dorongan angin itu muncul. Ree dapat mendengar bunyi sepoi angin itu dengan jelas.

"Sudah kuduga akan kutemukan dirimu di sini," kata sebuah suara bariton dari pintu ruang latihan.

Kairav.

Kali ini Ree yang bertanya, "Sparring?" 

Kairav menaikkan satu alis. "Dengan senjata?"

"Kecuali kau takut."

Di belakang Kai, seseorang lain bersiul mendengar pernyataan Ree. Ternyata orang mulai berdatangan di arena.

Kai melepas jaket kulitnya, menunjukkan kaos tak berlengan –yang menunjukkan betapa padat otot tangannya. Kemudian ia menarik satu belati dari jaket itu. Ia menjatuhkan jaketnya di lantai dan memasang posisi bersiap. Begitu juga dengan Ree.

Selama mereka bertarung, Ree melupakan kehadiran orang-orang lain. Untuk pertama kalinya, ia tidak sibuk mengirim bayangan mencari informasi atau mempedulikan perilaku mereka. Kai pun sepertinya tidak. Mereka sudah membuat beberapa penonton menghindar berkali-kali hingga akhirnya semua orang membentuk lingkaran besar di sekeliling ruang latihan.

Satu ruang latihan, puluhan peserta. Hanya dua orang yang mengambil perhatian semua orang.

Mereka saling menebas dan menghindar, kemudian memukul dan menangkis. Hingga akhirnya Kai berhasil menindih tubuh kecil Ree terlentang di lantai. Belatinya menempel pada leher Ree, cairan merah keluar dari kulit pucatnya. Napas kedua peserta itu menderu seirama. Bulir-bulir keringat membasahi sekujur tubuh mereka. Lengan Kai yang berotot terlihat mengilat seperti sudah diminyaki. Sementara rambut Ree basah dan membingkai wajah mungilnya. Membuat mata dan bibirnya terlihat lebih besar.

Tapi Kai-lah yang mengaduh, "Oww.."

Karena ketika Kai dapat menahan diri hingga tidak memenggal kepala Ree, dalam kepanikan atau... mungkin karena terbawa suasana, Ree telah menusuk dada Kai. Hingga hanya gagang belatinya yang tersisa.

"Aku betulan menusukmu....," kata Ree masih tidak percaya dirinya telah menusuk Kai.

Di dada kanan, dekat dengan tulang belikat Kai. Bukanlah tempat jantung berada, tapi tetap saja...

Turnamen Mentari | Seri 1 | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang