8

1.8K 203 6
                                    

Cukup lama mereka membisu, masing-masing sibuk dengan pikirannya.

"Apa kalian tidak lapar? Kalau aku sih lapar." Ucap Alcen membuka topik. Mereka hanya mengangguk menyetujui ucapan Alcen, tapi mereka tak membawa makanan apapun. Untung saja ada pohon apel yang sangat tinggi disamping gubuk.

"Kau panjatlah pohon apel itu" titah Alcen pada Aresh.

"Kaka yang lapar, kenapa harus aku yang memanjat" ketus Aresh tak terima, karena selalu ia yang menjadi babu kakak-kakaknya.

"Kau juga lapar bukan?" Balas Alcen tak mau kalah.

"Tapi kenapa selalu aku yang kau suruh?" tanya Aresh tak terima.

"Kau pikirlah sendiri, mana mungkin aku menyururuh kaka pertama dan kaka kedua, hanya kau satu-satunya adikku" jelas Alcen

"Jadi selalu aku yang menjadi kacungmu hah?!, aku mau berhenti jadi adikmu" mereka terus ribut seperti kucing dan anjing, sementara dalia, alcen dan sbastian terkekeh melihat pertunjukan gratis kaka beradik yang tengah bertengkar hal sepele.

"Yasudah... biar aku yang memanjat" semua terdiam mematung karena yang berbicara saat ini adalah dalia. Sontak semua langsung angkat suara.

"Tidak apa-apa, biar aku saja" ucap sbastian tegas.

"Aku saja, tidak masalah.." ucap Reiga lembut.

"Biar aku yang melakukannya" ucap Alcen.

"Aku tak masalah menjadi kacung kaka, sumpah biar aku saja" ucap Aresh.

Dalia terkekeh melihat tingkah mereka, padahal tadi tak ada yang mau memanjat, kenapa sekarang jadi ingin memanjat semua.

" baguslah, kita lakukan bersama" ucap dalia mencoba menengahi.

"Kau yakin?" Tanya Sbastian ragu.

"Tentu saja" jawab dalia dengan yakin, lagi pula ia sering manjat pohon juga sedari kecil, jadi bukan suatu hal yang sulit baginya.

Akhirnya mereka semua memanjat pohon apel itu. Pohon apel ini sudah cukup berumur, dan lagi sangat tinggi dan besar, buah-buahnya juga sangat lebat.

"Kau terlihat seperti bukan Elena yang ku kenal" ucap Aresh karena duduk di ranting dekat ranting yang dalia tempati.

"Memangnya elena yang dulu seperti apa?" Kekeh dalia menenangkan diri, padahal ia tak tau sama sekali Elena seperti apa entah karakter atau fisiknya.

"Ya... elena yang kukenal seperti selayaknya gadis lain" ucap Aresh enteng.

"Maksudmu aku gadis seperti apa?" Tanya dalia tak terima seolah dalia tidak cocok menyandang nama seorang gadis pada umumnya.

"Haha maksudku.. kau yang sekarang terlihat lebih dewasa dan berani, tentu saja aku lebih suka kau yang seperti ini." Ucap Aresh memalingkan mukanya dari dalia, sementara gadis itu hanya tersenyum.

Ada perasaan yang berbeda didalam dirinya saat berada didunia ini, ia merasa ia dapat menggenggam dunia, ia percaya diri, ia berani tidak seperti ia di dunia aslinya. Entahlah dalia juga tak mengerti, padahal kalau fisik tak ada yang berbeda antara dirinya didunia ini dan dunia aslinya.

Dimulai dari memanjat pohon inilah, mereka berlima membuka banyak percakapan seolah-olah kembali kemasa lalu mereka, meskipun sebetulnya dalia tidak pernah merasakan tapi berbicara dengan keempat lawan bicaranya ini seolah ada rasa rindu yang ia tahan sejak lama, entah hanya perasaannya saja atau ada maksud lain dalia tak tau.

Tanpa sadar mereka sudah menghabiskan banyak waktu disana, bahkan sampai matahari terbenam.

Senja adalah tempat terindah untuk menenangkan hati, dalia terdiam sambil memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang menghempas helaian rambutnya sehingga aroma bunga dari rambutnya dapat tercium oleh keempat lelaki yang tengah berada bersam...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Senja adalah tempat terindah untuk menenangkan hati, dalia terdiam sambil memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang menghempas helaian rambutnya sehingga aroma bunga dari rambutnya dapat tercium oleh keempat lelaki yang tengah berada bersamanya.Dalia tak menyadari keempat lelaki itu tengah mengagumi indahnya parasnya.

"Ayo turun." Ajak dalia pada keempat lelaki itu.

"Jika kau masih mau menikmati matahari tenggelam aku siap menemanimu" ucap Alcen menawarkan diri.

"Kalau begitu dengan ku saja, aku siap menemanimu bahkan sampai matahari terbit." Ucap Aresh tak mau kalah.

"Apa-apaan kalian ini, nanti ayah mencari, biar aku yang menemaninya" ujar sbastian.

"Ya sudah kalian bertiga disini, biar aku dan Elena yang pulang keistana." Ucap reiga.

Dalia terkekeh melihat tingkah mereka yang selalu meributkan hal sepele, padahal mereka sudah menginjak usia dewasa bahkan jauh dua, tiga sampai lima tahun diatasnya tapi tingkah mereka seperti anak kecil.

"Ayo KITA pulang." Ucap dalia penuh penekanan bagian 'kita' agar mereka pulang semua.

"Lagi pula apa kalian tidak lapara sedari tadi hanya memakan apel." Ucap dalia terus terang, ia rasa tak cukup jika tidak makan nasi, mau bagaimana pun ia penduduk asli benua asia.

"Oh tuhan.. maafkan aku Elena, besok akan kubelikan banyak makanan untuk mu." Ucap Aresh merasa bersalah karena disini tidak ada hal yang bisa ia belikan untuk elena(dalia).

"Besok kubelikan pasar untuk mu, agar kau bisa memilih sepuas hatimu." Kini Alcen tak mau kalah.

"Kalau begitu, besok mau membuat kue berasamaku?" Ucap Reiga karena menurutnya membuat sendiri jauh lebih menyenangkan.

"Sudahlah.. kalian akan kalah, disini aku pewaris tahtanya" ucap sbastian, semua pun terbungkam, ingin mengelak tapi ini fakta, ingin melawan tapi kaka tertua, nasib sudah....

Dalia hanya bisa terkekeh mencoba menutupi degupan jantung yang berkoar-koar didalam tubuhnya. Bagaimana mungkin ia bisa tetap tenang sementara perlakuan mereka adalah impian dari semua gadis. Harus tetep cool..

"Sudahlah.. kalian akan kalah, disini aku pewaris tahtanya"
--Pangeran Sbastian Annora-

Maaf banget banyak typonya guys🙏🙏🙏

Jangan lupa vote+follow+komen mampir juga ke ig @callista_ra mari kita berkawan
#satu kata buat pangeran sbastian=
#satu kata buat pangeran reiga=
#satu kata buat pengeran alcen=
#satu kata buat pangeran aresh=

Unbelievable (TERSEDIA DI SHOOPE)Where stories live. Discover now